Masa Depan Demokrat setelah AHY Masuk Kabinet
Kembalinya Demokrat ke pemerintahan menjadi momentum bagi partai yang dipimpin AHY itu untuk mengulang masa keemasannya.
Sejak berdiri pada 2001, partai yang didirikan Susilo Bambang Yudhoyono itu pernah merasakan menjadi partai penguasa, dan juga pernah menjadi partai oposisi. Pemilu pertama setelah partai berdiri, yakni Pemilu 2004, menjadi jalan partai untuk merasakan langsung bagian dari penguasa.
Popularitas SBY kala itu berhasil membawa Demokrat, yang masih berstatus partai baru, menembus ambang batas parlemen dengan raihan suara 7,88 persen. Bahkan, partai ini menjadi bagian dari gerbong partai politik pendukung pemerintah setelah SBY terpilih sebagai presiden.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Kiprah Demokrat pun kian moncer pada pemilu keduanya. Raihan suaranya menjulang hingga akhirnya bisa memenangi Pemilu 2009. Tak hanya itu, SBY juga kembali memenangi pemilihan presiden pada tahun yang sama. Ini sekaligus menjadi puncak kejayaan partai berlambang bintang mercy tersebut.
Meski demikian, kekuasaan tampaknya menggelapkan mata sejumlah petinggi Demokrat. Dalam waktu berdekatan, mereka terjerat kasus korupsi. Tak tanggung-tanggung sampai pucuk pimpinan di Demokrat yang kala itu dijabat Anas Urbaningrum. Kasus korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang yang menjerat sejumlah elite Demokrat itu tak pelak menggerus suara Demokrat pada Pemilu 2014. Apalagi, terungkapnya kasus itu tak lama sebelum pemilu digelar.
Suara Demokrat yang pada Pemilu 2009 mencapai 20,85 persen suara tergerus sangat dalam, hingga tersisa 10,19 persen suara pada Pemilu 2014. Demokrat pun terpental dari Istana setelah calon presiden-wakil presiden yang mereka jagokan pada 2014, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, kalah dari pesaingnya, Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Jadilah Demokrat berada di luar pemerintahan pada periode pertama pemerintahan Jokowi. Peran oposisi pun dijalankan. Namun, hal itu tak mampu menggenjot raihan suara Demokrat pada Pemilu 2019. Apalagi, tahun 2019, jagoan Demokrat pada pemilihan presiden, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, kembali kalah. Total suara yang diraih partai ini pun terus menurun pada Pemilu 2014 hingga tinggal 7,77 persen, dan kembali menempatkan Demokrat di papan tengah partai-partai yang lolos ke parlemen.
Demokrat pun kembali di luar pemerintahan hingga akhirnya delapan bulan menjelang periode kedua pemerintahan Jokowi diberikan kesempatan oleh Presiden Jokowi untuk kembali masuk. Dinamika Pemilihan Presiden 2024, di mana Jokowi merenggang jaraknya dengan PDI Perjuangan, membuka jalan mulus bagi Demokrat yang merupakan rival dari PDI-P untuk masuk ke dalam lingkaran Istana.
Pada Rabu (21/2/2024), Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono dilantik sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertahanan Nasional oleh Presiden Jokowi. Dipercayanya Agus menandakan kembalinya Demokrat ke lingkaran Istana sekaligus masuk dan menjadi bagian dari gerbong koalisi partai politik pendukung pemerintahan Jokowi.
”Terima kasih! Demokrat secara resmi hari ini kembali berperan di pemerintahan, mengakhiri semua perjalanan kami selama ini, dan insya Allah bukan hanya delapan bulan terakhir, tetapi lima tahun, 10 tahun, dan berikutnya, Demokrat selalu akan berkontribusi untuk kemajuan negeri,” ujar AHY, Rabu.
Menghapus stereotipe AHY
Dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam, berpandangan, meskipun hanya menjabat delapan bulan, AHY akan bisa mendapatkan double portofoliodi pemerintahan pada tahun 2024 ini. Pertama sebagai Menteri ATR/BPN, dan pada Oktober 2024 nanti akan menjadi menteri baru di kabinet Prabowo-Gibran jika dinyatakan menang secara sah oleh KPU.
”Hal ini akan menghapus semua cibiran tentang stempel 'tidak berpengalaman' yang selama ini distereotipekan ke AHY,” tutur Umam.
Bahkan, posisi AHY yang menggantikan posisi mantan Panglima TNI Marsekal (Purn) Hadi Tjahjanto atau jenderal berbintang empat ini diyakini bakal pula menghapus stereotipe yang selama ini membayangi AHY berpangkat mayor TNI. ”Ini menjadi bukti akselerasi bagi AHY pasca-keputusannya masuk ke dunia politik,” ucapnya.
Demokrat memang terus berpeluang melanjutkan kontribusinya bagi negeri dari dalam pemerintahan setelah pada Pilpres 2024, capres-cawapres yang diusungnya, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, unggul suara dan terpaut jauh dari kontestan lainnya berdasarkan hasil hitung cepat sejumlah lembaga. Setidaknya, jika hasil resmi penghitungan suara KPU kelak selaras dengan hasil hitung cepat, Demokrat bisa terus melanjutkan kiprahnya berada dalam pemerintahan hingga 2029.
Bagaimana selanjutnya?
Menurut peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati, hal itu sangat bergantung pada kiprah kader Demokrat yang kelak berada dalam kabinet, juga kinerja anggota legislatif Demokrat, dan partai itu sendiri. Namun, dengan sorotan publik lebih banyak kepada pemerintah, sangat besar arti penting dari kiprah para menteri asal Demokrat nanti untuk bisa mengembalikan kejayaan partai itu.
”Apalagi, Demokrat di bawah komando AHY tentu ingin mengoreksi kesalahan sebelumnya,” ucap Wasisto.
Tak sebatas itu, jika semua elemen tersebut bisa menunjukkan kinerjanya yang optimal, terbuka peluang bagi siapa pun kader Demokrat untuk melaju menjadi salah satu kontestan di Pilpres 2029. Jika berhasil, efek ekor jas memungkinkan diraih Demokrat dari sosok kader yang maju di pilpres.
Dalam hal ini, kesempatan lebih besar tentu terbuka bagi Agus Harimurti karena posisinya sebagai Ketua Umum Demokrat. Menjelang Pilpres 2024, namanya pun sudah kerap muncul dalam bursa figur potensial capres/cawapres berdasarkan hasil survei sejumlah lembaga.
Untuk itu, menurut Wasisto, sangat penting bagi Demokrat memastikan kesalahan fatal yang terjadi menjelang Pemilu 2014 tak kembali terulang. ”Kasus korupsi yang melibatkan petinggi Demokrat kala itu harus jadi pelajaran berharga agar tak terulang,” katanya.
Terlebih lagi masih tingginya approval ratingJokowi, perhatian publik secara garis besar tentu lebih tertuju ke pemerintah daripada oposisi. Terlebih lagi pula belum ada terobosan alternatif pandangan yang ditawarkan oleh oposisi. ”Oposisi lebih banyak (menyampaikan) kritikan. Maka itu, bergabung ke koalisi adalah langkah strategis,” ujar Wasisto.
Selain itu, kunci lainnya untuk Demokrat agar bisa kembali ke puncak kejayaan dari sisi elektoral adalah memberikan dukungan penuh untuk Prabowo-Gibran dalam membentuk pemerintahan baru. Di sisi lain, pembenahan internal juga dibutuhkan, mulai dari rekrutmen kader calon anggota legislatif hingga evaluasi pemetaan basis elektoral.
”Saya pikir, adaptasi dengan isu politik yang berkembang, juga segmen pemilih, pun penting,” kata Wasisto.
(APA)