Di Debat Capres, Beda Gaya Komunikasi Anies, Prabowo, dan Ganjar Makin Terlihat
Tiga calon presiden dinilai menunjukkan gaya komunikasi yang berbeda pada debat kedua antarcapres di Pemilu 2024.
JAKARTA, KOMPAS — Perbedaan karakteristik komunikasi tiga calon presiden semakin terlihat dalam debat capres di Pemilihan Umum 2024, yang digelar di Jakarta, Minggu (7/1/2024) malam. Hal ini terlihat saat mereka menyampaikan dan mempertahankan gagasan ataupun ketika menjawab dan mengkritisi pandangan kandidat lain.
Debat ketiga dari rangkaian lima kali debat capres-cawapres yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) bertemakan pertahanan, keamanan, hubungan internasional, globalisasi, geopolitik, dan politik luar negeri. Debat Minggu malam sekaligus menjadi debat kedua bagi tiga capres, yakni Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Dalam debat itu, capres nomor urut 1, Anies Baswedan, mulai menyinggung sejumlah paradoks yang terjadi pada kebijakan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) yang dipimpin Prabowo Subianto, capres nomor urut 2.
Sejak segmen awal, yakni penyampaian visi, misi, dan program kandidat, Anies menyebut soal serangan siber yang terjadi pada sistem keamanan digital Kemenhan pada 2023, pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) bekas, hingga proyek lumbung pangan yang disebut merusak lingkungan.
Anies juga menyinggung soal data kepemilikan tanah pribadi Prabowo seluas 340.000 hektar yang dikontraskan dengan data mayoritas prajurit tidak memiliki rumah pribadi.
Sejumlah isu itu kembali Anies tekankan saat menjawab pertanyaan panelis. Pada segmen tanya jawab antarcapres, Anies kembali mencecar Prabowo. Ia menanyakan pendapat Prabowo mengenai standar etika kepemimpinan dengan kemampuan menjaga pertahanan negara, dan menyinggung soal pelanggaran etik di Mahkamah Konsitusi terkait putusan yang memungkinkan Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi calon wakil presiden (cawapres) pendampingnya.
Menanggapi itu, Prabowo menyebut data yang disampaikan Anies keliru. Ia berulang kali mengundang Anies menjabarkan data dan argumentasi kebijakan yang dikritik pada forum di luar debat. Menurut Prabowo, hal itu tidak mungkin disampaikan dalam momentum debat capres yang diselenggarakan dalam waktu terbatas.
Prabowo beberapa kali menyebut ide-ide Anies terlalu teoretis. Ia juga sempat membalikkan pernyataan Anies soal etik. ”Maaf, ya, karena Anda desak saya, saya mau bilang bahwa Anda tidak pantas bicara etik. Anda itu menyesatkan. Anda tidak berhak bicara soal etik karena Anda memberi contoh tidak baik soal etik,” katanya.
Baca juga: "Perang" Psikologis di Arena Debat Capres
Di sisi lain, Prabowo beberapa kali menyampaikan sepakat dengan gagasan Ganjar pada segmen menjawab pertanyaan panelis. Misalnya, saat menjawab pertanyaan soal bagaimana cara membangun kepemimpinan Indonesia di tengah pergaulan internasional. Begitu juga soal penataan institusi pertahanan yang selama ini dinilai tumpang tindih.
Sementara itu, Ganjar, meski relatif sejalan dengan Prabowo di segmen-segmen awal, mulai mencecar Prabowo pada saat tanya jawab antarcapres. Kepada Prabowo, Ganjar menanyakan soal prestasi pertahanan Indonesia yang turun jika diukur dengan berbagai indeks, begitu juga pemenuhan kekuatan minimum pertahanan (MEF) yang tidak sesuai dengan target, yakni tuntas pada 2024.
Baca juga: Live Report Debat Capres Pemilu 2024
Ganjar juga memaparkan sumber data yang dia miliki untuk menjamin validitas karena sebelumnya Prabowo menyebut, baik Ganjar maupun Anies menggunakan data yang keliru. Bahkan, Ganjar juga menyebut bahwa dirinya beberapa kali menemui prajurit TNI dari ketiga matra untuk mendapatkan pandangan tentang pertahanan dan pembelanjaan alutsista yang dilakukan sepanjang kepemimpinan Prabowo.
Menanggapi itu, Prabowo menjelaskan dirinya telah membuat perencanaan, tetapi tidak semua disetujui oleh Menteri Keuangan. Selain itu, belanja alutsista juga terhambat karena pemerintah harus mengatur kembali penggunaan anggaran di tengah pandemi Covid-19. Akan tetapi, tidak semua hal bisa ia jelaskan di depan umum. ”Sebagai team player, saya tidak mungkin bicarakan semua di depan umum,” ujarnya.
Mempertegas pola
Pakar komunikasi politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Ciputat, Gun Gun Heryanto, mengatakan, gaya komunikasi ketiga capres menunjukkan benang merah dibandingkan dengan debat pertama yang diselenggarakan Desember lalu. Anies, menurut dia, meneguhkan gaya terstruktur. Itu terlihat sejak segmen pertama ia menekankan kekuatan retorika yang sistematis dan diksi yang retoris.
”Dia (Anies) menyerang dengan kekuatan diksi, misalnya, saat menyerang Prabowo soal etika. Dia juga bertahan dari serangan dua kandidat lainnya dengan pemikiran yang coba dibedah runut. Kekurangannya, di segmen empat dan lima, Anies kurang memperkuat serangan ataupun bertahan dengan data,” kata Gun Gun.
Sementara Prabowo juga dominan dengan gaya dinamis yang cenderung asertif, langsung ke tujuan, serta menyerang. Prabowo juga dinilai lebih emosional dan cenderung kurang bisa mengontrol gaya di panggung depan.
”Data penguat yang seharusnya menjadi andalan untuk membantah serangan capres nomor 1 dan 3 kurang dioptimalkan Prabowo. Ajakan untuk membuka data di forum lain sangat tidak strategis,” kata Gun Gun.
Adapun Ganjar, menurut Gun Gun, terlihat berupaya menjadi sosok yang lebih sensitif dan membagi pengaruh yang bisa diterima kedua kandidat. Kendati demikian, Ganjar juga berusaha menyerang, tapi memperkuatnya dengan data sebagai upaya mitigasi agar serangan tidak dipersepsikan secara frontal.
Pengajar Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina, Jakarta, Ahmad Khoirul Umam menilai debat kali ini semakin mempertegas pola relasi antarcapres. Prabowo telah memiliki tingkat elektabilitas yang relatif lebih terkonsolidasi sehingga tampil bertahan. Sementara Anies dan Ganjar cenderung kompak menyerang Prabowo untuk mengatasi ketertinggalan basis dukungan elektabilitas mereka.
”Dalam debat, serangan kepada lawan tentu sangat penting, untuk menciptakan poin politik guna mendelegitimasi kredibilitas lawan,” tutur Umam.
Kendati demikian, Umam mengingatkan, jika serangan dalam debat disampaikan berlebihan, itu juga bisa berpeluang memunculkan simpati publik terhadap pihak yang dihantam bertubi-tubi. Karena itu, untuk mendapat keuntungan yang sesuai dengan harapan, kandidat perlu memperhatikan proporsionalitas serangan pada momentum tepat.
Normatif
Pengamat pertahanan dari Universitas Jenderal Ahmad Yani, Bandung, Yohanes Sulaiman, mengatakan, debat kali ini tidak berlangsung substantif. Tema debat mengenai pertahanan, keamanan, hubungan internasional, dan geopolitik tak terelaborasi detail. ”Pembahasan soal pertahanan semuanya normatif,” katanya.
Menurut Yohanes, hal itu terjadi karena Prabowo cenderung ingin melindungi posisinya sebagai bagian dari pemerintah. Hal itu dinilai membuat Prabowo tak bisa membuka semua kejanggalan yang terjadi. Karena itu, ia kerap menanyakan soal nasionalisme atau kecintaan terhadap negara terhadap dua capres lainnya.
Ia menilai, pembahasan yang elaboratif hanya terjadi pada pembahasan mengenai isu Laut China Selatan. Pendalaman materi terjadi secara lebih substantif saat Anies menyinggung soal peran penting ASEAN, tetapi Ganjar mengkritik soal fungsi ASEAN yang tidak optimal sehingga harus direvitalisasi. (NIA/BOW/DEA/WIL/SYA/PDS/NIK/RAP)