”Kami Anak Muda Juga Ikuti Politik, Kok!”
Topik politik sepertinya identik dengan isu yang berat dan membosankan bagi anak muda. Namun, sebagian dari mereka justru tertarik dan bersemangat membahas politik.
Walau masih belia, topik politik rupanya justru digemari tiga sekawan yang masih duduk di bangku SMA ini. Ketiganya ialah Naura Auni, Yashinta Daniela, dan Nesya Ras Priscila. Ketiganya masih berusia 17 tahun dan sama-sama bersekolah di SMA Tarakanita 1, Jakarta.
”Kami kalau nongkrong, pasti ada bahas politik. Kami anak muda juga ikuti politik, kok!” ujar Yashinta ketika ditemui bersama dua kawannya di sekolahnya, Jumat (27/10/2023).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Saking tertariknya, saat sedang bersekolah pun mereka tak mau melewatkan peristiwa politik besar, misalnya saat Kamis, 18 Oktober 2023 lalu. Saat istirahat siang, alih-alih melepas penat seusai kegiatan belajar dengan bercanda ala remaja, mereka malah menonton acara calon presiden Ganjar Pranowo memilih Mahfud MD sebagai calon wakil presidennya, lewat Youtube.
Menurut mereka, acara itu penting karena menjawab pertanyaan mereka selama ini terkait dengan siapakah yang akan mendampingi sebagai cawapres Ganjar Pranowo untuk maju sebagai calon presiden. ”Ini penting karena kita, sebagai anak muda, harus paham siapa yang akan maju dalam pemilu,” ujar Nesya.
Tak hanya mengikuti politik, mereka bahkan sering kali berdebat satu sama lain. Naura, misalnya, sudah mantap akan memilih pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Saat nongkrong, dia akan selalu memberikan argumen yang membela pasangan calon pilihannya itu. Sementara dua kawannya tidak dengan mudah serta-merta menyetujui Naura dan menyanggahnya dengan berbagai argumen lainnya.
Ketiga pasangan capres-cawapres, mulai dari Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, tidak pernah lepas dari perbincangan mereka.
”Akhirnya kami, ya, berdebat secara sehat kenapa memilih ini, apa alasannya, apa kelebihan dan kekurangannya. Seru saja. Karena kita harus tahu betul siapa yang akan kami pilih, kan?” ujar Naura.
Tiga sekawan ini berpendapat, isu politik itu menarik karena ada unsur drama, konflik, penuh kejutan, dan sering tak terduga. Itulah yang membuat mereka doyan banget ngobrolin soal politik.
Siswa SMA 1 Tarakanita Jakarta lainnya, Jesica Anggraeni, mengatakan, ini kali pertama baginya dan teman-teman lainnya untuk berpartisipasi menggunakan hak pilihnya dalam pemilu. Maka dari itu, penting baginya untuk mengetahui siapa dan seperti apa para calon pemimpin negeri ini.
”Kami excited (antusias) banget karena ini pemilu pertama kami. Tapi, deg-degan juga takut salah prosedur memilihnya dan takut salah pilih juga apakah mereka orang yang tepat atau tidak,” ujar Jesica.
Mereka menjelaskan, di sekolah, guru-guru pun mengimbau para siswi untuk kelak menggunakan hak pilihnya saat Pemilu 2024. Para guru mengimbau murid-muridnya untuk memilih dengan hati nurani, mengecek terlebih dahulu rekam jejak, prestasi, visi-misi, dan program kerja dari para pasangan calon. Hal ini, menurut mereka, sedikit banyak membuat mereka juga ikut tergerak mengikuti berita politik.
Ada pula kelompok anak muda yang baru akan ngobrol politik justru ketika terpapar dari media sosial. Michael Ludivico (20) dan Vellanda (21), misalnya, saat membuka Instagram, dia menemukan berbagai meme kocak yang menyindir atau satir tentang kondisi politik saat ini.
Kedua mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara (UMN) ini bercerita, salah satu contohnya adalah meme yang menggambarkan Gibran seperti halnya tokoh anime Boruto. Gibran yang putra presiden Joko Widodo diibaratkan seperti Boruto, anak dari Naruto yang merupakan Kepala Desa Konoha. ”Lucu saja menanggapi isu politik yang lagi ramai dari meme,” ujar Vellanda ditemui di Kampus UMN, Tangerang, Kamis (26/10/2023).
Hal senada dikemukakan mahasiswa UMN lainnya, Alycia Catelyn (21). Dia baru tahu bahwa sebagian masyarakat di Papua menggunakan hak pilihnya menggunakan sistem noken seusai membaca informasi itu dari Instagram Pemiluland.
Apatis
Namun, tidak semua anak muda juga memiliki minat pada politik. Sebagian lainnya malah apatis dan enggan membicarakan politik. Di angkringan depan Thamrin City Jakarta, pada Sabtu (28/10/2023) malam, banyak anak muda berkumpul. Sambil ngopi, mereka ngobrol banyak hal yang ringan, mulai dari hobi hingga gosip di tempat kerja. Tak ada obrolan mengenai politik.
Mereka juga banyak yang belum tahu mengenai tanggal pemungutan suara yang jatuh pada 14 Februari 2024 mendatang. Padahal, lokasi angkringan itu hanya terpaut 6,4 kilometer dari Istana Negara, 4,7 kilometer dari gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan 4,5 kilometer dari tempat itu berdiri kantor Komisi Pemilihan Umum, penyelenggara teknis pemilu.
Irawan (32), salah satu di antara mereka, menuturkan, ia tidak peduli dengan urusan politik kekuasaan. Ia menilai, politik penuh dengan kebohongan dan cara-cara kotor untuk meraih kekuasaan. ”Semua ujung-ujungnya duit,” ujarnya.
Saat ditanya mengenai nama beberapa politisi, banyak dari nama yang disodorkan tidak ia ketahui. ”Kalau ditanya nama bintang sepak bola di dunia, mungkin saya bisa tahu. Bola menghibur kalau politik bikin sakit hati,” ujarnya.
Hal serupa dikatakan Ragil Rianto (31). Karyawan swasta bidang teknologi informasi ini mengatakan, kalau lagi nongkrong bareng temannya, tak pernah sedetik pun membicarakan politik.
”Malas bicara politik. Berat. Paling juga gitu-gitu saja. Mending kita ngobrolin yang enteng-enteng saja. Sudah seharian kerja, terus bahas politik. Tambah pusing,” ujarnya terkekeh ketika dihubungi pada Sabtu.
Menurut Ragil, politik adalah wajah suram negeri ini. Sebab, isinya hanya para politikus yang berebut jabatan, tetapi tidak pernah sungguh-sungguh mementingkan kepentingan publik.
Pengaruh teman
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan, salah satu karakteristik pemilih muda adalah preferensi politik mereka terpengaruh dari teman sebaya, bukan orangtua. Secara psikologis, mereka lebih nyaman bertukar pikiran dengan teman seumuran.
”Mereka berjarak kalau bicara politik dengan orang yang lebih tua. Sedangkan dengan teman sendiri, mereka merasa setara dan sepadan, tidak ada perasaan bahwa mereka lebih inferior karena sama-sama belajar,” kata Adi, Sabtu (28/10/2023).
Selain lewat diskusi teman sebaya, anak muda yang melek teknologi digital juga mendapatkan informasi politik yang berlimpah di media sosial. Sayangnya, Adi menambahkan, hal itu juga membuat pertimbangan anak muda juga menjadi rentan untuk dipengaruhi.
”Anak muda itu pro perubahan dan anti-status quo, tetapi pada saat yang bersamaan juga malas untuk verifikasi. Mereka kritis, tetapi skeptis karena banyak yang tidak suka politik, politisi, dan partai. Karena itu, melek literasi digital sangat penting bagi mereka,” kata Adi.
Adi mengingatkan anak muda untuk menjadi pemilih yang rasional. Artinya, mereka mau untuk belajar politik. ”Suka tidak suka, dunia kita diatur politik. Mereka harus paham bahwa hidup mereka ditentukan oleh pemimpin yang berkuasa, maka jangan terlampau apatis,” ujarnya.