Alih-alih Menekan PPLN Kuala Lumpur, Partai Politik Justru Mengaku Dilobi
Sosok bernama Hendra disebut menawarkan agar suara dari metode TPS yang digeser ke KSK sebanyak 10.000 pemilih.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tiga pengurus partai politik yang dihadirkan sebagai saksi dalam tindak pidana pemilu di Kuala Lumpur membantah telah menekan Panitia Pemilihan Umum Luar Negeri atau PPLN Kuala Lumpur. Sebaliknya, mereka mengaku dilobi sekretaris PPLN Kuala Lumpur untuk menggeser pemilih dari tempat pemilihan suara atau TPS ke metode kotak suara keliling atau KSK.
”Jadi, kami dilobi sekretaris PPLN (Kuala Lumpur), di tengah skorsing (rapat pleno). Sekretaris PPLN menawarkan seandainya rencana DPT (daftar pemilih tetap) metode tempat pemungutan suara digeser 10.000 ke kotak suara keliling,” kata Ketua Partai Nasdem Malaysia Tengku Adnan.
Hal itu diungkapkan Adnan ketika dihadirkan di sidang tindak pidana pemilu yang terjadi di wilayah kerja PPLN Kuala Lumpur yang dilangsungkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (15/3/2024). Selain Adnan, secara bersamaan dihadirkan pula dua saksi lain secara daring, yakni Saiful Aiman selaku Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Kebangkitan Bangsa Malaysia dan Asfar Misbah selaku Ketua Dewan Perwakilan Luar Negeri Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Sidang dipimpin Buyung Dwikora sebagai ketua majelis hakim dengan didampingi Arlen Veronica dan Budi Prayitno sebagai anggota majelis.
Adapun para terdakwa dalam kasus tersebut adalah Umar Faruk selaku Ketua PPLN Kuala Lumpur beserta para anggota PPLN Kuala Lumpur, yakni Tita Oktavia Cahya Rahayu, Dicky Saputra, Aprijon, Puji Sumarsono, A Khalil, dan Masduki Khamdan Muchamad. Belakangan Masduki diberhentikan sebagai anggota PPLN Kuala Lumpur, sedangkan yang lain berstatus nonaktif.
Menurut Adnan, ketika rapat pleno penetapan daftar pemilih sementara (DPS), partai politik mempertanyakan tentang sedikitnya data penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) yang berhasil dilakukan pencocokan dan penelitian (coklit) oleh Petugas Pemutakhiran Data Pemilih Luar Negeri (Pantarlih LN) Kuala Lumpur. Sebab, dari total 493.856 pemilih di DP4, yang berhasil dilakukan coklit sebanyak 62.000-an atau sekitar 12 persen dari total.
”Dibanding (PPLN) di wilayah kerja lain, bisa coklit hasilnya 70-80 persen, dengan periode yang sama tapi dengan hasil berbeda. Kenapa PPLN Kuala Lumpur bekerja dengan periode yang sama, tapi hasilnya tidak sama, hanya 12 persen,” kata Adnan.
Dibanding (PPLN) di wilayah kerja lain, bisa coklit hasilnya 70-80 persen, dengan periode yang sama tapi dengan hasil berbeda. Kenapa PPLN Kuala Lumpur bekerja dengan periode yang sama, tapi hasilnya tidak sama, hanya 12 persen.
Menurut Adnan, pada saat pleno DPS tersebut, semua perwakilan parpol yang hadir mempertanyakan sedikitnya daftar pemilih yang dilakukan coklit. Namun, Adnan membantah bahwa pada rapat pleno tersebut perwakilan parpol menekan PPLN Kuala Lumpur sehingga menetapkan DPS sebanyak 491.152 pemilih. Penetapan DPS itu disebutnya sepenuhnya keputusan PPLN Kuala Lumpur.
Hal senada diungkapkan Saiful dan Asfar. Menurut Saiful, penetapan DPS itu dilakukan setelah rapat pleno diskors sekitar 40 menit. Setelah rapat pleno kembali dibuka, DPS ditetapkan Ketua PPLN Kuala Lumpur. Baik Saiful maupun Asfar mengaku tidak mengetahui proses hingga akhirnya DPS ditetapkan sebanyak 491.152 pemilih.
Dilobi PPLN Kuala Lumpur
Pada kesempatan itu, Adnan mengungkapkan, pada saat rapat pleno untuk menetapkan DPT, PPLN Kuala Lumpur menyampaikan rencana jumlah DPT yang akan ditetapkan beserta rincian metode pemilihannya. Seingat Adnan, dari jumlah rencana DPT 400.000-an pemilih, sebanyak 270.000-an masuk ke metode tempat pemungutan suara (TPS), kemudian pos sebanyak 156.000-an, dan kotak suara keliling (KSK) sebanyak 17.000-an pemilih.
Menurut Adnan, parpol keberatan dengan jumlah pemilih melalui TPS yang dinilai terlalu banyak. Dari pengalaman pemilu sebelumnya, pemilih yang datang ke TPS hanya di kisaran 36.000. Pada kesempatan itu, parpol mengusulkan agar ada pemilih dengan metode TPS dipindahkan ke metode KSK. Menurut mereka, metode KSK dapat lebih mudah menjangkau tempat tinggal pemilih. Sementara jumlah pemilih dengan metode pos tidak diubah karena dinilai sudah besar.
Hendra disebut menawarkan agar suara dari metode TPS yang digeser ke KSK sebanyak 10.000 pemilih.
Ketika rapat pleno penentuan DPT diskors karena menemui jalan buntu, Adnan mengaku didatangi oleh sekretaris PPLN Kuala Lumpur bernama Hendra. Saat itu, Adnan tengah bersama perwakilan dari Partai Perindo. Pada kesempatan itu, sosok bernama Hendra disebut menawarkan agar suara dari metode TPS yang digeser ke KSK sebanyak 10.000 pemilih. Namun, perwakilan Partai Perindo meminta agar yang digeser ke KSK tidak hanya 10.000 pemilih, melainkan 100.000 pemilih.
Karena masing-masing bersikukuh dengan angka yang ditawarkan, menurut Adnan, dia berinisiatif untuk menawarkan angka berbeda, yakni 50.000 pemilih. Jumlah itu dipilih karena dianggap berada di tengah antara 10.000 dengan 100.000.
”Setelah itu, Hendra masuk ke ruang PPLN Kuala Lumpur. Enggak tahu bicara apa. Setelah itu Ketua PPLN keluar dan rapat dibuka lagi. Kemudian langsung diputus pemilih pos digeser 50.000, jadi KSK dari semula 17.000 ke 67.000 pemilih,” tutur Adnan.
Setelah itu, Hendra masuk ke ruang PPLN Kuala Lumpur. Enggak tahu bicara apa. Setelah itu Ketua PPLN keluar dan rapat dibuka lagi. Kemudian langsung diputus pemilih pos digeser 50.000, jadi KSK dari semula 17.000 ke 67.000 pemilih.
PPLN Kuala Lumpur menetapkan DPT berjumlah 447.258 pemilih dengan rincian TPS LN sebanyak 222.945, metode KSK sebanyak 67.945, dan pos sebanyak 156.367.
Adnan membantah bahwa ada perwakilan parpol yang mendekati dan melobi PPLN Kuala Lumpur pada saat rapat pleno. Ketika ditanya terkait posisinya dalam kontestasi Pemilu 2024, Adnan mengakui, dirinya merupakan calon anggota legislatif dari Partai Nasdem nomor urut 7 yang bertarung di daerah pemilihan DKI Jakarta 2.
Terkait penetapan DPT tersebut, baik Saiful maupun Asfar menyampaikan, keduanya tidak masuk dalam DPT yang ditetapkan PPLN Kuala Lumpur. Keduanya mengatakan, mereka tidak protes kepada PPLN Kuala Lumpur dan memilih untuk diam. ”Ya mau gimana lagi,” ujar Saiful.
Sidang pemeriksaan saksi tindak pidana pemilu masih menyisakan sekitar 14 saksi lagi. Majelis hakim memutuskan untuk melanjutkan sidang pada Senin (18/3/2024) mendatang.