Pascapemalsuan Data, DPT Pemilu Ulang di Malaysia Masih Tunggu Pemutakhiran KPU
Pemilu ulang di Kuala Lumpur direncanakan digelar dengan kotak suara keliling pada 9 Maret dan TPS pada 10 Maret 2024.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di sela-sela rekapitulasi penghitungan suara pemilu presiden dan wakil presiden serta pemilu legislatif di 127 negara, Komisi Pemilihan Umum juga harus mempersiapkan pemungutan suara ulang atau PSU di Kuala Lumpur, Malaysia. PSU di Malaysia direncanakan digelar dengan dua cara. Selain dengan metode Kotak Suara Keliling yang ditargetkan pada 9 Maret 2024, juga dengan metode tempat pemungutan suara pada 10 Maret 2024.
Namun, target itu disebutkan masih bisa berubah sesuai dengan selesainya pemutakhiran daftar pemilih tetap (DPT) Kuala Lumpur yang segera dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pemutakhiran data tersebut sebelumnya juga direkomendasikan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) agar KPU memutakhirkan data pemilih terlebih sebelum digelarnya PSU di Kuala Lumpur.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
”Dalam waktu dekat, KPU akan merilis datanya berkaitan dengan data pemilih yang menggunakan PSU di Kuala Lumpur,” ujar Koordinator Divisi Teknis KPU Idham Holik saat dikonfirmasi, Jumat (1/3/2024), di Jakarta.
Terkait hal itu, Idham menambahkan, bersama dengan anggota KPU lainnya, yaitu M Afifuddin, mereka sebelumnya telah melakukan kunjungan khusus ke Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) di Kuala Lumpur untuk membahas rencana PSU. ”Sebagaimana disampaikan Ketua KPU RI (Hasyim Asy’ari) dalam konferensi pers, benar bahwa saya bersama M Afifuddin melakukan kunjungan khusus ke PPLN Kuala Lumpur. Di sana, kami hanya berdiskusi tentang rencana penyelenggaraan PSU. Jadi, tidak membahas sama sekali berkaitan dengan proses hukum,” tutur Idham.
Setelah kunjungan itu, KPU kemudian menonaktifkan tujuh PPLN Kuala Lumpur dan mengambil alih kinerja penyelenggara ad hoc pemilu tersebut untuk melaksanakan PSU.
PSU di Malaysia direncanakan digelar dengan dua cara. Selain, dengan metode Kotak Suara Keliling (KSK) yang ditargetkan pada 9 Maret 2024, juga dengan metode tempat pemungutan suara (TPS) pada 10 Maret 2024.
Anggota Komisi Pemilihan Umum, Idham Holik, saat ditemui sebelum rapat pleno pembahasan hasil verifikasi faktual di Jakarta, Selasa (8/11/2022). Idham menyampaikan, verifikasi faktual sembilan parpol di tingkat provinsi dan kapupaten/kota berlangsung lancar.
Tujuh PPLN Malaysia jadi tersangka
Sementara itu, sebagaimana dikutip dari Kompas.com,Kamis(29/2/2024), Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaaan tindak pidana pemilihan umum (pemilu) di Kuala Lumpur. Menurut Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrin Polri Brigjen (Pol) Djuhandhani Rahardjo Puro, penetapan tersangka didasarkan pada gelar perkara yang telah dilakukannya sehari sebelumnya, yakni pada 28 Februari 2023.
Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaaan tindak pidana pemilihan umum (pemilu) di Kuala Lumpur.
Kasus ini sebelumnya ditindaklanjuti Bareskrim Polri berdasarkan laporan polisi Nomor LP/B/60/II/2024/SPKT/Bareskrim Polri tanggal 20 Februari 2024. Djuhandhani menyampaikan, para tersangka diduga memalsukan data dan daftar pemilih pada Pilpres 2024. Mereka juga diduga menambah jumlah DPT yang sudah ditetapkan.
Ketujuh tersangka itu disebutkan akan dijerat dengan Pasal 545 dan/atau Pasal 544 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang menyatakan dugaan tindak pidana pemilu berupa dengan sengaja menambah atau mengurangi daftar pemilih dalam pemilu setelah ditetapkannya DPT dan/atau dengan sengaja memalsukan data dan daftar pemilih. Polisi tidak merinci siapa ketujuh tersangka anggota PPLN di Kualumpur tersebut.
Sebelum bertolak ke Tanah Air seusai melakan rangkaian kunjungan kerja ke Uni Emirat Arab dan Arab Saudi, Wakil Presiden Ma’ruf Amin sempat meninjau Sekretariat Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Jeddah di Kompleks Konsulat Jenderal Republik Indonesia Jeddah, di Jeddah, Arab Saudi, Rabu (7/2/2024). Pada kesempatan ini, Wapres mengecek secara langsung kesiapan PPLN Jeddah dalam melaksanakan pemungutan suara Pemilihan Umum 2024 bagi warga negara Indonesia di Arab Saudi.
Temuan surat suara direndam
Sementara itu, saat rekapitulasi penghitungan suara untuk pemilu di Jeddah, Arab Saudi, di gedung KPU RI, Ketua KPU Hasyim Asy’ari sempat menanyakan perihal kejadian surat suara yang direndam di air oleh PPLN Jeddah. Ia meminta PPLN Jeddah menjelaskan duduk perkara kejadian tersebut.
Menurut anggota PPLN Jeddah Mukarrohmah, perendaman surat suara itu terjadi pada saat hari pemungutan dan penghitungan suara sekitar pukul 03.00 pagi. Posisinya, para Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Luar Negeri, Panitia Pengawas (Panwas) Luar Negeri, dan saksi dinilai sudah bekerja lebih dari 15 jam.
Perendaman surat suara itu terjadi pada saat hari pemungutan dan penghitungan suara sekitar pukul 03.00 pagi. Posisinya, para Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Luar Negeri, Panitia Pengawas (Panwas) Luar Negeri, dan saksi dinilai sudah bekerja lebih dari 15 jam.
Disebutkan, di TPS 1 dan TPS 2 ada surat suara yang tidak digunakan. Desakan dari saksi yang ingin memusnahkan dengan dasar kepercayaan supaya mereka yakin surat suara itu tidak digunakan lagi membuat KPPS LN menyetujui usulan itu.
”Akhirnya, desakan saksi jam setengah 3 pagi, dengan kondisi kami semua yang lelah membuat itu (surat suara direndam di air) terjadi,” ujar Mukarrohmah.
Ketua PPLN Jeddah Yasmin Andriyansyah menambahkan, ada dua momen kejadian saat pemungutan suara di TPS Jeddah. Momen pertama adalah perendaman atau pembahasan sisa surat suara. Kemudian, pada pagi hari berikutnya, sebagian ibu-ibu yang diminta dari selter Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) untuk membersihkan surat suara yang direndam tersebut.
Hasyim kemudian menanyakan lebih jauh kejelasan informasi tersebut.
”Jadi bukan Ibu-ibu yang merendam, ya? (Tapi), membersihkan. Setelah itu direndam yang punya kewenangan surat suara tidak digunakan lalu disilangkan KPPS. Pertanyaannya yang merendam siapa? Bukan KPPS, ya?” tanya Hasyim.
Jadi bukan ibu-ibu yang merendam, ya? (Tapi), membersihkan. Setelah itu direndam yang punya kewenangan surat suara tidak digunakan lalu disilangkan KPPS. Pertanyaannya yang merendam siapa? Bukan KPPS, ya?
Yasmin menegaskan, yang merendam surat suara itu bukanlah KPPS. KPPS sudah melakukan penanganan surat suara yang tidak digunakan sesuai dengan aturan yang berlaku. Surat suara itu diberi tanda silang. Namun, karena saksi tidak percaya kalau surat suara itu tidak akan digunakan lagi, saksi kemudian merendam surat suara itu.
Surat suara yang sudah direndam itu, lanjut Yasmin, kemudian dibiarkan di TPS. Pada pagi harinya, KJRI memutuskan untuk membersihkan dengan meminta petugas selter di Jeddah untuk memasukkan ke kantong sampah hitam kemudian dibuang ke tempat sampah. Perendaman surat suara di TPS Jeddah itu juga disaksikan oleh Panwas Luar Negeri di Jeddah.
Menyalahi prosedur
Konsekuensinya hukumnya sebetulnya berkaitan dengan sanksi administrasi karena telah melanggar tata cara prosedur. Namun, jika ditemukan unsur-unsur kesengajaan atau unsur lain yang berkaitan dengan pidana pemilu, tentu ini bukan hanya sekadar masalah tata cara dan prosedur semata.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Pelrudem), Ihsan Maulana, berpandangan, perendaman surat suara menyalahi prosedur karena ada tata cara untuk memusnahkan surat suara. Keabsahan dokumen untuk pemusnahan surat suara pun juga harus tercatat dalam berita acara yang dihadiri oleh Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan pemangku kebijakan lainnya untuk mengawasi proses pemusnahan tersebut.
”Konsekuensinya, hukumnya sebetulnya berkaitan dengan sanksi administrasi karena telah melanggar tata cara prosedur. Namun, jika ditemukan unsur-unsur kesengajaan atau unsur lain yang berkaitan dengan pidana pemilu, tentu ini bukan hanya sekadar masalah tata cara dan prosedur semata,” ujar Ihsan.
Ia menambahkan, jika perbuatan tersebut berdampak pada hilangnya hak pilih seseorang atau diwarnai dengan pencoblosan surat suara atau berkaitan hak pilih dan melanggar prinsip kemurnian suara, tentu bisa saja Bawaslu merekomendasikan pelaksanaan PSU. (DEA)