Johnny G Plate Akui Cuma Jalankan Perintah Presiden dan Tak Tahu Detail Proyek
Meski mengaku tak tahu detail proyek, eks Menkominfo Johnny G Plate mengaku telah diminta Presiden menyiapkan transformasi digital dengan membangun menara BTS 4G Bakti Kemenkominfo berikut anggarannya.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bekas Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate mengaku hanya melaksanakan perintah Presiden untuk melakukan transformasi digital dengan membangun menara base transceiver station atau BTS 4G Bakti Kemenkominfo tahun 2021. Namun, Johnny mengklaim tidak tahu-menahu hal-hal teknis, seperti lelang proyek.
Hal itu diungkapkan Johnny ketika diperiksa sebagai terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pembangunan menara BTS 4G di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (19/10/2023). Menurut Johnny, pada rapat terbatas dengan Presiden pada Juni 2020, Presiden memintanya menyiapkan kebutuhan untuk melakukan transformasi digital beserta anggarannya.
Pada saat itu, sekitar Juli 2020, sudah muncul kebutuhan untuk membangun menara BTS di 7.904 lokasi. Dari jumlah itu, 4.200 BTS direncanakan untuk dibangun pada 2021 dan sisanya pada 2022. Untuk membangun 4.200 BTS, selain dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Kemenkominfo mengusulkan kepada Kementerian Keuangan untuk menggunakan pendapatan negara bukan pajak. Setelah itu, Johnny menunjuk kuasa anggaran dan pejabat pembuat komitmen untuk melaksanakan proyek tersebut.
”Ini, kan, pekerjaan tidak mudah. Jumlah 4.200 banyak banget, itu (dibangun) dalam jangka waktu satu tahun?” tanya Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri.
”Betul,” jawab Johnny.
”Apa tidak terpikir ini bisa selesai atau tidak?” tanya Ketua Majelis Hakim.
”Saya sampaikan ini tugas dari Presiden dan harus diselesaikan. Jadi, harus sukses,” jawab Johnny.
Ini kan pekerjaan tidak mudah. Jumlah 4.200 banyak banget, itu (dibangun) dalam jangka waktu satu tahun?"
Setelah proses lelang dilakukan dan didapatkan perusahaan pelaksana proyek, Johnny mengaku tidak mendapatkan laporan tertulis secara periodik dari Bakti. Baik proses maupun pelaksanaan kontrak pembangunan, menurut dia, dilakukan secara internal oleh Bakti tanpa disaksikan atau diketahui olehnya.
Terkait perusahaan yang menjadi pemenang lelang beserta persyaratan pemenang lelang, Johnny mengaku tidak tahu-menahu. Ia juga menampik disebut pernah bertemu perwakilan perusahaan yang mengikuti lelang proyek.
Dia mengatakan hanya menyampaikan kepada Direktur Utama Bakti, Anang Achmad Latif, agar lelang sampai pelaksanaan dilakukan dengan benar. Namun, dia menyebut tidak mengetahui secara persis kapan proyek mulai dilaksanakan.
Tidak pernah dibicarakan karena sudah sibuk dengan berbagai hal, ada G20, kebocoran data, hoaks.
Ketika kontrak proyek BTS 4G akan berakhir pada 31 Desember 2021, Johnny diundang dalam rapat dan diberi tahu bahwa proyek BTS baru selesai 80 persen. Johnny mengaku marah. Pada saat itu, Johnny mendapat informasi dari Anang bahwa Menteri Keuangan memberikan kelonggaran untuk memperpanjang pelaksanaan proyek dengan syarat adanya keyakinan untuk selesai dalam waktu 90 hari. Namun, hingga kontrak berakhir pada 31 Maret 2022, Johnny mengaku mendapatkan laporan bahwa proyek baru selesai 85 persen.
Melihat hal itu, lanjutnya, dia meminta Bakti untuk menelaah kembali kontrak. Di dalam kontrak terdapat klausul bahwa pelaksana proyek harus mengembalikan dana atas pekerjaan yang belum selesai. Kemudian, para pelaksana pun mengembalikan dana tersebut, total mencapai Rp 1,7 triliun, kepada Kementerian Keuangan.
”Ada enggak Saudara lapor ke Presiden?” tanya jaksa.
”Tidak ada laporan secara khusus,” jawab Johnny.
”Secara lisan?” tanya jaksa kembali.
”Secara lisan juga tidak karena ada banyak hal yang harus diurus,” jawab Johnny.
”Tidak dibicarakan?” tanya jaksa.
”Tidak pernah dibicarakan karena sudah sibuk dengan berbagai hal, ada G20, kebocoran data, hoaks,” jawab Johnny.
”Jadi, secara khusus tidak ada?” tanya jaksa kembali.
”Tidak ada,” jawab Johnny.
Bantah minta Rp 500 juta
Pada kesempatan itu, Johnny membantah telah meminta uang Rp 500 juta per bulan untuk honor tambahan staf khususnya, Heppy Endah Palupi dan Dedy Permadi.
Menurut Johnny, kedua stafnya tersebut meminta kepada Johnny agar diberi tambahan insentif atau honor karena telah bekerja keras. Johnny menyampaikan kepada mereka, apakah sudah disampaikan ke Bakti karena pada saat itu, kedua stafnya menyebut honor dari Bakti lebih tinggi dibandingkan di Kemenkominfo.
Johnny menampik telah menjanjikan kepada mereka uang dalam jumlah tertentu. Ia juga menampik meminta uang kepada Anang Rp 500 juta.
Namun, Johnny menampik telah menjanjikan kepada mereka uang dalam jumlah tertentu. Ia juga menampik meminta uang kepada Anang Rp 500 juta. Ia juga membantah dan mengaku tidak tahu-menahu tentang pembagian uang Rp 500 juta tersebut, yakni Rp 50 juta untuk Heppy, Rp 100 juta untuk Dedy, dan sisanya untuk Johnny melalui staf Johnny bernama Walbertus.
Ketika ditanya tentang transfer uang Rp 1,5 miliar ke lembaga keagamaan dan yayasan pendidikan di Nusa Tenggara Timur (NTT), Johnny menuturkan, bantuan itu diberikan karena NTT merupakan salah satu wilayah kerja Bakti. Waktu itu, dia hanya menyampaikan kepada Anang tentang kemungkinan untuk memberikan bantuan. Namun, dia mengaku tidak tahu-menahu sumber uang tersebut.
Kalau Pak Anang menyampaikan tidak ada dananya, ya, saya tidak akan minta.
”Kalau Pak Anang menyampaikan tidak ada dananya, ya, saya tidak akan minta,” kata Johnny.
”Kan, tidak mungkin dia eselon 1 untuk menolak (permintaan) Saudara?” tanya Ketua Majelis Hakim.
”Harusnya bisa, Pak,” jawab Johnny.
”Ya mana mungkinlah dia menolak?” kata Ketua Majelis Hakim.
”Harusnya bisa, Pak,” jawab Johnny.
Ancaman buldoser
Pada kesempatan itu, ketika Anang diperiksa, dia menyampaikan pernah dimintai uang oleh orang bernama Edward Hutahaean untuk mengamankan perkara pembangunan BTS 4G yang sudah diselidiki di Kejaksaan Agung. Menurut Anang, Edward awalnya meminta 8 juta dollar AS atau sekitar Rp 120 miliar. Karena Anang menolak, Edward kemudian minta disediakan uang muka Rp 2 juta dollar AS.
Lihat aja, nih, Kominfo bisa gua buldoser.
Anang mengatakan, ketika mereka bertemu dengan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak, Edward menyampaikan keinginannya untuk mendapatkan proyek dari Kemenkominfo. Namun, saat itu Galumbang mengatakan, para pejabat eselon 1 menolak. Kemudian, Edward meminta diatur pertemuan agar dia bisa bertemu Johnny ketika bermain golf. Lagi-lagi Galumbang menolak. Edward pun sempat melontarkan ancaman, ”Lihat aja, nih, Kominfo bisa gua buldoser.”
Ketika ditanya kuasa hukumnya tentang sosok Edward, Anang menyebut Edward mengaku punya koneksi di banyak tempat dan jaringan yang kuat. Namun, Anang menolak mengatakan nama orang kuat yang pernah disebut Edward ketika bertemu dengannya. ”Saya tidak bisa ungkapkan itu,” katanya.
Sebagaimana diberitakan, Edward Hutahaean telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kejaksaan Agung dengan dugaan permufakatan jahat dan gratifikasi. Edward diduga menerima dana Rp 15 miliar.