logo Kompas.id
Politik & Hukum”Cooling System” dari Polda...
Iklan

”Cooling System” dari Polda Jateng Dinilai sebagai Bentuk Intimidasi ke Kalangan Akademisi

KIKA mendorong para pihak untuk menghormati proses demokrasi dan prinsip-prinsip kebebasan akademik.

Oleh
DENTY PIAWAI NASTITIE
· 4 menit baca
Para guru besar, alumni, dan warga Universitas Indonesia (UI) menyampaikan deklarasi kebangsaan terkait kondisi terkini menjelang Pemilu 2024 di Kampus UI, Depok, Jawa Barat, Jumat (2/2/2024).
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Para guru besar, alumni, dan warga Universitas Indonesia (UI) menyampaikan deklarasi kebangsaan terkait kondisi terkini menjelang Pemilu 2024 di Kampus UI, Depok, Jawa Barat, Jumat (2/2/2024).

JAKARTA, KOMPAS — Program ”Cooling System” yang dikeluarkan oleh Kepolisian Daerah Jawa Tengah untuk meminta video testimoni positif mengenai kepemimpinan Presiden Joko Widodo dinilai sebagai bentuk intimidasi kepada guru besar, dosen, rektor, mahasiswa, dan kalangan akademisi. Padahal, Indonesia merupakan negara demokratis. Pemerintah dan penegak hukum seharusnya mendukung kebebasan berkumpul dan berpendapat yang dilakukan oleh perwakilan akademisi dan masyarakat sipil.

Kekhawatiran akan semakin tebalnya represi dan pembungkaman terhadap dunia kampus disampaikan sejumlah dosen, ahli hukum, politik, dan tata negara, yang tergabung dalam Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik (KIKA), melalui pertemuan daring, Rabu (7/2/2024). Mereka mendorong agar intimidasi dan represi kepada masyarakat dihentikan.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman dan anggota KIKA, Herdiansyah Hamzah, mengatakan, program Cooling System yang dikeluarkan oleh Polda Jateng merupakan tanda bahwa Pemerintah Indonesia di bawah Presiden Joko Widodo menunjukkan wajah rezim otoritarian.

”Di bawah rezim otoritarian, kritik direspons dengan initimidasi. Meminta testimoni (positif) kepada dosen adalah bagian dari upaya intimidatif. Ketika kekuasaan merespons kritik intimidatif, ini pertanda jelas bagian dari rezim otoratarian,” ujarnya.

Ia mengatakan, melalui program Cooling System aparat penegak hukum ingin bersikap seolah-olah permintaan video testimoni bukanlah bentuk intimidasi, melainkan upaya menjaga keamanan. Padahal, meminta opini di tengah gelombang kampus-kampus yang sedang bersuara lantang adalah bentuk pembungkaman terhadap masyarakat.

Baca juga: Diminta Buat Video Apresiasi Kinerja Presiden, Rektor Unika Soegijapranata Menolak

Tuduhan bahwa pernyataan dosen dan kampus sebagai sebuah orkestrasi untuk kepentingan politik tertentu juga dinilai tidak tepat mengingat yang sedang diperjuangkan adalah kebebasan dan kepentingan masyarakat. ”Munculnya pernyataan-pernyataan tandingan di tempat berbeda, dengan templates yang sama adalah yang sebenarnya bentuk orkestrasi kekuasaan untuk meredam opini,” ujarnya.

Opini dan penyataan sikap sebenarnya adalah dinamika wajar dalam masyarakat demokratis.

Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Ova Emilia membacakan seruan moral para rektor dan pimpinan perguruan tinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terkait Pemilu 2024, Sabtu (17/9/2022) sore, di depan Balairung UGM, Kabupaten Sleman, DIY. Total ada 32 perguruan tinggi di DIY yang ikut menandatangani seruan moral.
KOMPAS/HARIS FIRDAUS

Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Ova Emilia membacakan seruan moral para rektor dan pimpinan perguruan tinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terkait Pemilu 2024, Sabtu (17/9/2022) sore, di depan Balairung UGM, Kabupaten Sleman, DIY. Total ada 32 perguruan tinggi di DIY yang ikut menandatangani seruan moral.

Wujud kepanikan pemerintah

Dekan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Sigit Riyanto menilai, selain menunjukkan bentuk otoritarianisme, sikap yang disampaikan oleh Pemerintah Indonesia adalah bentuk kepanikan dalam menyikapi kritik dari masyarakat. ”Opini dan penyataan sikap sebenarnya adalah dinamika wajar dalam masyarakat demokratis,” katanya.

Apa yang dilakukan polisi dalam mengintimidasi rektor dan dosen yang sedang memberikan pernyataan kritis dinilai tidak sejalan dengan napas kebebasan berekspresi dan berpendapat. Ia bahkan menyamakan sikap tersebut dengan akhir masa Orde Baru di mana intimidasi dan sikap represi terhadap masyarakat menguat.

Iklan

”Pada masa akhirnya orde baru atau sekitar tahun 1997, Ketua Umum DPP Golongan Karya (Golkar) Harmoko melakukan penggalangan opini untuk dukung Soeharto. Ini modus yang tidak jauh berbeda dan menunjukkan aparat negara tidak bijak dalam merepons apa yang terjadi di masyarakat demokratis,” tuturnya.

Hingga saat ini, sejumlah kampus telah memberikan seruan dan pernyataan sikap mengenai penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil. Sejumlah kampus yang memberikan pernyataan sikap antara lain UI, UGM, UII, IPB University, Unpad, Unair, dan UB. Namun, pernyataan sikap itu diikuti dengan upaya intervensi yang sistematis.

Pada Selasa (6/2/2024), Rektor Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Ferdinandus Hindiarto mengaku sempat diminta membuat video yang bertujuan mengapresiasi kinerja Presiden Joko Widodo oleh seseorang yang mengaku polisi. Namun, Ferdinandus menolak karena permintaan itu dinilai tidak sesuai dengan sikap universitas tersebut.

Kabid Humas Polda Jateng Komisaris Besar Stefanus Satake Bayu kemudian buka suara soal permintaan video testimoni kepada sejumlah rektor di Jawa Tengah, termasuk Rektor Universitas Katolik Soegijapranata. Satake menegaskan, permintaan video itu merupakan upaya program Cooling System dari para tokoh dan akademisi untuk mengampanyekan pemilu damai dan menjaga kondusivitas menjelang hari pencoblosan pemilu serentak (Kompas.com, 7/2/2024).

Para mahasiswa dari BEM UNS melakukan aksi unjuk rasa perihal situasi demokrasi terkini, di Rektorat UNS, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Rabu (7/2/2024). Mahasiswa justru mendahului menyatakan sikapnya menanggapi kemunduran demokrasi dibandingkan para pimpinan kampus.
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO

Para mahasiswa dari BEM UNS melakukan aksi unjuk rasa perihal situasi demokrasi terkini, di Rektorat UNS, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Rabu (7/2/2024). Mahasiswa justru mendahului menyatakan sikapnya menanggapi kemunduran demokrasi dibandingkan para pimpinan kampus.

Tolak berbagai bentuk kedisiplinan

Dalam pernyataan persnya, KIKA menyatakan fenomena serangan terhadap guru besar, dosen, beserta sivitas akademika yang gelisah terhadap problematika kenegaraan jelas merupakan upaya untuk mendisiplinkan kebebasan akademik, pelanggaran Surabaya Principle of Acamemic Freedom yang telah diadopsi dalam Standar Norma dan Pengaturan (SNP) Kebebasan Komnas HAM, khususnya pada standar empat dan lima.

Fenomena serangan terhadap guru besar, dosen, beserta sivitas akademika yang gelisah terhadap problematika kenegaraan jelas merupakan upaya untuk mendisiplinkan kebebasan akademik.

Dalam standar itu disebutkan, keempat insan akademis harus bebas dari pembatasan dan pendisiplinan dalam rangka mengembangkan budaya akademik yang bertanggung jawab dan memiliki integritas keilmuan untuk kemanusiaan dan, kelima, otoritas publik memiliki kewajiban untuk menghargai dan melindungi serta memastikan langkah-langkah untuk menjamin kebebasan akademik.

Selain itu, Pasal 9 (1) UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, menyatakan bahwa kebebasan akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Ayat (1) merupakan kebebasan sivitas akademika dalam pendidikan tinggi untuk mendalami dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara bertanggung jawab melalui pelaksanaan Tridharma.

Salah satu peserta aksi Maklumat Jawa Barat berorasi di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (7/2/2024). Dalam aksi tersebut, ratusan massa yang berasal dari mahasiswa sejumlah universitas serta elemen masyarakat lainnya menuntut Pemilihan Umum 2024 jauh dari kecurangan.
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA

Salah satu peserta aksi Maklumat Jawa Barat berorasi di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (7/2/2024). Dalam aksi tersebut, ratusan massa yang berasal dari mahasiswa sejumlah universitas serta elemen masyarakat lainnya menuntut Pemilihan Umum 2024 jauh dari kecurangan.

Baca juga: Habis Seruan dan Kritik Tajam Kampus, Terbitlah Video Apresiasi Rektor...

Selain itu, dalam mekanisme hukum dan HAM di Indonesia, kebebasan untuk berkumpul, berserikat, dan menyampaikan aspirasi dalam dunia pendidikan tinggi merupakan hak yang melekat pada seluruh sivitas.

Oleh karena itu, KIKA menolak segala bentuk pendisiplinan dan/atau pemaknaan netralitas yang diperuntukkan untuk pembatasan hak, baik yang dilakukan oleh pemimpin perguruan tinggi/pihak yang mengatasnamakan universitas ataupun aparat penegak hukum.

KIKA mendorong para pihak untuk menghormati proses demokrasi dan prinsip-prinsip kebebasan akademik, dengan menjaga jarak pada pelaksanaan kebebasan berekspresi dan berpendapat yang dilindungi Undang-undang; mengecam tindakan represif terhadap sivitas akademika; memastikan penyelenggaraan Pemilu 2024 betul-betul berjalan langsung, bebas, rahasia, jujur, dan adil; dan penyelenggara negara harus netral dan bekerja sesuai sumpahnya.

Editor:
SUHARTONO
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000