Jusuf Kalla Paparkan Prinsip Islam dalam Penciptaan Perdamaian
Para juru damai, termasuk Jusuf Kalla, akan berbagi pengalaman yang dijadwalkan berlangsung pada 18-19 Oktober 2023 di Brussels, Belgia.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla menjadi salah satu pembicara pada The Fifth EU Community of Practice on Peace Mediation di Brussels Belgia. Kalla diminta memaparkan prinsip-prinsip Islam dalam penciptaan perdamaian.
Kalla dianggap memiliki peran besar dalam perdamian di Tanah Air yang melibatkan agama, yaitu konflik Poso dan Ambon yang telah menelan ribuan korban jiwa dua dasarwarsa silam. Kalla juga dianggap memiliki peran besar terhadap terciptanya perdamaian antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah RI setelah berkonflik selama lebih dari 30 tahun.
Selain itu, Kalla juga dinilai memiliki peranan besar dalam upaya perdamaian antara Afghanistan dan kelompok Taliban serta memiliki kontak dengan pihak Palestina dan Israel yang kini masih terlibat konflik. Kehadiran Kalla adalah atas undangan Folke Bernadotte Academy atau lembaga yang bergerak di bidang perdamaian yang berkedudukan di Swedia.
Kegiatan ini digelar oleh The European External Action Service-Peace, Partnerships and Crisis Management Directorate (PCM) Brussels Belgia. Salah satu organisasi yang bernaung di bawah Uni Europa. Para juru damai, termasuk Kalla, akan berbagi pengalaman yang dijadwalkan berlangsung pada 18-19 Oktober 2023 di Brussels.
Kalla diagendakan menjadi panelis pembuka berbicara pada sesi pertama hari pembukaan pada Rabu (18/10/2023) sore waktu Indonesia. Pembicara lainnya antara lain Duta Besar Sergio Jaramillo Caro; Penasihat Senior Institut Perdamaian Eropa Agau Bul Deng, berbasis di Afrika Selatan; Benedikta von Seherr-Thoss, Direktur Pelaksana Perdamaian, Keamanan dan Pertahanan, di Layanan Aksi Eksternal Eropa; dan Dr Peter Wagner, Kepala Layanan Instrumen Kebijakan Luar Negeri Komisi Eropa.
Pemenang Hadiah Nobel bidang perdamaian, Martti Ahtisaari dari Criris Management Initiative Finlandia, awalnya diundang sebagai pembicara. Namun, Martti dikabarkan meninggal pada Minggu (15/10/2023) atau tiga hari sebelum acara digelar.
Dalam konteks perlindungan HAM, Deputi V Kepala Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodhawardani hadir dalam acara Festival Hak Asasi Manusia 2023 yang diselenggarakan di Singkawang, Kalimantan Barat, Selasa (17/10/2023). Menjelang Pemilu 2024, Jaleswari menyebutkan bahwa demokrasi Indonesia harus naik kelas dengan tidak melupakan penegakan HAM secara holistik.
”Membicarakan HAM, kita tidak bisa lepaskan dari diskursus demokrasi. Mengingat bahwa demokrasi, supremasi hukum, pembangunan, dan penghormatan terhadap HAM bersifat saling bergantung dan saling memperkuat,” ujar Jaleswari di Singkawang.
Terkait pemenuhan hak untuk para disabilitas dalam pemilu, Jaleswari menyebut masih terdapat isu yang harus diperhatikan oleh pihak-pihak terkait, yaitu persoalan fasilitasi hak pilih. Terlebih dengan adanya data pemilih dari penyandang disabilitas yang mencapai 1,1 juta orang.
”Aturan mengenai penyediaan aksesibilitas sudah lengkap, tetapi implementasinya masih banyak TPS yang belum aksesibel seperti tidak tersedianya surat suara Braille bagi pemilih disabilitas netra,” kata Jaleswari.
Selain itu, pemenuhan HAM dalam pemilu juga harus menjamin keselamatan penyelenggaraan pemilu, baik itu untuk pemilih maupun aparat yang bertugas selama pemilu.
Terdapat catatan kelam dari penyelenggaraan Pemilu 2019, yaitu adanya ribuan penyelenggara dan pengawas pemilu serta personel TNI/Polri yang meninggal akibat kelelahan dan berbagai sebab lainnya. Ditambah dengan adanya fenomena kampanye ujaran kebencian yang juga mengakibatkan polarisasi hingga perpecahan di kalangan masyarakat.
Jaleswari menegaskan bahwa penegakan HAM dengan pemilu berkaitan secara holistik. Meski masih perlu banyak ruang perbaikan, pengalaman penyelenggaraan pemilu secara serentak pertama di tahun 2019 dan pilkada pertama di masa pandemi sudah menunjukkan bahwa Indonesia memiliki modalitas yang cukup baik.
Pemilu yang langsung umum bebas dan rahasia, aman serta damai, dengan berperspektif HAM merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Penyelenggaranya juga menjadi tanggung jawab bersama, baik itu pemerintah, aparat keamanan, penyelenggara pemilu, peserta pemilu, maupun para kontestan.
”Tidak perlu lagi terjadi perpecahan di tengah masyarakat Indonesia karena beda pilihan,” ujar Jaleswari.