Kirim Surat ke Presiden, Firli Bahuri Menyatakan Mundur dari Pimpinan dan Anggota KPK
Meski Firli mengundurkan diri dari ketua dan anggota KPK, Dewan Pengawas tetap akan melakukan sidang etik. Adapun ICW minta Polda Metro segera menangkap dan menahan Firli.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif Firli Bahuri menyatakan mundur dari jabatannya sebagai pimpinan KPK. Surat pengunduran diri telah disampaikan kepada Presiden.
”Ya, saya katakan, saya menyatakan berhenti dari Ketua KPK dan tidak melanjutkan masa perpanjangan, suratnya tertanggal 18 Desember 2023. Sudah disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara,” kata Firli di Gedung KPK, Kamis (21/12/2023).
Sebagaimana diketahui, Firli sedang dalam pemeriksaan Dewan Pengawas (Dewas) KPK karena dianggap melanggar etik. Selain itu, Firli juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya atas dugaan melakukan pemerasan atau penerimaan gratifikasi dalam kasus tindak pidana korupsi bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Firli mengatakan, begitu banyak saksi-saksi yang dimintai keterangan sehingga dirinya harus bersabar sampai selesai sidang. Setelah itu dia datang, bertemu dengan pimpinan, ketua, dan anggota Dewas KPK.
”Dalam rangka genap empat tahun saya melaksanakan tugas sebagai Ketua KPK periode 2019-2023, sejak tanggal 20 Desember 2019 sampai dengan 20 Desember 2023, maka saya mengakhiri tugas,” kata Firli.
Firli menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh rakyat Indonesia karena tidak mampu menyelesaikan tugas di KPK. Demi kepentingan umum, Firli menyatakan mundur. ”Lebih baik dari hari ini dan lebih baik untuk anak keturunan kita di masa yang mendatang,” ujar Firli.
Usai sidang Dewas KPK
Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan, Firli datang ke Gedung KPK pada pukul 17.00 dan langsung menemui Dewas KPK.
Menurut Tumpak, Firli datang setelah sidang selesai karena ingin menyampaikan dan memberitahukan berhenti kepada Presiden. ”Firli tidak ikut sidang. Dia hanya mengatakan surat dia itu kepada Dewas,” kata Tumpak.
Tumpak mengatakan, setelah penerimaan surat tersebut, Dewas KPK akan membahas pada majelis dan keputusannya diambil oleh majelis. Meski Firli mundur, sidang tetap dilakukan.
Ya, saya katakan, saya menyatakan berhenti dari Ketua KPK dan tidak melanjutkan masa perpanjangan, suratnya tertanggal 18 Desember 2023. Sudah disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara.
Sebelumnya peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, mengatakan, Firli harus segera ditahan.
”Bagi kami seharusnya ini sudah menjadi alasan yang cukup agar Polda Metro Jaya mengeluarkan surat perintah penangkapan,” kata Kurnia Ramadhana.
Firli ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya atas dugaan melakukan pemerasan atau penerimaan gratifikasi dalam kasus tindak pidana korupsi bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Firli sempat melawan dengan cara melakukan praperadilan, tetapi usaha itu kandas setelah hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak. Putusan hakim menolak praperadilan menegaskan penetapan Firli sebagai tersangka sah.
Kepercayaan menurun
Kurnia Ramadhana mengatakan, kasus yang menjerat Firli semakin membuat kepercayaan publik terhadap KPK menurun. Kehadiran Wakil Ketua KPK Alexander Marwata sebagai saksi untuk meringankan Firli juga dipandang tidak pantas.
”Penindakan oleh KPK, baik secara kuantitas maupun kualitas, menurun. Masyarakat sipil pesimistis satu tahun ke depan KPK akan lebih baik,” kata Kurnia.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Danang Widoyoko mengatakan, revisi UU KPK membuat lembaga antirasuah itu melemah. Pasca revisi UU, KPK dianggap bukan lagi lembaga independen karena berada di bawah presiden.
Danang menuturkan, dilihat dari banyak sisi, kinerja KPK mengalami penurunan. Dia mengutip hasil studi Anti-Corruption Agency (ACA) Assessment 2023 yang menyebutkan KPK mengalami penurunan nilai pada tiga dimensi, yakni independensi dari 83 persen pada 2019 kini menjadi 28 persen pada 2023. Dimensi penindakan dari 83 persen pada 2019 turun ke 61 persen pada 2023. Begitu juga dengan dimensi kerja sama antarlembaga dari sebelumnya 83 persen menjadi 58 persen.
”Dimensi sumber daya manusia, anggaran, akuntabilitas, integritas, dan pencegahan juga kompak mengalami penurunan,” kata Danang.
Danang mengatakan, untuk memperkuat, KPK harus dikembalikan pada posisi lembaga independen, bukan di bawah presiden. Selain itu, sumber daya manusia dan penyidik harus diisi secara mandiri tanpa ketergantungan pada lembaga lain, seperti dari kepolisian.