Ekspektasi Besar Masyarakat kepada Nakhoda Baru MK
Suhartoyo terpilih menjadi ketua MK secara musyawarah mufakat. Ia diharapkan memulihkan kepercayaan publik terhadap MK.
Oleh
Tim Kompas
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Harapan besar dicurahkan kepada Suhartoyo yang dipilih secara musyawarah mufakat dalam rapat permusyawaratan hakim konstitusi, Kamis (9/11/2023), untuk menjadi nakhoda Mahkamah Konstitusi dalam meraih kembali kepercayaan publik. Dalam jangka pendek, Suhartoyo dan hakim konstitusi lain diharapkan cepat memutus perkara uji materi usia capres dan cawapres.
Ada pula ekspektasi, MK melakukan pembenahan holistik guna mencegah problem terkait putusan yang membuat masyarakat gonjang-ganjing.
Sembilan hakim konstitusi menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) tertutup, Kamis pagi. Dalam RPH yang dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra, muncul dua nama yang dicalonkan, yakni Saldi Isra dan Suhartoyo.
Sembilan hakim konstitusi sepakat memberi kesempatan kepada Saldi dan Suhartoyo untuk berdiskusi, memutuskan siapa yang akan menjadi ketua dan wakil ketua.
”Sembari melakukan refleksi, kami berdua, dengan dorongan dan semangat memperbaiki MK, setelah beberapa kejadian terakhir, sampai pada putusan bahwa yang menjadi Ketua MK ke depan Doktor Suhartoyo. Saya tetap menjalankan tugas sebagai wakil ketua,” ujar Saldi.
Menurut rencana, pengambilan sumpah Ketua MK dilaksanakan pada Senin (13/11/2023).
Pemilihan Ketua MK ini merupakan pelaksanaan perintah Majelis Kehormatan MK yang mencopot Anwar Usman akibat pelanggaran etik berat. MKMK menyatakan, Anwar Usman yang menjabat ketua pada saat itu terbukti memiliki benturan kepentingan dalam penanganan perkara 90.
Putusan perkara 90 membuka jalan bagi Gibran Rakabuming Raka, Wali Kota Surakarta yang juga kemenakan Anwar, untuk menjadi bakal calon wakil presiden.
Saldi mengatakan, ia dan Suhartoyo telah berdiskusi terkait situasi yang terjadi di MK. Kepemimpinan di MK mendatang diharapkan berjalan kolektif yang dikomandoi dwitunggal. Suhartoyo sudah berada di MK selama hampir delapan tahun, sedangkan Saldi 6,5 tahun.
Suhartoyo mengatakan, belum bisa memberi komentar terhadap hal substansial. Ia harus menunggu hingga dilantik sebagai Ketua MK. ”Semangat kami berdua sama bahwa yang sekiranya di MK itu dipandang ada yang tidak baik, tentu kami perbaiki bersama, termasuk bersama hakim lain,” ujarnya.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin berharap MK lebih baik sesuai harapan masyarakat. ”Tak ada gonjang-ganjing lagi. Semua mengharapkannya,” katanya.
Pengujian cepat
Kuasa hukum perkara Nomor 141/2023 yang menguji kembali Pasal 169 huruf q UU No 7/2017 tentang Pemilu, terkait syarat batas usia minimal, Viktor Santoso Tandiasa, memiliki ekspektasi tinggi terhadap Suhartoyo. Ia merujuk rekam jejak putusan-putusan Suhartoyo yang konsisten membela kepentingan masyarakat dan melawan kepentingan penguasa.
Ujian pertama bagi rekam jejak Suhartoyo terletak pada penanganan perkara 141. ”Kita akan melihat apakah ekspektasi saya sesuai kenyataan bahwa Pak Suhartoyo bisa menjemput harapan publik,” kata Viktor.
Perkara 141 disidangkan pertama kalinya pada Rabu (8/11/2023) oleh majelis panel yang dipimpin Suhartoyo. Majelis panel memberi waktu bagi pemohon dan kuasa hukum perkara itu untuk memperbaiki berkas permohonan dalam waktu 14 hari. Namun, karena menginginkan sidang secara cepat, Viktor sudah memasukkan berkas permohonan pada Kamis atau sehari setelah sidang perdana.
”Kami berharap MK menyambut baik upaya ini untuk memutus perkara dengan cepat. Setidaknya, Jumat, 10 November 2023, digelar sidang pengucapan putusan,” katanya.
Jika sidang tak bisa dilakukan pada Jumat, ia berharap putusan dijatuhkan Senin.
Sementara itu, pada Senin (13/11/2023), Komisi Pemilihan Umum dijadwalkan menetapkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden di Pemilu 2024.
Mantan hakim konstitusi, Maruarar Siahaan, mengatakan, persidangan cepat mungkin dilakukan dengan pertimbangan ada kemendesakan. Namun, hal itu bisa dilakukan jika rapat permusyawaratan hakim menyepakatinya.
Dalam perkara pengujian syarat usia capres dan cawapres, Presiden dan DPR telah memberi keterangan pada perkara terdahulu dengan substansi sama. Menurut dia, dengan alat bukti yang ada, hakim MK tinggal menyepakatinya.
Suhartoyo, saat ditanya apakah perkara itu akan diperiksa dengan hukum acara cepat, mengungkapkan, pemeriksaan dilakukan normal. Ditanya soal substansi perkara 141, ia menjawab, ”Masih sidang. Tidak boleh (dikomentari). Nanti ada MKMK (Majelis Kehormatan MK) lagi, sedang berjalan dikomentari pula.”
Selain perkara 141, terdapat lima permohonan lain yang meminta pengujian ulang konstitusionalitas Pasal 169 huruf q UU Pemilu.
Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Udayana, Jimmy Z Usfunan, mengatakan, MK harus menjawab permohonan-permohonan yang masuk itu demi menghapus keraguan publik dan turunnya kepercayaan terhadap MK pascaputusan 90. Hal tersebut penting dilakukan guna meminimalkan permasalahan hukum di kemudian hari sebagai implementasi putusan MK.
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Violla Reininda, mengingatkan, tugas Ketua MK yang baru berat untuk menjalankan pembenahan holistik MK. Tugas lain yang riil adalah mengingatkan koleganya sesama hakim supaya tak melenceng dari Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi ”Sapta Karsa Hutama”.
Selain itu, ia juga berharap ada reformasi MK untuk jangka panjang. Salah satu yang perlu diperbaiki ialah sistem pengawasan dan penegakan Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi dengan membentuk Majelis Kehormatan MK yang permanen.
Di Purwakarta, Jawa Barat, Presiden Joko Widodo menyatakan tak ingin mengomentari putusan Majelis Kehormatan MK yang memberhentikan Anwar Usman dari posisi Ketua MK. Ia menilai, hal itu sebagai wilayah yudikatif. (ANA/WIL/WKM/CAS)