Terima Doktor Kehormatan, Megawati Ajak Kaum Muda Terapkan Ilmu Pengetahuan
Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri berharap kaum muda di Indonesia tidak hanya menimba ilmu sebatas teori, tetapi juga menerapkannya dalam kehidupan nyata.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR DARI SELANGOR, MALAYSIA
·5 menit baca
SELANGOR, KOMPAS — Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, Senin (2/10/2023) menerima gelar doktor kehormatan dalam bidang ilmu sosial dari Universiti Tunku Abdul Rahman (UTAR) di Selangor, Malaysia. Megawati berharap agar kaum muda di Indonesia tidak lelah mencari pengetahuan dan menerapkannya dalam kehidupan nyata.
Sesaat setelah menerima gelar doktor kehormatan (honoris causa), Megawati menuturkan, ia merasa terhormat mendapatkan penghargaan dari UTAR tersebut. Gelar doktor kehormatan tersebut diberikan tidak hanya berdasarkan pencapaian ilmiah, tetapi juga karena diterapkan dalam kehidupan nyata. Terlebih, kata Megawati, hal itu memiliki nilai tersendiri baginya secara pribadi yang mengaku sebagai orang yang belajar secara otodidak.
”Saya sebenarnya sangat ingin menginisiasi generasi muda, baik lelaki maupun perempuan, untuk jangan lelah, jangan merasa tidak bisa. Karena, sebenarnya, kalau dilihat dari latar belakang saya, saya ini otodidak,” kata Megawati.
Menurut Megawati, kaum muda di Indonesia diharapkan tidak hanya menimba ilmu sebatas teori, tetapi juga menerapkannya dalam kehidupan nyata. Terlebih, bagi para ahli yang memang banyak dimiliki Indonesia, mereka diharapkan juga memberikan sumbangsih pemikiran bagi bangsa. ”Saya berharap agar semua ahli yang ada menyumbangkan pemikirannya bagi nusa dan bangsa,” katanya.
Gelar doktor kehormatan ini merupakan yang kesepuluh diterima Megawati. Sebelumnya, Megawati menerima anugerah doktor honoris causa dari dalam dan luar negeri. Gelar itu di antaranya di bidang politik dari Waseda University of Tokyo, Tokyo, Jepang; Moscow State Institute of International Relations, Moskwa, Rusia; Korea Maritime and Ocean University, Busan, Korea Selatan; dan untuk bidang politik dan pemerintahan dari Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat.
Selain itu, ada gelar doktor kehormatan dari Universitas Negeri Padang untuk bidang pendidikan politik; Mokpo National University, Kota Mokpo, Korea Selatan, untuk bidang demokrasi ekonomi; Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Bandung, untuk bidang politik dan pemerintahan; Fujian Normal University, Fuzhou, Fujian, China, untuk bidang diplomasi ekonomi; serta Soka University Japan, Tokyo, Jepang, untuk bidang kemanusiaan.
Transformasi sosial bangsa
Dalam orasi ilmiah berjudul ”Transformasi Sosial Bangsa Indonesia dalam Perspektif Ideologi Pancasila”, Megawati menyampaikan pemikirannya tentang transformasi sosial bangsa Indonesia yang tidak bisa dilepaskan dari pemahaman terhadap sejarah, budaya, serta kondisi geografis Indonesia. Bagi bangsa Indonesia, Pancasila tidak hanya menjadi falsafah, ideologi, cara hidup, serta dasar, dan tujuan bernegara, tetapi juga menjadi ideologi geopolitik atas cara pandang Indonesia terhadap dunia.
Melalui cara pandang tersebut, Indonesia berperan aktif dalam memperjuangkan tata dunia baru yang bebas dari kolonialisme dan imperialisme. Hal ini dibuktikan melalui penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika tahun 1955 di Bandung; Gerakan Non-Blok tahun 1961 di Beograd; serta Pidato Bung Karno di PBB pada tahun 1960 yang dikenal dengan ”To Build the World Anew”.
Untuk menuju masyarakat yang adil dan makmur, Indonesia masih mengalami hambatan berupa disiplin nasional, kualitas pendidikan, serta penguasaan sains dan teknologi. Untuk itu, transformasi sosial bangsa Indonesia perlu dilakukan dengan beberapa pendekatan, yakni Pancasila harus tetap menjadi dasar sistem pemerintahan negara, menyusun peta jalan yang disebut Pembangunan Semesta dan Berencana, peningkatan kualitas sumber daya manusia, penerapan disiplin nasional, serta penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik.
Megawati juga menyinggung tentang isu perubahan iklim yang berdampak pada sulitnya menciptakan ketahanan pangan bagi sebuah negara. Megawati mengaku telah memberikan pertimbangannya kepada Presiden Joko Widodo untuk membicarakan hal itu di tingkat ASEAN. ”Agar kita bisa saling bergotong royong dan saling membantu,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, Presiden UTAR Ewe Hong Tat mengatakan, gelar doktor kehormatan tersebut merupakan penghargaan tertinggi sekaligus gelar doktor kehormatan ilmu sosial yang pertama yang diberikan oleh UTAR. Gelar tersebut diberikan atas kontribusi sosial Megawati kepada masyarakat serta dalam mendukung kemajuan ilmu sosial di Indonesia. ”Dan beliau telah menunjukkan pemahaman yang mendalam mengenai isu-isu yang memengaruhi masyarakat dan komunitas,” ujar Ewe Hong Tat.
Megawati juga dinilai telah membantu mendorong perdamaian dan pertumbuhan regional serta memperkuat hubungan bilateral antara Malaysia dan Indonesia. Penganugerahan gelar doktor kehormatan tersebut, menurut Ewe Hong Tat, diharapkan dapat menjadi pengingat akan karya dan sumbangsih Megawati sekaligus sebagai tanda persahabatan antara Malaysia dan Indonesia.
Memicu semangat
Terhadap penganugerahan gelar doktor kehormatan tersebut, putri Megawati, Puan Maharani, mengaku bangga. Hal itu menunjukkan penghargaan atas dedikasi yang telah dilakukan Megawati selama ini. Di sisi lain, penghargaan itu diberikan setelah persyaratan dan kriteria yang diakui UTAR bisa terpenuhi.
Atas pencapaian tersebut, Puan mengaku jadi lebih tersemangati. Sebab, sang ibunda mendapatkan gelar kehormatan yang kesepuluh tersebut di saat usianya menginjak 76 tahun. ”Saya masih punya waktu 25 tahun lagi untuk mengejar dan insya Allah ini menjadi semangat bagi saya untuk bisa menjadi seperti Ibu Megawati,” kata Puan.
Pada acara tersebut, Megawati didampingi putranya, M Rizki Pratama; putrinya, Puan Maharani; cucu, serta para sahabat dekatnya. Hadir pula mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan mantan Menteri Pertahanan RI Purnomo Yusgiantoro, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko, Wakil Kepala BRIN Amarulla Octavian, serta Duta Besar Republik Indonesia untuk Malaysia Indera Hermono.
Dari jajaran PDI Perjuangan, hadir Ketua DPP PDI-P Bidang Luar Negeri Ahmad Basarah dan Ketua DPP PDI-P Bidang Kelautan dan Perikanan Prof Dr Rokhmin Dahuri, serta sejumlah anggota Fraksi PDI-P di DPR, antara lain Diah Pitaloka, Charles Honoris, dan Mufti Aimah Nurul Anam.