Anies-Muhaimin Usung Prinsip Keadilan untuk Cegah Perpecahan
Pasangan capres dan cawapres Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar menjadikan keadilan sebagai prinsip kebijakan. Keduanya meyakini hal itu bakal merawat persatuan bangsa.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 1, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, ingin prinsip keadilan menjadi perawat hingga pencegah berbagai ketimpangan bangsa. Tanpa keadilan, ujungnya hanya akan memicu perpecahan dan perselisihan.
Hal itu disampaikan Anies dalam ”Dialog Terbuka Muhammadiyah Bersama Calon Pemimpin Bangsa” yang diadakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, di Edutorium Universitas Muhammadiyah Surakarta, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Rabu (22/11/2023). Belasan ribu warga persyarikatan tersebut hadir di gedung itu.
”Keadilan adalah prinsip utama yang hendak kami bawa. Ini yang kemudian akan diterjemahkan dalam berbagai macam kebijakan,” ujar Anies.
Menurut Anies, keadilan itu cukup krusial menjaga persatuan yang menjadi keniscayaan bagi bangsa ini. Kebijakan yang tidak adil dan merata hanya akan menimbulkan ketimpangan di antara masyarakat. Pihaknya mengumpamakan ketimpangan itu bagaikan rumput kering yang bisa terbakar sewaktu-waktu dan menimbulkan perpecahan.
Anies menyebut, pernah ada masa ketika rasa persatuan itu terjaga utuh disertai stabilitas negara. Hanya saja, waktu itu alasan bersatu karena ada rasa takut. Terdapat pihak yang memegang senjata dan mengawasi gerak-gerik masyarakat. Padahal, persatuan itu semestinya tidak didasari tekanan dan rasa takut.
”Persatuan sesungguhnya ditopang rasa keadilan. Dari situ akan muncul persatuan. Oleh karena itu, kami mengusahakan ke arah sana. Kesetaraan dalam semua aspek. Maka, kami ingin melakukan perubahan mendasar,” kata Anies.
Anies pun menawarkan perubahan pendekatan pembangunan. Dari segi ekonomi, misalnya, ia menginginkan agar fokus pemerintah tidak melulu soal pertumbuhan. Perihal pemerataan juga mesti dipikirkan. Adanya pemerataan akan membuat masyarakat ikut merasakan besarnya pertumbuhan ekonomi tersebut.
Konsep pembangunan, jelas Anies, seharusnya juga dilakukan dari dua sisi, yakni sektoral dan kawasan atau teritorial. Ia menganggap cara itu mampu membuat pemerintah daerah ikut berkembang. Pasalnya, kebutuhan pembangunan setiap daerah itu berbeda. Tidak bisa disamakan satu sama lain.
”Kami memiliki visi pembangunan per kawasan. Sudah disiapkan agenda-agenda apa saja untuk Sumatera, Kalimantan, Jawa, hingga Papua sehingga setiap daerah memiliki prioritasisasi. Sudah terlalu lama kebijakan daerah kita ini simetris. Disamakan seluruh wilayah, seakan-akan Indonesia itu homogen,” tutur Anies.
Pendekatan pembangunan, lanjut Anies, semestinya juga tidak lagi mengandalkan model top-down. Kolaborasi dan gotong royong hendaknya diutamakan. Dicontohkannya, peran Muhammadiyah dalam bidang kesehatan hingga pendidikan yang memberikan kontribusi nyata bagi negeri ini.
”Kalau negara membayang kemajuan itu lewat tangan negara saja, itu salah. Kemajuan adalah kolaborasi antarnegara dan civil society,” kata Anies.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menjelaskan, tujuan acara itu untuk memberikan literasi politik kepada masyarakat. Khususnya, agar mereka memahami siapa saja nantinya kandidat yang akan berkontestasi berikut rekam jejaknya. Untuk itu, kandidat diberi panggung menunjukkan pandangannya mengenai kondisi dan masa depan bangsa.
”Saya yakin, dialog ini akan membuat kita tidak asal pilih, asal memilih, tanpa kesadaran literasi politik yang cerdas,” kata Haedar.
Anies-Muhaimin adalah pasangan calon pertama yang dihadirkan dalam gelaran itu. Menurut rencana, acara serupa bakal diadakan pula untuk dua kandidat lainnya, yakni Ganjar Pranowo-Mahfud MD dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Lebih lanjut, Haedar menyatakan, Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi masyarakat yang tidak bergelut dalam ranah politik praktis. Pihaknya pun menegaskan bahwa gelaran itu diadakan bukan dalam rangka melabuhkan dukungan kepada kandidat tertentu.
”Yang dukung-mendukung itu partai politik. Maka, kami lewat cara yang dialogis, bersifat keilmuan dan elegan. Ini membuka ruang masyarakat untuk tahu apa yang mereka pilih, cerdas apa yang mereka pilih, dan bertanggung jawab dengan apa pilihan mereka,” kata Haedar.