Presiden Tegaskan Anak Bangsa Akan Kembali Kompak Setelah Pemilu Berakhir
Presiden Jokowi menyebut memanasnya suhu politik jelang pemilu merupakan hal biasa. Hal yang terpenting adalah anak bangsa kembali kompak setelah pemilu berakhir.
PENAJAM PASER UTARA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menyampaikan, meningkatnya suhu politik menjelang pemilihan umum merupakan hal yang wajar. Karena itu diharapkan masyarakat, termasuk para pelaku usaha, tidak takut menghadapi Pemilu 2024 karena yang terpenting adalah semua anak bangsa kembali kompak setelah pesta demokrasi lima tahunan itu berakhir.
”Kita ini, kan, sudah berapa kali pemilu langsung? 2009, 2014, 2019. Kalau mau pemilu, anget-anget sedikit, kan, biasa. Agak panas sedikit, kan, enggak apa-apa. Yang penting Bapak/Ibu jangan beli kipas untuk manas-manasin, atau beli kompor untuk memprovokasi,” ujar Presiden Joko Widodo dalam acara Kompas100 CEO Forum 2023 Powered by PLN di Ibu Kota Nusantara, Provinsi Kalimantan Timur, Kamis (2/11/2023).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Presiden menilai, masyarakat Indonesia sudah dewasa berdemokrasi. Karena itu, perbedaan pilihan politik adalah hal biasa. Semua pilihan juga ada di tangan rakyat. ”Bapak seganteng apa pun, kalo rakyat enggak seneng, ya gimana? Kalau Bapak senengnya yang ndeso-ndeso seperti saya ini, gimana,” selorohnya.
Saat ini, tiga pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) sudah didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Mereka adalah pasangan Anies Rasyid Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Gibran yang merupakan putra sulung Jokowi didaftarkan sebagai bakal cawapres setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan perkara uji materi Nomor 90/PUU-XXI/2023. Dalam putusannya, MK menetapkan syarat capres dan cawapres berusia minimal 40 tahun atau sedang menduduki jabatan hasil pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah.
Kendati pencalonan putra sulungnya penuh kontroversi, Presiden Jokowi meminta para pelaku usaha untuk tak perlu ikut berkomentar soal politik. ”Bapak/Ibu, kan, biasa di bisnis, enggak usahlah belajar jadi politikus ngomentari, malah bisa keliru. Yang penting setelah kompetisi, kompak lagi untuk bangsa yang kita cintai,” ujarnya.
Pengajar Politik Universitas Sam Ratulangi, Ferry Daud Liando, menduga dinamika politik jelang Pemilu 2024 justru makin panas dan kemungkinan akan lebih parah dibandingkan dengan tahun 2019. Hal ini disebabkan pemilu bukan lagi pada orientasi berebut kuasa untuk memperbaiki kehidupan bangsa menjadi lebih baik, tetapi lebih berorientasi pada bagi-bagi jabatan oleh para aktor politik.
Bapak/Ibu, kan, biasa di bisnis, enggak usahlah belajar jadi politikus ngomentari, malah bisa keliru. Yang penting setelah kompetisi, kompak lagi untuk bangsa yang kita cintai.
Di Indonesia, menikmati jabatan politik masih merupakan hal yang paling didambakan. Sebab, dengan jabatan politik, segala fasilitas negara dapat diperoleh. ”Itulah sebabnya, kompetisi pemilu diwarnai dengan cara-cara saling menjatuhkan,” ujar Ferry ketika dimintai tanggapan terkait pernyataan Presiden bahwa suhu politik saat ini masih hangat.
Menurut Ferry, masyarakat pemilih kerap diadu domba. Permusuhan antarmasyarakat akibat polarisasi yang dibentuk para elite kerap menimbulkan perpecahan bahkan perkelahian. Sejumlah partai politik diduga makin banyak disusupi oleh aktor yang memiliki kepentingan tertentu. Mereka memiliki kepentingan bisnis, kepentingan jabatan semata, serta kepentingan untuk mengacaukan yang kerap menyimpang dari etika dan moral.
Menurut Ferry, untuk menjadikan pemilu terhindar dari permusuhan dan polarisasi, diperlukan kedewasaan para aktor-aktor politik untuk tidak memanas-manasi pendukungnya. ”Jangan mengorbankan keutuhan negara hanya karena ambisi berebut kuasa,” ucapnya.
Para pendukung kandidat diharapkan untuk tidak selalu menganggap pihak yang didukung selalu berada dalam posisi yang paling benar dan menganggap pihak lawan selalu dalam posisi yang salah. ”Jika sudah dalam posisi sebagai tim sukses dan tim pendukung seharusnya tidak lagi selalu membenarkan apa yang menjadi persepsinya. Sebab, kebenaran baginya adalah kebenaran menurut kepentingannya,” kata Ferry.
Pihak penegak hukum perlu netral dan tegas dalam menghukum pihak-pihak yang berupaya memprovokasi dan mengadu domba masyarakat guna kepentingan merebut kuasa. Media juga harus adil dan netral dalam pemberitaan. ”Tidak semua hasil reportase dapat dimuat dalam berita sebab terdapat juga pemberitaan media yang berdampak pada permusuhan di masyarakat,” ucapnya.