logo Kompas.id
Politik & HukumPersaingan Menurun, Kampanye...
Iklan

Persaingan Menurun, Kampanye DPD Terasa Lebih Senyap

Turunnya jumlah kandidat anggota DPD mengurangi persaingan. Kampanye calon senator ini lebih senyap dibandingkan caleg.

Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI, ZULKARNAINI
· 5 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/S5ZaoCGxE6C6Iv8P1QQAqTqCitY=/1024x853/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F11%2F09%2F8bc1b733-65c7-4509-9297-400827bfe77a_png.png

Rahmad Maulizar, salah seorang calon anggota Dewan Perwakilan Daerah di daerah pemilihan Provinsi Aceh, memilih bekerja dalam senyap di tengah kampanye Pemilu 2024. Dia kampanye dari pintu ke pintu.

”Sekitar 1.000 rumah warga telah saya kunjungi. Saya percaya metode ini jauh lebih ampuh daripada mengadakan pertemuan terbuka,” ujar Rahmad saat dihubungi dari Jakarta, Senin (11/12/2023).

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Sebagai seorang pekerja sosial, Rahmad memanfaatkan kedekatannya dengan keluarga yang pernah difasilitasi untuk memperoleh bantuan kemanusiaan dalam persaingan merebut suara pemilih. Rahmad lama menjadi sukarelawan pada lembaga kemanusian untuk penderita bibir sumbing.

Kala itu dia menjadi jembatan mempertemukan penderita bibir sumbing di Aceh untuk memperoleh bantuan operasi gratis. Di Aceh, dia dikenal sebagai pekerja sosial.

Rahmad menuturkan, sebagai pekerja sosial dia tidak memiliki modal finansial yang kuat. Oleh sebab itu, dia tidak melakukan kampanye terbuka yang menghadirkan banyak massa. Meski demikian, dana politik tetap dibutuhkan. Setidaknya dia telah menghabiskan sekitar Rp 350 juta. Ini angka yang kecil untuk aktivitas kampanye seorang calon DPD. Pengadaan alat peraga kampanye dibatasi, hanya dipajang pada lokasi-lokasi yang strategis.

”Saya banyak menghabiskan biaya untuk operasional, seperti bahan bakar, makan di jalan, dan penginapan. Saya benar-benar meminimalkan pengeluaran,” ujar Rahmad.

Baca juga: Antusiasme Menjadi Senator DPD Terus Menurun

Calon anggota DPD menandatangani ikrar kampanye damai dalam acara Deklarasi Kampanye Damai di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Minggu (23/9/2018).
KOMPAS/JUMARTO YULIANUS

Calon anggota DPD menandatangani ikrar kampanye damai dalam acara Deklarasi Kampanye Damai di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Minggu (23/9/2018).

Calon DPD dari Daerah Istimewa Yogyakarta, Cinde Laras Yulianto, yang mengaku tidak memiliki modal finansial besar, juga memilih bekerja mengadvokasi permasalahan riil di masyarakat. Kebetulan, ia sudah merintis kerja-kerja advokasi itu sejak bertahun-tahun lalu.

Senin, Cinde berkampanye dengan membantu warga yang ijazahnya ditahan sekolah karena tidak mampu membayar biaya pendidikan. Advokasi itu sudah dijalankan sejak 4-5 tahun lalu. Salah satu tujuannya adalah memperjuangkan agar biaya pendidikan digratiskan bagi warga miskin karena hal itu merupakan pelayanan dasar.

”Ini adalah bagian dari perjuangan kami agar biaya pendidikan bisa digratiskan sampai tingkat universitas bagi warga miskin,” kata Cinde.

Ia juga mendampingi warga untuk mengatasi permasalahan sampah yang menumpuk di DIY. Ia menawarkan program memilah sampah sehingga tidak semua sampah harus menumpuk di tempat pembuangan sampah akhir. Ia berpandangan, sampah organik yang bisa diolah di tingkat keluarga atau kampung bisa dimanfaatkan sebagai pupuk untuk kebun buah tematik. Kampung bisa memiliki pendapatan pasif yang bisa menyokong pemberdayaan dan perekonomian warga.

Dengan model kampanye advokasi persoalan riil masyarakat itu, ia tidak perlu mengeluarkan modal kampanye yang terlalu besar. Bahkan, alat peraga kampanye pun didapatkan dari gotong royong warga. Cinde percaya kerja-kerja advokasi yang sudah dia lakukan selama ini bisa menggaet banyak pemilih.

”Prinsip kami adalah bersama yang kecil, lemah, dan teraniaya. Kampanye di media sosial ada, tetapi baliho dan spanduk hanya sedikit. Saya lebih memfokuskan pada kerja-kerja advokasi di lapangan,” katanya.

Rapat kerja Komite I Dewan Perwakilan Daerah bersama dengan Komisi Pemilihan Umum di Jakarta, Selasa (24/5/2022). Selain dihadiri jajaran pimpinan dan anggota KPU, Komite I DPD, kegiatan ini juga dihadiri Badan Pengawas Pemilu. Rapat ini membahas persiapan Pemilu dan Pilkada 2024.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO

Rapat kerja Komite I Dewan Perwakilan Daerah bersama dengan Komisi Pemilihan Umum di Jakarta, Selasa (24/5/2022). Selain dihadiri jajaran pimpinan dan anggota KPU, Komite I DPD, kegiatan ini juga dihadiri Badan Pengawas Pemilu. Rapat ini membahas persiapan Pemilu dan Pilkada 2024.

Calon petahana

Calon anggota DPD dari Papua Barat, Filep Wamafma, berusaha mengunggulkan prestasinya selama menjadi anggota DPD periode 2019-2024. Kiprahnya selama menjadi petahana itu terus disosialisasikan melalui kegiatan rapat-rapat terbatas. Keberhasilan politik yang dia klaim di antaranya dia dipercaya menjadi ketua tim penyusunan Undang-Undang Otonomi Khusus Papua; pendidikan gratis dari SD sampai perguruan tinggi bagi putra-putri asli Papua; pelayanan kesehatan; pemberdayaan pengusaha Papua; afirmasi orang asli Papua di DPRD provinsi, kabupaten, kota.

Iklan

”Dalam masa kampanye, saya sampaikan progres selama menjadi Ketua Pansus Otsus Papua dan aspirasi lain yang sudah kami sampaikan kepada menteri terkait,” kata Filep.

Kiprahnya selama lima tahun itu dirasa cukup baginya untuk berkampanye merebut kepercayaan dari publik Papua Barat. Ia tak banyak menyebar alat peraga kampanye dan kampanye di media sosial. Sebab, karakteristik pemilih di Papua Barat lebih berbasis pada kultural. Pemenangan calon di Papua banyak disokong oleh basis kultural keluarga.

”Kami memperbanyak komunikasi dengan keluarga besar sebagai basis kultural. Pemetaan pendukung kami sudah tahu dari basis kultur kami sehingga mudah untuk berkonsolidasi,” ujarnya.

Anggota DPD dari Papua Barat, Filep Wamafma.
DOKUMENTASI PRIBADI

Anggota DPD dari Papua Barat, Filep Wamafma.

Biaya paling besar dibutuhkan untuk biaya transportasi dan akomodasi. Sebab, wilayah-wilayah di Papua Barat banyak yang harus dijangkau dengan pesawat terbang dan kapal cepat. Namun, total biaya yang dibutuhkan Filep belum bisa dirinci.

Calon petahana lain dari dapil Aceh, Fadhil Rahmi, memiliki finansial lebih kuat serta sudah memiliki basis pemilih dan popularitas.

”APK (alat peraga kampanye) tetap butuh. Saya banyak menghabiskan anggaran untuk pengadaan baliho, spanduk, kartu nama, dan stiker,” ujar Fadhil.

Dia memprediksi biaya kampanye Pemilu 2024 yang dia butuhkan di bawah Rp 5 miliar. Sementara pada Pemilu 2019, dia menghabiskan biaya nyaris Rp 1 miliar.

Fadhil tidak membentuk tim pemenangan demi menekan pengeluaran. Namun, dia memiliki tim sukarelawan yang selalu membantu kelancaran kampanye. Fadhil berusaha lebih banyak turun ke desa-desa bertemu dengan calon pemilih.

Selain menerapkan pola kampanye konvensional, Fadhil juga memanfaatkan media sosial sebagai panggung kampanye. Dia memiliki tim khusus untuk memproduksi konten kampanye di media sosial.

”Baliho, turun ke kampung, dan media sosial bagian dari kampanye untuk meningkatkan popularitas. Barangkali saya sudah terkenal, tetapi saya harus tetap bersilaturahmi,” kata Fadhil.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
KOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Kalah pamor

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mengatakan, pamor DPD kurang menarik bagi publik karena kinerja mereka kurang dirasakan oleh masyarakat secara langsung. Karena lembaganya dianggap tidak menarik, rasa keingintahuan publik juga kurang selama masa kampanye ini. Kampanye DPD kalah riuh dari kampanye pemilihan presiden ataupun kampanye caleg DPR atau DPRD.

”Kampanye serentak ini punya efek di mana sektor pemilu legislatif jadi terpinggirkan. Kampanye pileg DPR dan DPRD pun jadi kurang dibicarakan oleh publik dibandingkan dengan pilpres, apalagi DPD,” jelasnya.

Untuk kampanye calon senator itu, kata Lucius, para calon anggota DPD yang harus bekerja sendiri. Mereka berjalan tanpa sokongan partai politik. Calon anggota DPD bergerak dengan kekuatan modal sendiri sehingga praktik politik uang dikhawatirkan terjadi pada pemilihan ini. Kekuatan modal bisa dikapitalisasi dengan mudah melalui suara.

Ia menduga, kampanye DPD yang sepi itu disebabkan oleh faktor menurunnya peminat calon anggota DPD juga menurunkan tingkat persaingan di antara para calon. Pada Pemilu 2024, jumlah calon anggota DPD hanya 668 orang. Sementara pada Pemilu 2019, jumlahnya mencapai 807 orang.

Pada Pemilu 2019, angka persaingan calon anggota DPD 1:5 atau satu kursi diperebutkan lima calon lainnya. Pada Pemilu 2024, persaingannya hanya 1:4 sehingga persaingan dianggap tak seketat sebelumnya.

”Secara kelembagaan, DPD kurang populer sehingga kurang menarik perhatian publik. DPD seperti menjadi tempat bagi pejabat-pejabat lama yang sudah tidak mendapat tempat untuk mendapatkan jabatan politik baru,” ujarnya.

Editor:
ANTONY LEE
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000