Ombudsman RI Terima Banyak Keluhan soal Penggunaan Meterai Elektronik di Pendaftaran CASN
Ombudsman RI menyarankan penggunaan meterai kertas tetap diperkenankan untuk memastikan kelancaran pendaftaran CASN 2023.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah pelamar calon aparatur sipil negara mengeluhkan sulitnya pemasangan meterai elektronik atau e-meterai yang digunakan dalam berkas pendaftaran. Kesulitan tersebut disinyalir merupakan salah satu penyebab mayoritas pendaftar belum mengirimkan seluruh dokumen persyaratan. Ombudsman RI meminta penggunaan meterai kertas tetap diperbolehkan.
Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, mengatakan, selama masa pendaftaran calon aparatur sipil negara (CASN) yang berlangsung sejak 20 September, banyak pelamar yang berkonsultasi kepada Ombudsman. Salah satu hal yang dikeluhkan adalah sulitnya mendapatkan dan membubuhkan meterai elektronik atau e-meterai pada berkas pendaftaran.
Dari konsultasi yang diterima, para pelamar menyebut laman https://meterai-elektronik.com yang digunakan untuk membeli dan membubuhkan meterai elektronik sering down. Pelamar berulang kali mencoba memasang meterai elektronik yang dibeli, tetapi masih gagal akibat sistem yang bermasalah.
”Meterai elektronik ini merupakan hal teknis, tetapi bisa jadi menghambat masyarakat yang ingin melamar sebagai CASN,” ujarnya di Jakarta, Minggu (8/10/2023).
Endi mengatakan, potensi masalah dari penggunaan meterai elektronik sudah disampaikan saat rapat koordinasi dengan berbagai kementerian/lembaga terkait seleksi CASN, termasuk Badan Kepegawaian Nasional. Sebab, akses pembelian meterai elektronik membutuhkan server yang kuat karena diakses oleh jutaan masyarakat yang akan melamar sebagai ASN. Terlebih di masa akhir pendaftaran, pengguna yang membuka laman tersebut dipastikan akan menumpuk.
Oleh karena itu, Ombudsman RI meminta agar penggunaan meterai kertas tetap diperbolehkan dalam seleksi CASN tahun ini yang akan ditutup pada 9 Oktober 2023. Hal ini untuk mengantisipasi adanya pelamar yang tidak bisa mengakses meterai elektronik sehingga gagal melengkapi seluruh berkas pendaftaran yang dipersyaratkan. Terlebih, hingga Jumat (6/10/2023) siang, mayoritas pelamar belum selesai mengirimkan dokumen pendaftaran.
Dikutip dari Instagram BKN @bkngoidofficial, Sabtu, dari 960.038 pelamar calon pegawai negeri sipil (CPNS), baru 324.553 pendaftar atau 33 persen yang sudah mengirimkan dokumen. Sementara pelamar pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) teknis yang sudah mengirimkan dokumen sebanyak 23 persen dari total 620.447 pendaftar. Kemudian pelamar PPK tenaga kesehatan yang sudah mengirim dokumen sebanyak 28 persen dari total 344.528 pelamar, serta pelamar PPPK guru yang sudah mengirimkan dokumen sebanyak 87 persen dari 396.221 pendaftar.
”Banyaknya pelamar yang belum submit berkas pendaftaran layak ditelusuri karena bisa jadi permasalahan meterai elektronik menjadi penyebab utama yang menghambat proses pendaftaran,” kata Endi.
Pelamar PPPK, Rizal (28), mengakui sulitnya memasang meterai elektronik yang sudah dibeli dari situs resmi Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri). Menurutnya, kesulitan memasang meterai elektronik banyak dikeluhkan pelamar di media sosial maupun berbagai grup percakapan. Bahkan, ada pihak yang menawarkan pembelian meterai elektronik dengan harga lebih mahal, yakni Rp 15.000-Rp 20.000 untuk satu meterai Rp 10.000.
”Saya akhirnya membeli meterai elektronik lagi dari pihak ketiga agar tidak terlambat menyelesaikan pendaftaran mengingat sisa waktu pendaftaran hanya dua hari lagi,” ucapnya.
Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama BKN Nur Hasan mengatakan, banyaknya pelamar yang belum menyelesaikan pendaftaran tidak bisa digeneralisasi karena masalah meterai elektronik. Peruri juga sudah melakukan berbagai upaya untuk memastikan pelamar tidak kesulitan membeli dan memasang meterai elektronik. ”Sejauh ini sudah teratasi,” katanya.
Formasi berimbang
Endi menambahkan, banyak pelamar yang mengeluhkan seleksi CASN tahun ini didominasi formasi khusus, yakni PPPK Guru, PPPK Nakes, dan PPPK Teknis. Sementara formasi umum untuk CPNS hanya sekitar 20 persen dari seluruh formasi yang dibuka.
Situasi ini membuat pelamar di luar honorer kesulitan mendaftar karena tidak memenuhi kualifikasi. Bahkan, sebagian formasi umum mensyaratkan lulusan S-2 sehingga para pelamar lulusan sarjana mengeluhkan minimnya formasi yang bisa didaftar.
”Idealnya 50 persen untuk formasi umum dan 50 persen untuk formasi khusus karena pengisian ASN tetap membutuhkan orang yang punya kompetensi, tidak hanya pengalaman,” tuturnya.
Adapun Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menetapkan 572.496 formasi PNS atau aparatur sipil negara (ASN) pada seleksi tahun ini. Jumlah tersebut untuk 72 instansi pemerintah pusat sebanyak 78.862 ASN, terdiri dari 28.903 CPNS dan 49.959 PPPK. Adapun formasi untuk pemerintah daerah sebanyak 493.634 ASN, terbagi dari 296.084 PPPK guru, 154.724 PPPK tenaga kesehatan, dan 42.826 PPPK teknis.
Selain itu, lanjutnya, hasil evaluasi seleksi CASN 2021 juga menemukan ketidaksesuaian kualifikasi pendidikan dengan nomenklatur formasi jabatan. Padahal, beberapa kampus dalam memberi nama jurusan juga mempertimbangkan nilai jual agar diminati mahasiswa. Padahal, lulusannya biasanya memiliki kompetensi yang sama meskipun nama jurusannya sedikit berbeda.
Sebelum memasuki masa verifikasi, ORI mengingatkan agar panitia seleksi nasional dan panitia seleksi daerah memberikan pelatihan yang memadai kepada seluruh verifikator. Sebab, dalam beberapa seleksi CASN sebelumnya, persyaratan administrasi yang tidak memenuhi syarat baru ditemukan di tahap akhir setelah pelamar menyelesaikan seluruh ujian.
”Pelamar yang lolos ujian akhirnya harus dianulir karena ketidakletitian verifikator di hulu,” kata Endi.