Bermasalah sejak Awal, Ada Satu Pemilih di Malaysia Mendapat 1.972 Surat Suara
Ratusan ribu data pemilih pemilu luar negeri di Malaysia yang tidak jelas berpotensi disalahgunakan.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proses penetapan daftar pemilih sementara hingga daftar pemilih tetap oleh Panitia Pemilu Luar Negeri Kuala Lumpur tidak didasarkan hasil pencocokan dan penelitian, tetapi hanya berdasarkan komplain perwakilan partai politik. Akibatnya, ratusan ribu data pemilih yang tidak jelas berpotensi disalahgunakan. Bahkan, ada satu pemilih mendapatkan ribuan surat suara.
”Penambahan data yang signifikan ini memunculkan berbagai kendala sehingga kita mengeluarkan rekomendasi pemungutan suara ulang. (Hal ini) Karena, misalnya, ada pengembalian surat suara yang banyak dari satu orang. Jadi, ada 1.972 surat suara yang dikembalikan oleh satu orang,” tutur Ketua Panitia Pengawas Pemilihan Umum Luar Negeri (Panwaslu LN) Kuala Lumpur Rizky Al-Farizie.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Hal itu disampaikan Rizky yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang tindak pidana pemilu di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Jumat (15/3/2024). Sidang dipimpin Buyung Dwikora sebagai ketua majelis hakim dengan didampingi Arlen Veronica dan Budi Prayitno sebagai anggota majelis.
Jadi, ada 1.972 surat suara yang dikembalikan oleh satu orang.
Adapun para terdakwa dalam kasus tersebut adalah Umar Faruk selaku Ketua Panitia Pemilu Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur beserta para anggota PPLN Kuala Lumpur, yakni Tita Oktavia Cahya Rahayu, Dicky Saputra, Aprijon, Puji Sumarsono, A Khalil, dan Masduki Khamdan Muchamad. Belakangan Masduki diberhentikan sebagai anggota PPLN Kuala Lumpur, sementara yang lainnya berstatus nonaktif.
Rizky menuturkan, dari data penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) sebanyak 493.856, dalam rapat pleno terungkap, yang dilakukan pencocokan dan penelitian (coklit) hanya sekitar 64.000 dengan sekitar 3.000 data dinyatakan tidak memenuhi syarat.
Saat itu, Petugas Pemutakhiran Data Pemilih Luar Negeri (Pantarlih LN) menyampaikan kendala berupa sistem yang tidak berjalan (error), nama pemilih tidak bisa dihubungi, dan tidak dilakukannya verifikasi langsung ke alamat pemilih.
Coklit, lanjut Rizky, hanya dilakukan Pantarlih LN melalui sambungan telpon. Selain itu, ternyata ada beberapa anggota Pantarlih LN yang tidak berada di wilayah kerja PPLN Kuala Lumpur yang meliputi enam negeri. Adapun jumlah anggota Pantarlih LN Kuala Lumpur sekitar 600 orang.
Dalam proses coklit yang dilakukan Pantarlih LN, Panwaslu LN Kuala Lumpur menemukan pelanggaran berupa adanya orang yang terdaftar sebagai pantarlih, tetapi yang melakukan pekerjaan sebagai pantarlih adalah orang lain atau pantarlih ”palsu”. Akibat temuan pelanggaran tersebut, pada waktu itu Masduki langsung dicopot dari anggota PPLN Kuala Lumpur.
Penetapan DPT
Meski jumlah data yang sudah dicoklit hanya sekitar 64.000, lanjut Rizky, PPLN Kuala Lumpur menetapkan jumlah daftar pemilih sementara (DPS) sebanyak 491.152 pemilih. Padahal, seharusnya DPS ditetapkan berdasarkan jumlah data yang sudah dilakukan coklit untuk mengetahui keberadaan pemilih benar-benar ada atau tidak.
Menurut Rizky, pada saat rapat pleno untuk penetapan DPS, kondisi sedikitnya data yang telah dilakukan coklit tersebut dipertanyakan oleh perwakilan partai politik (parpol). Oleh karena itu, PPLN Kuala Lumpur kemudian memasukkan data yang belum dilakukan coklit ke dalam DPS. Padahal, seharusnya perubahan tersebut didasarkan pada data yang valid.
Data tersebut kemudian diproses hingga ditetapkan sebagai daftar pemilih sementara hasil perbaikan (DPSHP) berjumlah 442.526 dengan rincian, yakni metode tempat pemungutan suara luar negeri (TPS LN) berjumlah 438.665, metode kotak suara keliling (KSK) berjumlah 525, dan metode pos berjumlah 3.336.
Pada rapat pleno selanjutnya, PPLN Kuala Lumpur menetapkan DPT berjumlah 447.258 pemilih dengan rincian TPS LN sebanyak 222.945, metode KSK sebanyak 67.945, dan pos sebanyak 156.367.
Ketika ditanya jaksa tentang proses penambahan pemilih untuk metode KSK dan pos, menurut Rizky, hal itu muncul di rapat pleno ketika perwakilan parpol mempertanyakan mayoritas pemilih yang melakukan pencoblosan dengan metode TPS LN.
Jaksa pun menanyai Rizky tentang adanya tekanan parpol sehingga data yang belum dilakukan coklit dimasukkan ke DPS. ”Seingat saya sempat skorsing. Jadi, istilahnya lobi-lobi itu di situ. Sebenarnya bukan lobi-lobi, melainkan saran dan masukan terkait metode KSK,” kata Rizky.
Meski demikian, Rizky menyebut adanya masalah yang timbul akibat penetapan data yang bermasalah tersebut. Salah satunya adalah banyaknya orang yang hadir sebagai daftar pemilih khusus (DPK) di TPS ataupun di titik KSK.
Hal itu sekaligus memunculkan potensi satu orang bisa melakukan pencoblosan lebih dari sekali. Sementara, untuk metode pos, total sebanyak 81.253 surat suara yang dikembalikan ke pengirim dari 155.629 surat suara yang dikirim.
Oleh karena itu, Panwaslu Kuala Lumpur merekomendasikan dilakukannya pemungutan suara ulang dengan dasar data berupa daftar hadir di TPS LN dari orang yang sudah datang dan memilih. Menurut Rizky, data pemilih yang sudah melakukan pemungutan suara sekitar 67.000. ”Iya, hanya 67.000, tidak sampai 400.000-an,” kata Rizky.
Pada kesempatan itu, saksi Arrazi Djafar Efendi selaku Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Panwaslu Kuala Lumpur menyampaikan, perwakilan parpol meminta adanya penambahan pemilih dengan metode pos pada saat rapat pleno. Atas permintaan itu, PPLN Kuala Lumpur berkeras bahwa data pemilih yang dapat dipindahkan hanya di metode KSK.
Menurut Arrazi, permintaan perwakilan parpol tersebut tidak didasarkan pada bukti otentik. Meski demikian, PPLN Kuala Lumpur pun kemudian menetapkan DPT beserta rincian metode pemilihannya juga tanpa bukti otentik.