KSP: Ancaman Regenerasi Petani Harus Diatasi dengan Transformasi Pertanian
Persoalan pangan kini menjadi "musuh" bersama yang harus dihadapi oleh seluruh dunia. Data FAO menunjukkan, 735 juta orang di dunia terancam kelaparan kronis. Perlu aksi nyata ajak anak muda bertransformasi pertanian.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Salah satu ancaman dunia dalam sektor pertanian adalah regenerasi petani. Pada Forum Pangan Dunia atau World Food Forum yang dilaksanakan di kantor pusat FAO di Roma, Italia, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyuarakan aksi nyata menghadapi ancaman tersebut dengan mengajak anak muda untuk melakukan transformasi pertanian.
“Kita harus melibatkan generasi muda dengan pendekatan baru. Mereka punya konsep, yaitu dengan pendekatan teknologi, seperti IoT dan AI yang dikembangkan menjadi cara bertani di masa depan,” ujar Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko pada acara Maju Tani Nusantara di Jakarta, Senin (23/10/2023).
Hal serupa juga diungkapkan Moeldoko ketika menghadiri undangan sebagai pembicara pada Forum Pangan Dunia pada 16-20 Oktober 2023. Pada forum tersebut, Moeldoko mengajak pemimpin global dan organisasi internasional bergerak bersama dalam aksi-aksi nyata untuk menghadapi krisis pangan dunia.
Saat ini, persoalan pangan sudah menjadi musuh bersama yang harus dihadapi oleh seluruh dunia. Data FAO menunjukkan, 735 juta orang di dunia terancam kelaparan kronis. Masalah pangan bukan hanya tentang mengisi perut, melainkan sangat menentukan keamanan suatu negara.
”Kita harus melibatkan generasi muda dengan pendekatan baru. Mereka punya konsep, yaitu dengan pendekatan teknologi, seperti IoT dan AI yang dikembangkan menjadi cara bertani di masa depan. ”
Lanskap perkebunan hortikultura milik petani yang tergabung dalam Kelompok Petani Muda Keren (PMK) Gobleg di Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, Sabtu (10/6/2023). Kelompok PMK Gobleg mengembangkan pertanian hortikultura organik berbasis internet untuk segala sejak 4 tahun lalu. Teknologi ini mampu mengefisienkan biaya dan tenaga, bahkan meningkatkan produksi sayur dan buah.
Indonesia pun sedang melakukan transformasi sistem pangan dan pertanian. Salah satunya dengan mempersiapkan anak muda di sektor pertanian dari hulu hingga hilir. Hal ini untuk menjawab persoalan regenerasi. ”Jika generasi muda tidak berminat masuk ke sektor pertanian, pertanyaannya, 20 tahun lagi dunia mau makan apa jika jumlah petani kurang,” tutur Moeldoko.
Moeldoko menyerukan kepada anak muda untuk memimpin proyek-proyek sumber pangan baru, termasuk sorgum dan sagu, sebagai jawaban atas tantangan krisis pangan akibat perubahan iklim. ”Kepada para anak muda pimpinlah gerakan ini dan majulah di depan. Kami akan mendukungmu dengan kerja nyata bukan lagi retorika,” tambahnya.
”Kepada para anak muda pimpinlah gerakan ini dan majulah di depan. Kami akan mendukungmu dengan kerja nyata bukan lagi retorika. ”
Bertambahnya populasi dan sempitnya lahan juga menjadi tantangan tersendiri. Menurut Moeldoko, paradigma baru perlu dilakukan dalam pengelolaan lahan yang lebih modern, antara lain dengan pengembangan smart meta farming. ”Pembaruan ini membuat anak muda tertarik, bahkan mereka bisa melampaui batas-batas pertanian tradisional,” tambah Moeldoko.
Moeldoko yang juga merupakan Ketua Umum Himpunan Tani Indonesia (HKTI) mendukung Gerakan Maju Tani untuk mewadahi generasi muda yang tertarik dengan pengembangan pertanian. Dalam wadah tersebut, anak muda mengusung konsep ”Meta Farming”, mereka menciptakan teknologi bertani modern, termasuk dalam pemanfaatan lahan yang terbatas.
Keterlibatan anak muda dalam melakukan riset dan inovasi pada sektor pertanian merupakan modalitas untuk membajak krisis pangan menjadi peluang-peluang kemajuan baru. Pengembangan benih padi MD 70, misalnya, bisa mendukung produksi beras karena memungkinkan panen beras hanya dalam 70 hari dari biasanya memerlukan 110 hari.
I Gede Wahyu Wiranata, teknisi dan developer smart farming Kelompok Petani Muda Keren (PMK) Gobleg, sedang mengecek kelistirkan di Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, Sabtu (10/6/2023). Kelompok PMK Gobleg mengembangkan pertanian hortikultura organik berbasis internet untuk segala sejak 4 tahun lalu. Teknologi ini mampu mengefisienkan biaya dan tenaga, bahkan meningkatkan produksi sayur dan buah.
Pertanian Tropikal
Pada Jumat (20/10/2023), Moeldoko juga menggelar pertemuan bilateral dengan Direktur Jenderal Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangasa (FAO) Qu Dong Yu. Pertemuan tersebut digelar seusai menghadiri Forum Pangan Dunia atau World Food Forum (WFF) yang dilaksanakan di kantor pusat FAO.
Dalam pertemuan bilateral tersebut, Moeldoko menyampaikan gagasan dalam pengembangan ”Pertanian Tropikal” atau Tropical Agriculture serta pelibatan generasi muda dalam mengatasi ancaman krisis pangan global. Pengembangan pertanian tropikal ini sesuai dengan keadaan geografis wilayah Indonesia sebagai negara kepulauan dan berada di titik khatulistiwa.
”Masa depan ini milik anak muda, kita harapkan ke depan kerja sama dalam pengembangan pertanian wilayah tropik dapat lebih terarah dan berkelanjutan. ”
Moeldoko menambahkan bahwa pemanfaatan sumber daya di wilayah tropis perlu diarahkan pada kegiatan ekonomi sirkuler yang berkelanjutan. Pengembangan pangan dan pertanian di wilayah tropis akan diarahkan pada pengembangan kemitraan serta usaha bersama yang berkaitan dan menyejahterakan bersama.
FAO diharapkan dapat mendukung transformasi tersebut baik secara teknis maupun strategis. Moeldoko juga berharap FAO juga mendukung inisiasi kegiatan yang melibatkan anak muda petani di wilayah tropik dan kepulauan. ”Masa depan ini milik anak muda, kita harapkan ke depan kerja sama dalam pengembangan pertanian wilayah tropik dapat lebih terarah dan berkelanjutan,” imbuhnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal FAO Qu Dong Yu menyatakan dukungan penuh terhadap inisiasi tersebut. Ia menyebut Indonesia sebagai negara ke-4 dengan populasi terbanyak di dunia dapat memberikan nilai positif, termasuk di sektor agrikultur.
Hal ini termasuk dengan melibatkan generasi muda untuk turut serta dalam transformasi di sektor pertanian. ”Saya dan FAO dapat diandalkan sebagai mitra, kami tentu mendukung inisiasi baik ini. Tentu dengan adanya kerja sama akan lebih baik daripada dikerjakan sendiri,” ujar Qu Dong Yu. (WKM)