DPR Meminta Jaksa Agung Awasi Intelijen Kejaksaan di Daerah
Komisi III DPR meminta Jaksa Agung untuk mengawasi intelijen kejaksaan di daerah agar netral di Pemilu 2024.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat memperingatkan Kejaksaan Agung agar tidak berpolitik praktis di Pemilu 2024. Apalagi, Kejaksaan Agung memiliki aparat intelijen hingga di daerah.
Terkait hal itu, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengaku sudah menginstruksikan jajarannya agar tidak mencoreng marwah Adhyaksa dengan memihak salah satu calon atau partai dalam pemilu.
Kekhawatiran atas ketidaknetralan kejaksaan ini disampaikan sejumlah anggota Komisi III DPR kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR, di Jakarta, Kamis (16/11/2024). Kekhawatiran itu mereka sampaikan berdasar temuan di daerah pemilihan mereka ataupun pengalaman di pemilu-pemilu sebelumnya.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat, Didik Mukrianto, misalnya, mengungkap ada dugaan aparat intelijen melakukan intervensi dan penetrasi menjelang Pemilu 2024. Namun, intelijen itu bukan berasal dari kejaksaan. Karena itu, Didik mengingatkan agar Kejaksaan Agung tidak melakukan hal yang sama.
”Saya mohon dijaga dengan baik. Jangan sampai intelijen justru melakukan intervensi atau penetrasi. Ini bukan di kejaksaan, melainkan di lembaga intelijen lain disinyalir di tingkat bawah melakukan hal-hal yang sekarang viral,” ujarnya.
Seharusnya, kata Didik, seluruh aparat intelijen menjaga netralitasnya dalam pemilu sebagaimana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara. Ia berharap kejaksaan memberikan akses terbuka bagi publik untuk melaporkan jika ada intelijen yang melakukan penyalahgunaan kekuasaan di dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
Beberapa hari terakhir viral dugaan dokumen yang disebut pakta integritas antara Penjabat Bupati Sorong Yan Piet Mosso dengan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah Papua Barat Brigadir Jenderal Silaban. Dalam dokumen itu disebut, Yan Piet Mosso berkomitmen mencari dukungan dan memberikan kontribusi suara untuk kemenangan Ganjar Pranowo di Sorong. Namun, Ketua Tim Pemenangan Ganjar-Mahfud MD Arsjad Rasjid membantah hal ini. Dia meminta informasi mengenai dugaan pakta integritas itu diusut tuntas.
Berkaitan dengan netralitas aparat kejaksaan, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, mengingatkan Jaksa Agung agar memberikan pemahaman yang cukup bagi jajarannya terkait penerapan keadilan restoratif dalam pelaksanaan pemilu. Dalam artian, instruksi itu harus jelas mana pelanggaran pemilu yang pantas dibawa ke peradilan dan mana yang bisa diselesaikan dengan keadilan restoratif.
Sebab, mengacu pengalaman-pengalaman pemilu lalu, penegakan hukum terkait penanganan perkara pemilu justru dirasakan tidak adil dan tebang pilih. Ini dirasakan Arsul ketika Pilkada 2020 ketika jajaran jaksa di daerah-daerah dekat dengan partai atau calon kepala daerah tertentu.
”Karena, kalau (instruksi) tidak diperjelas, kita bicara pelanggaran UU Pemilu, barangkali dari 100 caleg (calon anggota legislatif), jangan-jangan 95 (caleg) itu melanggar semua, terutama terkait politik uang. Misal, soal kebolehan apa yang diberikan caleg dalam rangka sosialisasi. Ini bisa jadi masalah. Ini hal-hal yang perlu dipertegas jajaran ke bawah agar penegakan hukum betul-betul berkualitas,” tutur Arsul.
ST Burhanuddin menegaskan, untuk mencegah digunakannya penegak hukum sebagai alat politik praktis oleh pihak tertentu, ia telah menerbitkan instruksi Jaksa Agung Nomor 6 Tahun 2023 tentang Optimalisasi Peran Kejaksaan Republik Indonesia dalam Mendukung dan Menyukseskan Penyelenggaraan Pemilu Serentak Tahun 2024.
Dalam instruksi tersebut, Jaksa Agung memerintahkan jajaran tindak pidana khusus dan intelijen menunda proses pemeriksaan, baik dalam setiap tahap penyelidikan maupun penyidikan, terhadap laporan dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan para peserta dalam kontestasi pemilihan. Ini sejak mereka ditetapkan dalam pencalonan sampai selesai rangkaian pemilu.
”Saya juga meminta semua jajaran kejaksaan netral dan menjaga marwah penegak hukum. Jangan sampai penegak hukum menjadi alat kepentingan atau politik praktis bagi kelompok yang akan memengaruhi atau mengganggu terselenggaranya Pemilu 2024. Jangan sampai mencoreng marwah kejaksaan dengan berpihak pada kubu pasangan calon atau kelompok tertentu,” papar Burhanuddin.
Untuk menyukseskan Pemilu 2024, di bidang intelijen, Kejaksaan Agung telah membentuk 534 posko pemilu di seluruh satuan kerja. Mereka telah melaksanakan berbagai forum diskusi dengan seluruh personel kejaksaan setempat, serta memperketat pengawasan. Kerja sama intelijen juga dilakukan dengan Badan Pengawas Pemilu dan Komisi Pemilihan Umum.