Budaya Etika Berdemokrasi ala Gus Dur yang Tetap Relevan
Haul Ke-14 Gus Dur akan diselenggarakan di Ciganjur, Jakarta, Sabtu (16/12/2023). Pada peringatan tersebut, keluarga akan mengangkat tema ”Meneladani Budaya Etika Demokrasi Gus Dur”. Tema ini relevan jelang Pemilu 2024.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Budaya etika berdemokrasi yang ditunjukkan oleh Presiden Ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur tetap relevan di tengah situasi kontestasi Pemilu 2024 yang kini memanas. Komitmen untuk mengangkat martabat, antikekerasan, serta ketundukan pada konstitusi dan undang-undang semestinya dimiliki oleh para kontestan pemilu.
Putri bungsu Gus Dur, Inayah Wulandari Wahid, mengatakan, pemikiran Gus Dur yang muncul puluhan tahun lalu masih sangat relevan dengan situasi demokrasi saat ini. Oleh karena itu, inspirasi dan keteladanan Gus Dur tentang demokrasi akan kembali dimunculkan saat Haul Ke-14 Gus Dur yang akan diselenggarakan di Ciganjur, Jakarta, Sabtu (16/12/2023). Pada peringatan tersebut, keluarga akan mengangkat tema ”Meneladani Budaya Etika Demokrasi Gus Dur”.
”Banyak hal yang bisa dipelajari dan diperhatikan oleh kontestan, penyelenggara, dan konstituen tentang bagaimana seharusnya demokrasi ditempatkan, diarahkan, dan ditata orientasinya,” ujarnya di Jakarta, Kamis (14/12/2023).
Inayah yang merupakan Ketua Panitia Haul Ke-14 Gus Dur mengatakan, ada beberapa komitmen Gus Dur yang bisa dijadikan referensi oleh para politikus dalam menghadapi Pemilu 2024.
Pertama, Gus Dur selalu mengangkat martabat masyarakat. Salah satunya mengembalikan identitas masyarakat Tionghoa yang sebelumnya tidak boleh digunakan selama masa Orde Baru.
Kedua, antikekerasan dengan tidak memaksakan pikiran. Meskipun demokrasi memberikan kebebasan berpendapat, Gus Dur selalu memberi penghormatan terhadap keragaman dan pemikiran dari kelompok yang berbeda. Gus Dur memberikan penghargaan atas kebebasan berdemokrasi tanpa ada pemaksaan, apalagi menggunakan kekerasan.
”Gus Dur selalu tunduk konstitusi dan undang-undang, bukan malah dengan seenak hati berusaha membuat konstitusi mendukung keinginan kita,” ujar Inayah.
Banyak hal yang bisa dipelajari dan diperhatikan oleh kontestan, penyelenggara, dan konstituen tentang bagaimana seharusnya demokrasi ditempatkan, diarahkan, dan ditata orientasinya.
Lebih jauh, lanjutnya, Gus Dur tidak menganggap demokrasi dan pemilu sebagai prosedur dan angka-angka elektoral, tetapi memiliki nilai perjuangan harkat martabat manusia dan kesejahteraan. Demokrasi tidak sekadar memikirkan cara untuk menang, tetapi juga bisa menerima hasil sekalipun tidak sesuai dengan harapan.
Bukan soal menang kalah
Mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, demokrasi bagi Gus Dur bukan soal menang-kalah, melainkan upaya untuk menghadirkan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan kemaslahatan. Oleh karena itu, demokrasi yang dilaksanakan oleh Gus Dur merupakan demokrasi yang berdasarkan nilai-nilai luhur, moral, dan etika.
Menurut dia, Gus Dur merupakan sosok yang mampu menyelaraskan dua hal yang sering dipertentangkan oleh banyak kalangan, seperti ilmu dan hikmah, akal dan kalbu, serta rasio dan rasa. Kedua hal tersebut berasal dari budaya yang berbeda, yakni dari Barat dan Timur, tetapi mampu diselaraskan oleh Gus Dur. Dengan demikian, dua hal yang berbeda tidak perlu dipertentangkan, tetapi bisa diselaraskan.
”Demokrasi yang dipahami, disebarluaskan, dan diterapkan oleh Gus Dur adalah memadukan dua hal yang berbeda sehingga kemudian yang muncul adalah kemanusiaan, keadilan, kemaslahatan, dan kemoderatan,” tutur Lukman.
Lebih jauh, budaya etika demokrasi dari Gus Dur semestinya diimplementasikan oleh peserta, pemilih, dan penyelenggara pemilu. Nilai-nilai yang dibawa Gus Dur tidak hanya mampu memastikan pemilu berjalan jujur, adil, damai, dan bermartabat, tetapi pelaksanaannya sesuai dengan prinsip keadilan dan kejujuran.
Dalam Haul Ke-14 Gus Dur, beberapa tokoh bangsa turut memberikan orasi. Beberapa di antaranya filsuf dan astronomer dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyakarya Karlina Supelli, yang akan memberikan orasi tentang substansi dan arah demokrasi ideal seusai teladan demokrasi Gus Dur.
Kemudian istri Gus Dur, Shinta Nuriyah Wahid, Lukman, serta tokoh agama Romo Benny Susetyo dan Pdt Gomar Gultom akan membacakan ”Amanat Ciganjur” yang berisi pesan-pesan demokrasi.