Surya Paloh Dinilai sebagai Tokoh Kunci Gaet Gerbong Oposisi
Pertemuan dengan Ketum Nasdem Surya Paloh dinilai sebagai bagian dari politik akomodasi yang disiapkan Presiden Jokowi.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengaruh Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dinilai bisa menjadi kunci untuk mengajak gerbong Koalisi Perubahan bergabung ke pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka ke depan. Hal itu ditengarai menjadi pertimbangan utama bagi Presiden Joko Widodo untuk menemui Surya beberapa hari setelah Pemilu 2024 sebelum bertemu dengan elite partai politik lainnya.
Meski demikian, upaya menggabungkan kekuatan lawan politik seusai Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 diprediksi tidak mudah. Sebab, tak hanya memiliki kekuatan suara yang relatif kuat, koalisi pengusung pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD juga cenderung mendapatkan dukungan dari masyarakat sipil untuk meneruskan gerakan prodemokrasi.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Direktur Algoritma Research and Consulting Aditya Perdana saat dihubungi dari Jakarta, Senin (19/2/2024), mengatakan, langkah Presiden Joko Widodo bertemu dengan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh di Istana Kepresidenan, Minggu (18/2/2024) malam, tidak bisa dilepaskan dari konteks Pilpres 2024.
Setelah hasil hitung cepat berbagai lembaga menunjukkan kemenangan untuk pasangan calon nomor urut 2, Prabowo-Gibran, ada kecenderungan Jokowi berperan untuk mengakomodasi elite politik dari semua kubu untuk merangkul mereka ke koalisi pemerintahan nantinya.
Sekalipun masa jabatannya akan berakhir pada Oktober mendatang, peran tersebut dinilai hanya bisa dilakukan oleh Jokowi. Rekam jejak dan pengaruh Jokowi dalam mengakomodasi banyak kepentingan elite pascapilpres dinilai masih berpengaruh kuat.
”Jokowi adalah sosok yang bisa merangkul semua kelompok elite. Itu kelebihan yang tidak dimiliki politisi lain, termasuk Prabowo,” kata Aditya.
Dalam konteks tersebut, menurut dia, Surya memiliki posisi penting sehingga dijadikan tokoh yang paling awal ditemui oleh Jokowi. Ketua Umum Nasdem itu tidak hanya bisa membawa partainya masuk ke koalisi pemerintahan 2024-2029, tetapi juga berkomunikasi dengan partai-partai politik (parpol) lain ke gerbong yang sama.
Saat ini, Nasdem merupakan bagian dari Koalisi Perubahan, bersama dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mengusung pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Posisi Koalisi Perubahan pun dinilai lebih krusial untuk dirangkul lebih awal dibandingkan kubu pengusung pasangan calon nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Sebab, sejak masa pembentukan koalisi sebelum pendaftaran calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) beredar kabar adanya upaya untuk menghambat koalisi tersebut.
”Wajar jika Jokowi merangkul 01 lebih dulu, karena selama ini juga mereka bersuara lebih keras mengkritik pemerintah dan kubu 02,” ujar Aditya.
Adapun yang dimaksud dengan merangkul dilihat terkait dengan upaya untuk memuluskan hasil Pemilu 2024. Apalagi, Jokowi menyatakan bahwa dirinya ingin menjadi jembatan bagi semua pihak terkait Pilpres 2024. ”Ketika Jokowi sudah bicara jembatan, artinya politik akomodasi sudah disiapkan,” kata Aditya.
Kendati demikian, menurut dia, langkah untuk mengajak kubu 01 masuk ke koalisi pemerintahan bukan hal mudah. Selain terkait parpol, koalisi ini juga dipengaruhi kuat oleh sosok Anies Baswedan yang selama ini konsisten dengan wacana perubahan. Isu netralitas aparat agar pemilu berlangsung secara jujur dan adil yang kerap dikemukakan juga mendapatkan dukungan dari kelompok prodemokrasi, mulai dari akademisi hingga masyarakat sipil.
Akan tetapi, tidak mudah pula untuk memastikan seluruh parpol anggota Koalisi Perubahan menjadi oposisi. ”Di sisi lain, mungkin sulit bagi Nasdem dan PKB untuk menjadi oposisi karena kedua partai ini belum pernah berada di luar pemerintahan. Hanya PKS yang relatif tidak ada hambatan untuk menjadi oposisi. Karena itu, posisinya akan sulit,” kata Aditya.
Ia menambahkan, jika melihat hasil hitung cepat, perolehan suara parpol di Pemilu 2024 relatif tak terpaut jauh. Jika Jokowi mampu menggaet Nasdem dan PKB, mewujudkan koalisi pemerintahan yang dominan akan lebih mudah.
Ditemui seusai meresmikan Rumah Sakit Pusat Pertahanan Negara (RSPPN), Jakarta, Senin pagi, Jokowi mengatakan, pertemuan dengan Surya merupakan pertemuan politik biasa. Dalam pertemuan tersebut dirinya dan Surya membicarakan persoalan politik biasa.
Akan tetapi, Presiden tidak menjawab saat ditanyakan apakah dirinya mengundang Surya atau Surya meminta waktunya untuk bertemu. Sebab, para elite Nasdem menegaskan, Presiden yang mengundang Surya untuk datang ke Istana.
Jokowi hanya menyebut dirinya berperan sebagai penghubung walaupun ia juga tidak mendetailkan penghubung antara siapa dan siapa yang dimaksud.
”Nanti kalau sudah final akan kami, nanti…. Tapi, itu sebetulnya, saya itu, kan, hanya (jadi) jembatan. Yang penting nanti partai-partai. Partai-partai,” kata Jokowi.
Saat ditanya apakah jembatan yang dimaksud menghubungkan antara Nasdem dan Prabowo, Jokowi menjawab singkat. ”Ya semuanya. Saya ingin menjadi jembatan untuk semuanya. Urusan politik itu urusan partai,” ujar Jokowi.
Sebelumnya, Jokowi dan Surya bertemu empat mata di Istana Kepresidenan pada Minggu malam. Keduanya bertemu sekitar satu jam. Sejak 2019, Nasdem merupakan bagian dari koalisi pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Namun, hubungan Jokowi dan Surya dikabarkan merenggang karena Nasdem memilih untuk mengusung Anies-Muhaimin.
Meski Presiden tak pernah mendeklarasikan preferensi resminya pada Pilpres 2024, sejumlah pihak melihat bahwa gerak-gerik Jokowi menunjukkan keberpihakan kepada pasangan nomor urut 2. Gibran Rakabuming Raka yang merupakan pasangan Prabowo adalah putra sulung Jokowi.
Gibran bisa menjadi cawapres setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang batas usia capres dan cawapres yang kontroversial. Saat itu, MK dipimpin oleh Anwar Usman yang tidak lain adalah adik ipar Jokowi atau paman Gibran.