Senin Majelis Kehormatan MK Rapat Pleno, Masyarakat Sipil Tunggu Terobosan di Putusan
Menurut rencana, pada Senin (6/11/2023), MKMK akan menggelar rapat pleno untuk membahas putusan yang akan dibacakan pada Selasa (7/11/2023). MKMK diharapkan melakukan terobosan dalam putusannya.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·4 menit baca
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman saat melantik Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) di Gedung 2 Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (24/10/2023). Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) ini terdiri dari Wahiduddin Adams (unsur hakim konstitusi), Jimly Asshiddiqie (unsur tokoh masyarakat), dan Bintan R. Saragih (unsur akademisi berlatar belakang bidang hukum).
JAKARTA, KOMPAS — Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi dalam kasus dugaan pelanggaran etik hakim terkait penanganan perkara uji materi syarat usia calon presiden dan wakil presiden diprediksi berpotensi menimbulkan kegaduhan politik, terlepas dari apa pun amar putusannya. Majelis Kehormatan diminta tidak terpengaruh dengan hal tersebut, serta hanya berpegang teguh pada hukum dan etik saat memutus kasus dugaan pelanggaran etik Ketua MK Anwar Usman serta hakim-hakim lain.
Dalam kaitannya dengan hal itu, MKMK diminta dapat membuat terobosan hukum sehingga putusan bisa berdampak pada upaya memperbaiki putusan 90/PUU-XXI/2023 yang oleh sebagian kalangan dinilai cacat. Adapun putusan 90 dinilai telah memberi karpet merah bagi putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, untuk menjadi bakal calon wakil presiden pada Pemilu 2024.
”MKMK perlu melakukan terobosan dengan mengoreksi putusan 90 sebagaimana ketentuan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 17 Ayat (5) dan (6). Koreksi atas putusan penting karena banyaknya kejanggalan dalam proses terbitnya putusan aquo,” kata Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Charles Simabura, saat dihubungi Minggu (5/11/2023).
Setelah putusan 90 terbit, MKMK menerima setidaknya 21 laporan dugaan pelanggaran etik. Laporan paling banyak berkaitan dengan dugaan konflik kepentingan atau conflict of interest Anwar Usman dalam penanganan perkara 90. Anwar merupakan paman dari Gibran setelah yang bersangkutan menikah dengan Idayati, adik Presiden, pada 26 Mei 2022. Konflik kepentingan itu, oleh para pelapor, dinilai sangat kentara dalam permohonan karena pemohon uji materi, Almas Tsaqibbirru Re A, menyebut dirinya sebagai pengagum Gibran.
MKMK telah menggelar persidangan etik pada pekan kemarin dan berencana membacakan putusan pada Selasa (7/11/2023). Sebelumnya Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menyebutkan laporan dugaan pelanggaran etik tersebut banyak yang terbukti (Kompas, 4/11/2023).
Charles mengatakan, MKMK harus menjatuhkan sanksi berat bagi Ketua MK Anwar Usman. Hal tersebut penting untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap MK dalam rangka menjaga integritas pemilu nantinya. Kalaupun sanksi nantinya dijatuhkan, ia berharap agar Anwar Usman tidak perlu mengajukan banding atas putusan MKMK.
Pasal 44 Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan MK mengatur, hakim yang dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat diberi kesempatan membela diri di hadapan sidang Majelis Kehormatan Banding. Komposisi anggota Majelis Kehormatan Banding berbeda dengan sidang sebelumnya.
Peraturan MK yang sama hanya mengatur tiga jenis sanksi terhadap pelanggaran etik yang dilakukan hakim konstitusi. Sanksi itu antara lain, teguran lisan, teguran tertulis, dan pemberhentian tidak dengan hormat.
Perbaikan putusan
Sejumlah pelapor etik MKMK untuk membatalkan putusan 90. Bahkan, ada pula pelapor yang meminta MKMK memerintahkan Komisi Pemilihan Umum untuk mencoret nama Gibran dari pencalonannya.
Namun, pengajar hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Hassanuddin, Makassar, Fajrulrahman Jurdi, mengatakan, MKMK tidak berwenang memeriksa dan membatalkan putusan 90. MKMK hanya bisa memeriksa perilaku hakim dalam memengaruhi putusan.
”Hakim MK ini kayak manusia setengah dewa. Putusannya final and binding. Tak ada Upaya hukum sehingga apa yang mereka putuskan terpaksa dianggap benar,” kata Fajrul.
Ia kemudian mengutip pandangan filsuf Santo Agustinus di mana ia membelah negara ke dalam dua skema, yaitu civitas dei (negara Tuhan) dan civitas terrena (negara setan). ”Kita harap MK ini sebagai representasi civitas dei. Mewakil Tuhan di bumi. Sebab itu posisinya sangat supreme,” kata Fajrul.
Apabila MKMK tidak bersedia membatalkan putusan MK secara langsung, Charles berpendapat, MKMK dapat memerintahkan kepada MK untuk memperbaiki putusan 90. Sebab, putusan tersebut terbukti cacat. ”Minimal harus dinyatakan (putusan itu) dianggap tidak pernah ada,” ujarnya.
Menurut rencana, pada Senin (6/11/2023), MKMK akan menggelar rapat pleno untuk membahas putusan yang akan dibacakan pada Selasa (7/11/2023). Di samping itu, MK akan menyidangkan pengujian baru Pasal 169 huruf q UU Pemilu tentang syarat minimal usia capres dan cawapres yang diajukan Brahma Aryana, mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) yang diregister dengan nomor 141/PUU-XXI/2023 pada Rabu (8/11/2023). Selain permohonan Brahma, ada tiga permohonan pengujian terhadap pasal yang sama yang saat ini menunggu diregister oleh Kepaniteraan MK.
Sementara itu, Jimly dalam beberapa kesempatan memuji pengujian UU Pemilu yang diajukan Brahma Aryana. Ia menyarankan agar Badan Eksekutif Mahasiswa Unusia yang ikut mengadukan pelanggaran etik Anwar Usman untuk turut bergabung sebagai pemohon dalam perkara tersebut. Pengujian tersebut, menurut Jimly, dapat meringankan beban MKMK untuk tidak didesak memutus atau meninjau kembali putusan 90. Sebab, MKMK adalah lembaga etik.