logo Kompas.id
Politik & HukumMoeldoko: Pernyataan Presiden ...
Iklan

Moeldoko: Pernyataan Presiden Itu Lebih sebagai Pembelajaran Demokrasi

Moeldoko tanggapi pro-kontra terkait pernyataan Presiden Jokowi soal presiden boleh berkampanye dan memihak.

Oleh
DAHLIA IRAWATI
· 3 menit baca
Kepala Staf Presiden Moeldoko di Malang, Jawa Timur, Jumat (26/1/2024).
KOMPAS/DAHLIA IRAWATI

Kepala Staf Presiden Moeldoko di Malang, Jawa Timur, Jumat (26/1/2024).

MALANG, KOMPAS — Kepala Staf Presiden Moeldoko mengomentari pernyataan Presiden Joko Widodo tentang presiden boleh berkampanye. Menurut dia, hal itu disampaikan Presiden lebih sebagai pembelajaran dalam hidup berdemokrasi.

”Ini terkait statement presiden kemarin. Ada yang melihat dari sumpah jabatan presiden. Berikutnya ada yang melihat dari UU. Sebagai presiden, disumpah, berkewajiban menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya. Dalam konteks itu, presiden sebagai pejabat publik seorang presiden harus memberikan pelayanan seadil-adilnya, tidak melihat siapa pun itu,” kata Moeldoko saat berkunjung ke Malang, Jumat (26/1/2024).

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Namun, lebih lanjut menurut Moeldoko, presiden juga adalah pejabat politik. Sebagai pejabat politik, ada hak yang diatur terkait kampanye.

”Presiden juga figur yang memiliki jabatan politik. Tentu hak-hak politiknya juga melekat, dan itu diatur dalam UU Pemilu. Sangat jelas disebutkan di sana (bahwa) presiden, wakil presiden, para menteri, dan seluruh pejabat publik, itu bisa dan memiliki hak untuk melakukan kampanye,” katanya.

Baca juga: Menanti Kompas Moral Presiden

Presiden Joko Widodo ketika menjawab pertanyaan awak media di Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024).
KOMPAS/CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO

Presiden Joko Widodo ketika menjawab pertanyaan awak media di Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024).

Moeldoko menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dengan demikian, penilaian terhadap pernyataan presiden juga didasarkan pada aturan hukum.

”Kita adalah negara hukum. Negara demokrasi patokannya, ya, hukum. Orientasi dan standarnya itu. Jangan diukur standar perasaan. Gak ketemu. Yang penting sepanjang tidak boleh gunakan fasilitas negara, kecuali pengamanan masih ada. Tetapi di situ juga disebutkan tetap menjalankan kewajiban sebagai pejabat publik dengan penuh tanggung jawab,” katanya.

Untuk itu, menurut dia, walaupun menteri menjalanakan kampanye dalam kondisi cuti, setelah itu, saat menjalankan tugas tetap dengan sebaik-baiknya. ”Mari kita lihat konteks presiden kemarin menyampaikan dalam konteks lebih memberikan pelajaran berdemokrasi. Diikuti undang-undangnya. Jangan keluar dari undang-undang, itu intinya,” kata Moeldoko.

Adapun terkait etis atau tidaknya, maka hal itu, menurut Moeldoko, berbeda. ”Etis dan tidak etis itu persepsi. UU tidak mengatur itu. Kita negara hukum, bukan negara asumsi,” katanya.

Iklan

Pernyataan Moeldoko ini terkait dengan pro kontra pandangan terjadi di masyarakat seusai Presiden Jokowi mengatakan bahwa presiden boleh berkampanye. Sejumlah pihak menilai pernyataan Jokowi itu akan menimbulkan efek domino, Kompas (26/01/2024). Disebutkan, pernyataan Presiden Joko Widodo itu dinilai mempunyai efek domino yang meluas dan mengancam terselenggaranya pemilu yang jujur dan adil.

Baca juga: Ketua KPU: Ikut Kampanye, Jokowi Harus Ajukan Cuti ke Presiden

Presiden Jokowi memantau penyaluran BLT BBM di Kantor Pos Baubau, Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara, Selasa (27/9/2022).
BPMI SEKRETARIAT PRESIDEN/KRIS

Presiden Jokowi memantau penyaluran BLT BBM di Kantor Pos Baubau, Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara, Selasa (27/9/2022).

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Usep Hasan Sadikin, mengatakan, Presiden Joko Widodo mempunyai peran penting untuk menciptakan iklim kontestasi pemilu yang setara dan berdasarkan hukum.

”Sayang sekali, penyataannya punya potensi dimaknai salah bahwa pejabat negara, seperti presiden, menteri, dan kepala daerah, boleh berkampanye. Hukum tidak mengatakan seperti itu, boleh berkampanye, dan ajak pilih, tetapi cuti,” katanya saat jumpa pers Perkumpulan Jaga Pemilu untuk merespons pernyataan Presiden, yang diselenggarakan di Jakarta, Kamis (25/1/2024).

Usep menuturkan, pernyataan Presiden mempunyai efek domino di pemerintahan daerah, seperti di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. Hal yang dikhawatirkan adalah pejabat daerah kemudian mengajak publik memilih pasangan calon tertentu ketika sedang bertugas.

”Masyarakat melihat pejabat mereka ajak pilih jagoan masing-masing tidak masalah. Ini ada efek domino, yaitu pelanggaran di daerah,” ujarnya.

Baca juga: Presiden Ikut Kampanye, secara Etika Politik Menjadi Masalah

Pengajar hukum pemilu di Universitas Indonesia, Titi Anggraini, Senin (13/11/2023).
KOMPAS/EMANUEL EDI SAPUTRA

Pengajar hukum pemilu di Universitas Indonesia, Titi Anggraini, Senin (13/11/2023).

Salah satu inisiator Jaga Pemilu dan pendiri Perludem, Titi Anggraini, menyebut pernyataan Presiden Jokowi hanya merujuk pada ketentuan Pasal 281 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang berbunyi, ”Kampanye Pemilu yang mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota harus memenuhi ketentuan, tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan menjalani cuti di luar tanggungan negara.”

Padahal, pada UU No 7/2017, khususnya di dalam Pasal 282, terdapat larangan kepada ”pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.”

”Presiden Jokowi dan semua menterinya adalah pejabat negara yang memiliki kewajiban untuk menjaga netralitas dalam pemilu. Mereka dilarang melakukan tindakan atau membuat keputusan yang menguntungkan peserta pemilu tertentu, termasuk di masa kampanye. Jika mereka melakukan tindakan yang menguntungkan peserta pemilu tertentu, itu dapat dikategorikan sebagai pelanggaran pemilu,” kata Titi.

Baca juga: Jokowi: Presiden Boleh Kampanye dan Memihak asal Tak Gunakan Fasilitas Negara

Editor:
CHRISTOPERUS WAHYU HARYO PRIYO
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000