Pelapor Anwar Usman Pertanyakan Sidang Etik yang Bergulir Cepat
Pelapor Ketua MK Anwar Usman dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik di putusan soal batas usia capres-cawapres menyebutkan, Majelis Kehormatan MK punya waktu sidang hingga akhir November 2023.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rencana Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK yang akan menjatuhkan putusan dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi terkait putusan batas usia capres-cawapres, pada 7 November 2023, dipertanyakan sejumlah pelapor. Mereka menilai cepatnya sidang bergulir tidak akan memberikan kesempatan maksimal kepada para pelapor untuk menjabarkan pengaduan mereka.
Pelapor menyampaikan itu dalam sidang pemeriksaan pendahuluan keterangan pelapor pada Rabu (1/11/2023).
Ada tiga pengaduan etik yang ditujukan kepada Ketua MK Anwar Usman diperiksa pada sidang kali ini, yakni pengaduan oleh Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) yang diwakili Petrus Selestinus, Carrel Ticualu, dan Erick S Paat; Komite Independen Pemantau Pemilu atau KIPP yang diwakili Sekretaris Jenderal KIPP Kaka Suminta; dan advokat Tumpak Nainggolan.
Sidang dipimpin Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie dengan anggota Bintan R Saragih dan Wahiduddin Adams.
Suasana sidang Etik Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dengan agenda pemeriksaan pendahuluan mendengarkan keterangan pelapor dan/atau memeriksa alat bukti terkait dugaan pelanggaran etik Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman di ruang sidang MKMK, Gedung 2 MK, Jakarta, Rabu (1/11/2023)
”Timbul pertanyaan, kalau perkara ini terburu-buru akan diputus tanggal 7 (November), apakah karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan masuk ke tahapan selanjutnya termasuk tahapan pasangan calon atau karena sebab lain?” tanya Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia Petrus Selestinus di ruang sidang MKMK, Gedung 2 MK, Jakarta.
Menurut Petrus, jika memang alasan tersebut yang menjadi landasan, pihaknya keberatan karena bakal menimbulkan kesan pada publik bahwa MKMK terpengaruh hal yang bersifat politis. Pasalnya, MKMK mempunyai jadwal waktu sidang untuk satu bulan lamanya atau sampai akhir November 2023. Lebih baik, MKMK mendesak KPU agar tidak melanjutkan terlebih dahulu tahapan pendaftaran capres-cawapres sambil menunggu putusan sidang etik tersebut.
Menanggapi hal itu, Jimly menjelaskan, perkara etik hakim konstitusi yang berkaitan dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang Batas Usia Capres-Cawapres adalah hal serius karena memungkinkan munculnya konflik yang bisa melebar luas jika dibiarkan berlarut-larut. Hal ini juga supaya masyarakat tidak diliputi ketidakpastian dalam tahapan pemilu yang terus berjalan ini.
MKMK juga tidak ingin ketika ada sengketa Pemilu 2024 justru MK tidak dipercayai lagi oleh masyarakat karena persoalan etik yang tidak segera diputuskan. Jimly meminta bagi para pelapor untuk menghormati dan mengikuti terkait jadwal putusan yang telah disetujui oleh seluruh hakim MKMK.
”Pemilu sudah dekat, jadi bangsa kita harus punya kepastian. Maka, keputusannya akan diumumkan tanggal 7 nanti, ya, Saudara hormati dan ikuti,” tutur Jimly.
Oleh karena itu, Jimly mengingatkan agar pelapor segera menyampaikan pembuktian dalam sidang etik. Pelapor bisa menyampaikan substansi laporan dan alasannya yang bisa meyakinkan MKMK. Pelapor juga bisa memberikan keterangan saksi ahli secara tertulis.
Mengacu pada Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, ada tahapan pengusulan penggantian bakal pasangan calon yang dapat dilakukan pada 26 Oktober hingga 8 November. KPU akan menetapkan pasangan calon pada 13 November dan melakukan pengundian nomor urut pasangan calon pada 14 November.
Meminta sanksi berat
Dalam laporannya, Petrus menilai, Anwar Usman berada dalam posisi melanggar prinsip independensi, ketidakberpihakan, dan integritas dalam peraturan kode etik perilaku hakim MK.
”Hakim Konstitusi Anwar Usman merupakan adik ipar Presiden Jokowi dengan kepentingan perkara uji materiil no 90 itu yang diperjuangkan oleh pemohon adalah untuk kepentingan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden dan keponakan hakim, agar bisa ikut kontestasi Pilpres 2024 sebagai capres ataupun cawapres,” katanya.
Atas dasar hal tersebut, Perekat Nusantara dan TPDI meminta MKMK memberikan sanksi berat kepada Anwar. ”Meminta majelis kehormatan MKMK agar dalam persidangannya memutuskan dengan memberikan sanksi berat berupa pemberhentian dengan tidak hormat,” ujar Petrus.
Menurut Koordinator Perekat Nusantara Carrel Ticualu, Putusan MK No 90/PUU-XXI/2023 yang menambahkan frasa pada pasal 169 huruf q dalam UU Pemilu menjadi ”Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah” seharusnya tidak demikian. Sebab, hanya tiga hakim konstitusi yang menyetujui, sementara dua hakim lainnya menyetujui penambahan frasa tersebut, tetapi dibatasi minimal pada level provinsi saja.
”Dengan demikian, putusan ini seharusnya tidak sah. Karena tidak sah, tentu tidak bisa dilaksanakan. Kami berharap Yang Mulia, bisa sampaikan nanti dalam putusan kepada KPU, agar KPU tidak menindaklanjuti atau menyatakan tidak penuhi syarat untuk Gibran,” katanya.
Kaka Suminta menambahkan, ada keberpihakan Anwar dalam memutuskan perkara Putusan MK No 90/PUU-XXI/2023. Keberpihakan itu memunculkan kekacauan dan ketidakpastian hukum dalam syarat pencalonan calon presiden dan wakil presiden dalam Peraturan KPU No 19/2023 tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.
”Saya berharap laporan ini bisa ditindaklanjuti dan menghukum terlapor dengan seberat-beratnya,” ucap Kaka.