Menko Polhukam Mahfud MD meminta semua pihak tidak berprasangka atau meramal soal isi putusan Mahkamah Konstitusi mengenai batas usia capres-cawapres.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD meminta semua pihak untuk menunggu putusan Mahkamah Konstitusi atau MK mengenai pengujian konstitusionalitas syarat usia calon presiden-calon wakil presiden. Menurut rencana, putusan MK tersebut akan dibacakan 16 Oktober 2023.
”Ya, kita tunggu saja putusannya. Kan, (kita) tidak tahu dan tidak boleh juga berbicara sesuatu yang belum diputuskan oleh MK. Kita tunggu saja deh, ya, putusan MK itu. Kan Senin, Senin itu sudah (tinggal) kurang empat hari (dari sekarang),” kata Mahfud saat menjawab pertanyaan awak media di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (12/10/2023).
Adapun MK sedang menguji konstitusionalitas syarat usia capres-cawapres. Hal yang diuji kali ini adalah menyangkut syarat minimal usia capres-cawapres yang dibatasi minimal 40 tahun, seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Pasal 169 huruf q.
Pihak yang mengajukan uji materi adalah Partai Solidaritas Indonesia, Partai Garuda, lima kepala daerah, dan sejumlah pihak lainnya. Para pemohon tersebut meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menurunkan syarat usia capres-cawapres dari 40 tahun menjadi 35 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah atau penyelenggara negara.
Menurut Mahfud, partai politik akan menindaklanjuti apa pun putusan MK tersebut. ”Kita tunggu Senin saja, ndak usah buru-buru. Ndak usah banyak prasangka juga kepada MK,” katanya.
Dia pun meminta agar jangan membuat ramalan. ”Jangan-jangan (ketika) nanti kita meramal, lalu salah lagi kayak dulu, ya, kan? Ada yang meramal gini-gini, ternyata MK-nya enggak apa-apa. Lalu salah semua ramalan, padahal rakyat sudah terlalu ribut. Yang ini ndak usah meramal-ramal-lah, tapi berharap yang terbaik bagi negara ini,” ujar Mahfud.
Secara terpisah, sebelumnya, Direktur Eksekutif Para Syndicate Ari Nurcahyo saat dimintai pandangan menuturkan, dari sisi kelembagaan, independensi dan posisi MK dalam menjalankan marwah sebagai penjaga konstitusi dan prinsip-prinsip bernegara kini menjadi hal yang dipertaruhkan. ”Tapi, yang utama juga adalah (bagaimana) mengembalikan posisi kekuatan masyarakat sipil untuk dapat menjalankan fungsi check and balances dalam dinamika demokrasi,” ujar Ari.
Menurut Ari, perlu ada pendidikan politik bagi rakyat dalam memilih sosok pemimpin dalam pemilihan presiden. ”Butuh edukasi politik bagi masyarakat agar dapat memilih dengan cerdas,” katanya.
Kekuatan masyarakat sipil, Ari melanjutkan, jangan menjadi bagian dari tim sukses. Kekuatan masyarakat sipil mesti mampu memberikan narasi tandingan di luar narasi yang diberikan partai politik, kontestan pemilu, atau para capres.
”Narasi alternatif ini diperlukan untuk mendudukkan tokoh-tokoh capres-cawapres atau positioning mereka dalam demokrasi kita,” ujar Ari.