Presiden Jokowi Sebut Hak Angket sebagai Hak Demokrasi
Presiden nilai hak angket kecurangan pemilu tak masalah. Tim Amin dan Ganjar-Mahfud pun berkomunikasi ungkap kecurangan.
JAKARTA, KOMPAS —Presiden Joko Widodo menilai tidak menjadi masalah kalau ada calon presiden yang membuka komunikasi dengan partai-partai politik pendukung calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan, dan mendorong hak angket di DPR terkait dengan tudingan kecurangan Pemilu 2024.
”Ya itu hak demokrasi, enggak apa-apa, kan?” ujar Presiden balik bertanya kepada wartawan yang menanyakan tanggapannya terkait usulan hak angket oleh capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo, dalam sesi wawancara cegat seusai peringatan Hari Pers Nasional 2024 di Jakarta, Selasa (20/2/2024).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Ketika ditanya kemungkinan hak angket ini menggagalkan kemenangan capres Prabowo Subianto dan calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka, Presiden Jokowi tak menjawab.
Sehari sebelumnya, Ganjar Pranowo menyebutkan kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Karena itu, dugaan kecurangan ini perlu disikapi dan partai-partai politik pengusung baik pengusung pasangan calon Ganjar-Mahfud MD maupun pengusung paslon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Ia pun akan membuka komunikasi dan mengajak menggunakan hak angket di DPR untuk menyelidiki dugaan adanya kecurangan pemilu 14 Februari.
Baca juga: Presiden Membolehkan Kampanye, Wapres Tegaskan Tidak Memihak
Parpol pengusung Ganjar-Mahfud hanya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Adapun Partai Hanura dan Perindo saat ini tak ada di parlemen. Adapun parpol pengusung Anies-Muhaimin adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasdem, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). ”Karena itu, perlu membuka pintu komunikasi dengan partai pendukung Anies-Muhaimin,” kata Ganjar dalam keterangan tertulisnya.
Ya itu hak demokrasi, enggak apa-apa, kan?
Masalah besar kecurangan pra-TPS
Sebelumnya, Tim Hukum Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar akan menempuh jalur hukum setelah menemukan adanya indikasi kecurangan pemilu yang terjadi di berbagai daerah sejak sebelum pencoblosan. Saat ini, tim terus mengumpulkan fakta dan bukti-bukti kecurangan yang diindikasikan melibatkan pimpinan negara, penyelenggara pemilu, aparat penegak hukum, serta kepala desa. (Kompas.id, 20/2/2024)
Untuk mematangkan langkah tersebut, Tim Hukum Nasional Anies-Muhaimin (THN Amin) menggelar rapat khusus membahas perihal kecurangan pada Selasa (20/2/2024). Rapat yang digelar di Posko THN Amin di Jakarta itu dipimpin langsung oleh capres nomor urut 1, Anies Baswedan. Rapat juga dihadiri cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar; Kapten Timnas Amin, Muhammad Syaugi Alaydrus; Ketua Umum THN Amin, Ari Yusuf Amir; serta jajaran anggota THN Amin.
Seusai rapat, Anies mengungkapkan bahwa problem terbesar bukan terjadi saat pencoblosan di tempat pemungutan suara (TPS). ”Problem terbesar justru ditemukan dalam kegiatan-kegiatan pra-TPS. Kegiatan yang membuat aktivitas di TPS itu dipengaruhi dan tidak mencerminkan aspirasi rakyat yang semula ada. Ini temuan yang paling mendasar,” tuturnya.
Problem terbesar justru ditemukan dalam kegiatan-kegiatan pra-TPS. Kegiatan yang membuat aktivitas di TPS itu dipengaruhi dan tidak mencerminkan aspirasi rakyat yang semula ada. Ini temuan yang paling mendasar.
Tim hukum di seluruh provinsi, ujar Anies, menemukan banyak aktivitas yang bertujuan untuk memengaruhi pemilih sebelum memberikan suara pada hari pencoblosan. Akibatnya, para pemilih memberikan suara tidak sesuai dengan keinginan mereka.
Tindakan tersebut dikhawatirkan akan berdampak pada menurunnya kualitas demokrasi di Indonesia. ”Dalam temuan kami justru sebagian bukan aspirasi rakyat di TPS, sebagian adalah aspirasi yang dipaksakan kepada rakyat. Praktik ketidakjujuran ini mengganggu demokrasi kita,” ujar Anies.
Ia berharap penyelenggara pemilu dapat menjaga integritas. Sebab, syarat penting demokrasi adalah kepercayaan. Selain itu, KPU ataupun Bawaslu juga diharapkan menghormati semua laporan dugaan kecurangan karena demokrasi yang baik tecermin dari penyelenggaraan pemilu yang bersih dan jujur.
Dalam temuan kami justru sebagian bukan aspirasi rakyat di TPS, sebagian adalah aspirasi yang dipaksakan kepada rakyat. Praktik ketidakjujuran ini mengganggu demokrasi kita.
”Kami berkumpul di sini kami mendengarkan, nanti sesudah lengkap pada waktunya akan ada langkah berikutnya. Kami tidak gegabah, kami tidak akan menyampaikan informasi sekadar memberikan kontroversi. Jadi kami ingin menghadirkan pemilu, pilpres yang berkualitas yang penuh dengan nilai kejujuran,” tutur Anies.
Hakim MK diminta buat terobosan
Tim Pembela Demokrasi dan Keadilan (TPDK) Ganjar Pranowo-Mahfud MD mengakui, tidak mudah untuk membuktikan kecurangan dan intervensi kekuasaan dalam Pemilihan Presiden 2024. Mayoritas masyarakat atau kepala desa yang ditemui merasa ketakutan untuk mengungkap hal tersebut. Karena itu, TPDK berharap hakim Mahkamah Konstitusi dapat membuat terobosan pembuktian dan nantinya tidak kaku dalam membuat keputusan yang adil. (Kompas,id 20/2/2024)
Memang polisinya berani mengaku kalau diperintah atasan? Kan, enggak juga.
Ketua TPDK Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (20/2/2024), mengatakan, persyaratan pembuktian kecurangan pilpres secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) bukan hal yang mudah. Jika bicara mengenai intervensi kekuasaan, misalnya, hal itu mesti dibarengi bukti yang kuat. Padahal, mereka yang mendapat intervensi kekuasaan kerap kali khawatir untuk bersuara.
”Misalnya, kepala desa yang diperintah atasan, mana mungkin kepala desa berani ngomong? Lalu, kita bicara ada keterlibatan polisi menekan pemilih. Nah, itu membuktikannya bagaimana? Memang polisinya berani mengaku kalau diperintah atasan? Kan, enggak juga,” ujar Todung.
Kemudian, tim juga sebenarnya mendapati laporan soal sejumlah penjabat kepala daerah yang memberikan arahan kepada para kepala dinas untuk mendukung pasangan calon tertentu. Tak hanya itu, sebuah surat kabar nasional juga pernah mengungkap Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sedang memberikan arahan serupa kepada penyuluh-penyuluh agama.
Ini momentum bagi MK jika ingin memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi MK yang sudah rusak karena campur tangan kekuasaan, terutama akibat Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
”Hal-hal semacam itu, kan, tercium baunya, tetapi tidak terlihat. Kayak kepala desa di Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara, kan, ada videonya. Tetapi, ketika kami menginvestigasi ke Batu Bara, itu yang hadir di acara itu, saat kami wawancara, malah ketakutan. ’Jangan sebut nama saya. Saya tidak mau dilibatkan.’ Jadi, bagaimana kami dapat saksinya?” ungkap Todung.
Baca juga: Wapres: Semua Kontestan Harus Bermain Bersih
Todung menuturkan, timnya sudah berkeliling ke sejumlah daerah untuk memperkuat bukti-bukti pelanggaran tersebut. Bahkan, timnya juga sudah mencoba mengajak sejumlah pihak yang mengalami tindakan pelanggaran tersebut. Namun, mereka menolak menjadi saksi di persidangan MK nanti. ”Jadi, gimana mereka mau ditampilkan sebagai saksi. Memang tidak mudah,” katanya.
Menurut Todung, semua ini tergantung pada paradigma hakim MK, yakni sejauh mana hakim MK menggunakan standar pembuktian yang tidak kaku. Selain itu, sejauh mana hakim MK membuat terobosan pembuktian. ”Ini momentum bagi MK jika ingin memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi MK yang sudah rusak karena campur tangan kekuasaan, terutama akibat Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023,” katanya.