Sekolah Mesti Jadi Rumah Aman, Presiden: Jangan Tutupi Perundungan
Presiden Jokowi menyerukan jangan sampai ada siswa yang ketakutan, tertekan, dan tidak betah di sekolah.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perundungan, kekerasan, serta pelecehan yang marak terjadi di lingkungan sekolah menumbuhkan keprihatinan mendalam. Presiden Joko Widodo mengaku khawatir karena perundungan dan kekerasan ini bahkan telah menimbulkan korban jiwa. Kepala Negara menegaskan bahwa perundungan tak boleh lagi terjadi dan sekolah harus menjadi rumah aman bagi siswa.
”Saya betul-betul sangat khawatir akhir-akhir ini dengan terjadinya kasus bullying, terjadinya kasus perundungan, kasus kekerasan, kasus pelecehan yang bahkan ada yang memakan korban jiwa. Kasus seperti ini tidak boleh terjadi lagi, tidak boleh dibiarkan berlarut dan sekolah harus menjadi safe house,” ujar Presiden Jokowi pada Pembukaan Kongres XXIII Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Tahun 2024 di Jakarta, Sabtu (2/3/2024).
Pembukaan Kongres XXIII PGRI juga dihadiri beberapa menteri Kabinet Indonesia Maju, seperti Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, serta Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo. Kongres juga dihadiri 4.000 guru dari seluruh Tanah Air.
Presiden menuturkan, lingkungan sekolah harus menjadi rumah aman bagi siswa untuk belajar, bertanya, berkreasi, bermain, dan bersosialisasi. ”Jangan sampai ada siswa yang takut, ketakutan di sekolah. Jangan sampai ada siswa yang tertekan di sekolah dan tidak betah di sekolah,” katanya.
Para guru diharapkan bisa menjadi ujung tombak dalam menciptakan lingkungan sekolah yang nyaman dan aman bagi anak-anak. Presiden mendorong agar para guru mengutamakan pencegahan perundungan ataupun tindak kekerasan.
Presiden pun meminta agar jangan menutupi kasus perundungan. ”Harus utamakan hak-hak anak-anak kita, utamanya para korban. Jangan sampai kasus bullying ditutup-tutupi, tapi diselesaikan. Biasanya kasus bullying ini ditutup-tutupi untuk melindungi nama baik sekolah. Saya kira yang baik adalah menyelesaikan dan memperbaiki,” ucapnya.
Presiden juga menegaskan bahwa pendidikan dan pembangunan sumber daya manusia (SDM) sangat penting. Pembangunan SDM harus meliputi sisi fisik, kemampuan, ataupun karakter. Para guru didorong terus membekali para siswa dengan beragam ilmu pengetahuan dan budi pekerti. Lingkungan sekolah yang aman dan nyaman sangat penting untuk mencetak siswa-siswa unggul.
Jangan sampai ada siswa yang takut, ketakutan di sekolah. Jangan sampai ada siswa yang tertekan di sekolah dan tidak betah di sekolah.
Menurut Presiden, Indonesia memiliki kesempatan emas untuk melompat menjadi negara maju dalam tiga periode kepemimpinan nasional ke depan. Hal ini berdasarkan kalkulasi dari perhitungan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), Dana Moneter Internasional (IMF), ataupun Bank Dunia.
Semua lembaga tersebut menghitung dan menyebut Indonesia berpeluang besar melompat menjadi negara maju. Namun, Indonesia harus berhati-hati agar tidak terjebak pada perangkap pendapatan menengah. Lompatan menjadi negara maju harus dilakukan ketika Indonesia mengalami bonus demografi dengan peningkatan kualitas dan produktivitas generasi muda.
Presiden optimistis kolaborasi akan meningkatkan profesionalisme guru. ”Dengan kolaborasi pemerintah dan PGRI, saya yakin kualitas dan profesionalisme guru akan semakin meningkat sehingga menghasilkan generasi muda yang unggul dengan karakter kebangsaan yang kuat ini akan tercapai,” ujarnya.
Dalam sambutannya, Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi menyampaikan aspirasi guru dari berbagai pelosok Tanah Air. Para guru berharap, antara lain, tunjangan profesi guru terus dipertahankan. Selain itu, proses sertifikasi guru dalam jabatan diminta dikembalikan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Hal ini agar prosesnya tidak berbelit-belit.
Para guru juga berharap diberikan ruang luas dalam mendidik siswa. Pendidikan tersebut terutama bertujuan untuk menghindari dampak dari gempuran teknologi luar biasa yang akan berdampak langsung pada perkembangan kepribadian siswa. ”Karena itu, sudah saatnya para guru tidak dililit berbagai persoalan administrasi,” ujar Unifah.