Bansos dan Kenaikan Gaji Jelang Pemilu Dinilai Bernuansa Politis
Pembagian bantuan beras dan bansos lainnya, serta peningkatan gaji pokok TNI/Polri dan PNS, dinilai bernuansa politis.
JAKARTA, KOMPAS — Menjelang Pemilihan Umum yang tinggal 14 hari lagi, berbagai program bantuan sosial dan kesehatan ke masyarakat ataupun kebijakan populis diputuskan oleh pemerintah. Bahkan, selain secara langsung membagikan berbagai bansos dan meninjau rumah sakit di daerah tertentu, Presiden Joko Widodo juga telah menandatangani peraturan pemerintah untuk menaikkan gaji pokok TNI/Polri dan pegawai negeri sipil, mulai dari pangkat terendah hingga tertinggi.
Kenaikan gaji pokok TNI tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Belas atas PP Nomor 28 Tahun 2001 tentang Peraturan Gaji Anggota TNI serta PP Nomor 7 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Belas atas PP Nomor 29 Tahun 2001 tentang Peraturan Gaji Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Petikan PP No 6/2024 menyebutkan bahwa peningkatan gaji pokok anggota TNI dilakukan dalam rangka meningkatkan kinerja dan kesejahteraan anggota TNI serta mengakselerasi transformasi ekonomi dan pembangunan nasional. Sementara, PP No 7/2024 menyebut penyesuaian gaji anggota Polri juga dilakukan untuk mengakselerasi transformasi ekonomi dan pembangunan nasional.
Pemerintah juga telah menerbitkan PP No 5/2024 tentang Perubahan Kesembilan Belas atas PP No 7/1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil, yang ditetapkan Presiden Jokowi pada 26 Januari 2024. Kenaikan gaji pokok PNS mulai dari golongan I sampai IV. Tiga PP terkait kenaikan gaji pokok TNI/Polri dan PNS yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 26 Januari 2024 ini mulai berlaku pada 1 Februari 2024.
Baca juga: Presiden Membolehkan Kampanye, Wapres Tegaskan Tidak Memihak
Selain meningkatkan kesejahteraan TNI/Polri dan PNS, Presiden Jokowi juga memastikan masyarakat terus mendapatkan layanan jaminan kesehatan melalui Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Pada Selasa (30/1/2024), Presiden bersilaturahmi dengan peserta JKN-KIS di Taman Budaya Gunungkidul, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Saya cek ke rumah sakit, pelayanannya juga cepat. Memang antre ada yang kadang-kadang 1 jam, 1,5 jam, karena yang ingin dilayani banyak, memang harus antre. Di puskesmas juga penuh.
Dalam sambutannya, Presiden mengingatkan masyarakat untuk rutin mengecek kesehatan, seperti tensi, gula darah, dan kolesterol. Presiden Jokowi menjelaskan bahwa saat ini setiap puskesmas juga telah memiliki alat ultrasonography (USG) untuk membantu pemeriksaan kehamilan. Presiden pun mengingatkan masyarakat untuk tetap memperhatikan kesehatan diri dan kandungannya.
Presiden pun memastikan masyarakat, antara lain yang pernah menjalani operasi katarak dan pasien cuci darah, agar mendapatkan banyak manfaat dari KIS. ”Saya cek ke rumah sakit, pelayanannya juga cepat. Memang antre ada yang kadang-kadang 1 jam, 1,5 jam, karena yang ingin dilayani banyak, memang harus antre. Di puskesmas juga penuh,” ujar Presiden.
Salah satu warga, Suprihono, misalnya, mengaku merasakan manfaat KIS untuk pengobatan cuci darah. Ia telah 14 tahun melakukan cuci darah. Dia pun berharap program KIS bisa terus dilanjutkan, terutama untuk membantu masyarakat kurang mampu. Sejumlah ruas jalan provinsi juga diresmikan Presiden Jokowi saat menyambangi warga di Jateng dan Yogyakarta.
Nuansa politis
Meskipun pembagian bansos dan peningkatan gaji pokok tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja aparatur pemerintah dan kesejahteraan masyarakat di daerah, serta mengakselerasi transformasi ekonomi dan pembangunan nasional, kebijakan tersebut dinilai kental bernuansa politis. ”Membeli suara” warga dalam menentukan pilihan bahkan juga dinilai sebagai strategi untuk ”menghapus jejak” kinerja dan popularitas pemimpin di daerah pemilihan (dapil) tertentu seperti di Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Menurut Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto saat dihubungi Kompas, seorang pemimpin bangsa itu semestinya melindungi segenap bangsa dan negara di Tanah Air serta seluruh tumpah darah di Indonesia. Bukan hanya terfokus di daerah tertentu, seperti di Jateng dan DI Yogyakarta, tetapi di juga Aceh, Sumatera, Kalimantan, hingga Nusa Tenggara dan Papua.
Pak Jokowi ternyata lebih asyik berada di Jateng, padahal Indonesia bukan hanya Jawa Tengah. Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote.
”Pak Jokowi ternyata lebih asyik berada di Jateng, padahal Indonesia bukan hanya Jawa Tengah. Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote,” ujar Hasto lewat pesan singkatnya, yang juga disampaikan kepada pers di Jakarta.
Seorang pejabat di lingkungan Istana, yang tak mau disebutkan namanya, bahkan menyebutkan pembagian bansos dan kunjungan Presiden Jokowi ke Jateng dan Yogyakarta merupakan strategi untuk ”menghapus” jejak kepemimpinan calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo, yang dua periode menjadi Gubernur Jateng. ”Menutup jejak Pak Ganjar bagian dari strategi mengumpulkan suara Pak Prabowo dan Mas Gibran,” ungkapnya.
Sebelumnya, sebagaimana dikutip di media massa di tengah kampanyenya, Ganjar Pranowo ataupun capres nomor urut 1, Anies Baswedan, merasa heran dengan seringnya Presiden Jokowi mengadakan kunjungan kerja ke Jateng dan Yogyakarta. Namun, mereka tak khawatir dengan masifnya kedatangan Presiden Jokowi ke Jateng dan Yogyakarta.
Sebagaimana diketahui, putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wakil presiden mendampingi capres nomor urut 2, Prabowo Subianto, untuk pilpres. Adapun putra ketiganya, Kaesang Pangarep, menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang kader partainya menjadi calon anggota legislatif untuk pemilu legislatif.
Menutup jejak Pak Ganjar merupakan bagian dari strategi mengumpulkan suara Pak Prabowo dan Mas Gibran.
Menurut Ganjar, sebagai capres tentu dirinya bekerja keras mempertahankan suara pemilih di Jateng dan Yogyakarta. ”Jateng adalah Kandang Banteng, maka banyak yang akhirnya mungkin harus membuat cara-cara tersendiri. Makanya, yang lain, kok, banyak yang seneng dateng, ya,” kata Ganjar seusai berorasi politik pada Hajatan Rakyat Medan di Istana Maimun, Kota Medan, Sumatera Utara, Minggu (28/1/2024).
Catatan Kompas, dalam dua bulan terakhir, Presiden Jokowi tiga kali berkunjung ke Jateng, dan sekali ke Yogyakarta. Pada awal 2024, misalnya, selain berada di kampung halamannya, Jokowi juga mengunjungi Boyolali, Salatiga, Grobogan, dan lainnya. Pekan berikutnya, melalui jalan darat, Presiden mendatangi warga di Salatiga, Magelang, Temanggung, dan Kabupaten Wonosobo.
Selain memastikan penyaluran bantuan pangan cadangan beras pemerintah, Presiden juga meninjau fasilitas kesehatan di rumah sakit umum daerah. Di Magelang, Presiden tak hanya meresmikan ruas jalan yang diperbaiki melalui program inpres jalan daerah, tetapi juga membagikan bantuan program Indonesia Pintar 2024.
Adapun di Temanggung, Presiden menyerahkan bantuan pangan. Sementara di Wonosobo, selain menyerahkan sertifikat tanah, juga menghadiri apel santri/pelajar, dan silaturahmi guru ngaji se-Pulau Jawa sebanyak 3.000 orang. Selanjutnya, di Purwodadi, Jokowi juga membagikan bantuan Indonesia Pintar.
Baru-baru ini, Presiden bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto meresmikan gedung Graha Utama Akademi Militer di Magelang, Jawa Tengah, yang dihadiri sekitar 1.000 undangan. Selain menemui taruna Akmil, Presiden juga membagi-bagikan bansos hingga makan bakso Pak Sholeh di Magelang.
Rakyat kita cerdas, kok, dan saya yakin bansosnya diterima, tapi pilihannya perubahan.
Meskipun Presiden sering mengunjungi Jateng dan Yogyakarta dengan membawa bansos dan lainnya, Anies Baswedan yakin masyarakat penerima bantuan tetap menginginkan perubahan, cerdas, dan tak akan memengaruhi pilihannya terhadap dirinya. ”Rakyat kita cerdas, kok, dan saya yakin bansosnya diterima, tapi pilihannya perubahan,” ujar Anies di Lapangan Pendawa Seimbang, Tegal, Jawa Tengah, kemarin.
Tak mendesak
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) BhimaYudhistira menyebut, kebijakan populis menjelang pilpres sangat kental nuansa politis dibandingkan dengan urgensi menyelesaikan masalah daya beli orang miskin. Pemberian bansos, misalnya, cenderung naik signifikan menjelang pemilu dan akan menimbulkan persepsi pemerintah menjadi sinterklas untuk mendukung salah satu calon di Pilpres 2024.
Menurut Bhima, pola perlindungan sosial yang diterapkan menjelang Pilpres 2024 hampir sama dengan siklus menjelang Pemilu 2014 dan Pemilu 2019, yakni anggaran perlindungan sosial saat itu naik tajam. Pada 2014, misalnya, anggaran perlindungan sosial mencapai Rp 484,1 triliun, kemudian dipangkas tahun 2015 menjadi Rp 276,2 triliun. ”Itu anomali sekali, setelah naik tinggi saat pemilu, tahun berikutnya anjlok,” ucap Bhima.
Pemberian bansos juga menggeser anggaran lain menjelang pemilu yang dikhawatirkan akan menimbulkan distorsi pada efektivitas program lainnya. Apalagi kalau anggaran yang digeser adalah anggaran belanja produktif. ”Ini waktunya dicocokkan dengan skenario apabila ada (pilpres) dua putaran. Padahal, kalau melihat tekanan ekonomi dan masa pemerintahan Jokowi, kan, harusnya bansos sampai Oktober. Jadi, pemilihan periode bansosnya saja sudah menimbulkan tanda tanya,” tambah Bhima.
Larangan UU Pemilu
Menanggapi keluarnya PP yang menetapkan kenaikan gaji pokok TNI/Polri dan PNS jelang Pilpres 2024, Dosen Ilmu Politik Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Ferry Daud Liando, menyebut peraturan pemerintah sejatinya memang produk politik.
“Kalaupun kenaikan gaji ini akan dimanfaatkan secara politis pada saat kampanye Pilpres maka keuntungan elektoralnya tidak bisa diklaim oleh salah satu pihak. Meski yang menanda tangani PP itu adalah Presiden”
“Kalaupun kenaikan gaji ini akan dimanfaatkan secara politis pada saat kampanye Pilpres maka keuntungan elektoralnya tidak bisa diklaim oleh salah satu pihak. Meski yang menanda tangani PP itu adalah Presiden,” kata Ferry.
Baca juga: Kunjungan Capres dan Sikap ”Ngapurancang” Sultan HB X
Presiden juga tidak bisa mengklaim kenaikan gaji pokok TNI/Polri dan PNS adalah kebijakan absolutnya sebab PP itu adalah kesepakatan atau produk politik bersama. “Namun demikian harus diakui tanpa adanya klarifikasi dari media atau kalangan intelektual maka publik akan percaya bahwa kebijakan kenaikan itu atas murni inisiatif pemerintah,” tambahnya.
Untuk itu, Bawaslu harus tegas menerapkan larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan oleh subyek-subyek tertentu dalam tahapan kampanye. Pasal 282 UU Pemilu menyebutkan pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, kades dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu selama masa Kampanye.