Opsi Dua Poros Sulit Terwujud, Bakal Capres Diminta Perkuat Gagasan
Alih-alih terjebak dalam wacana dua poros koalisi pada Pilpres 2024, para bakal capres diminta untuk memperkuat orisinalitas gagasan kebangsaan.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wacana Pemilihan Presiden 2024 hanya diikuti oleh dua poros koalisi pengusung calon presiden dan wakil presiden dinilai sulit untuk terwujud. Tak hanya percaya diri telah memiliki bakal calon presiden dengan dukungan publik yang kuat, partai politik dan tiga koalisi yang sudah terbentuk saat ini juga enggan mengubah keputusan masing-masing. Oleh karena itu, alih-alih terjebak dalam wacana tersebut, bakal calon presiden diminta untuk mulai memperkuat orisinalitas gagasan untuk menyelesaikan berbagai persoalan bangsa.
Ide pembentukan dua poros koalisi dalam menghadapi Pemilihan Presiden (PIlpres) 2024 muncul setelah wacana memasangkan bakal calon presiden (capres) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Ganjar Pranowo dengan bakal capres dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang juga Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto kembali mengemuka. Namun, wacana tersebut sampai pada perdebatan yang sama dengan saat hal itu pertama kali dibicarakan pada awal 2023. Baik PDI-P maupun Gerindra tidak menampik kemungkinan keduanya berpasangan, tetapi kedua partai politik (parpol) konsisten dengan keputusan masing-masing, yakni mengusung Ganjar dan Prabowo sebagai capres, bukan calon wakil presiden (cawapres).
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno dalam diskusi ”Kian Dekat Capres Mulai Adu Gagasan, Skenario Dua Pasangan Masih Relevan?” di Jakarta, Sabtu (23/9/2023), mengatakan, wacana membentuk dua poros dengan asumsi memasangkan Ganjar dengan Prabowo sulit untuk terjadi. Sebab, keputusan PDI-P dan Gerindra mengusung Ganjar dan Prabowo sebagai capres merupakan harga mati. Tidak hanya memiliki tingkat elektabilitas tinggi berdasarkan hasil survei sejumlah lembaga, kedua tokoh itu juga didukung oleh parpol dan gabungan parpol yang kuat. Apalagi, PDI-P merupakan partai pemenang Pemilu 2014 dan 2019.
”Kemungkinan itu hanya bisa terwujud jika tiga elite, yakni Megawati Soekarnoputri (Ketua Umum PDI-P), Prabowo, dan Presiden Joko Widodo bertemu,” kata Adi.
Selain pimpinan PDI-P dan Gerindra, peran Presiden Jokowi juga menentukan. Sebab, preferensinya pada salah satu bakal capres dapat memberikan efek elektoral yang signifikan pada salah satu bakal capres. Namun, hingga saat ini Presiden tidak pernah menyatakan dukungan secara spesifik. Diprediksi sikap itu juga tidak bisa ditebak hingga Pilpres 2024 berlangsung.
Dalam konteks tersebut, kata Adi, penting bagi para bakal capres untuk menunjukkan orisinalitas kepemimpinannya. Sebab, belakangan sejumlah bakal capres justru memperlihatkan kecenderungan untuk diasosiasikan dengan Jokowi. Padahal, belum tentu dukungan Jokowi akan diberikan pada mereka.
Tidak ada salahnya kalau Pak Ganjar, Pak Prabowo, dan Pak Anies lebih sering bicara mengenai narasi besar. Bagaimana menyelesaikan kasus Rempang, misalnya, atau polusi udara berkepanjangan yang terjadi karena masalah lingkungan akan menjadi masalah kita ke depan.
Selain Ganjar dan Prabowo, ada pula Anies Baswedan, bakal capres yang didukung oleh Koalisi Perubahan. Alih-alih berkutat pada wacana pembentukan dua poros, Adi mengusulkan agar ketiga bakal capres yang sudah dideklarasikan parpol dan koalisinya masing-masing itu untuk lebih sering menyampaikan gagasan mengenai isu publik.
”Tidak ada salahnya kalau Pak Ganjar, Pak Prabowo, dan Pak Anies lebih sering bicara mengenai narasi besar. Bagaimana menyelesaikan kasus Rempang, misalnya, atau polusi udara berkepanjangan yang terjadi karena masalah lingkungan akan menjadi masalah kita ke depan,” kata Adi.
Tak berubah
Sekretaris Tim Sukarelawan Ganjar Pranowo, Deddy Sitorus, mengatakan, partainya tidak pernah mengubah keputusan dan menurunkan level penugasan. Hal itu tentu berlaku pada Ganjar yang telah ditugaskan untuk menjadi bakal capres. Selain itu, proses penentuan bakal cawapres pendamping Ganjar juga terus dilakukan oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
Deddy menekankan, tidak tertutup kemungkinan Megawati akan memutuskan dan mengumumkan bakal cawapres menjelang pendaftaran capres dan cawapres. Berkaca pada pengambilan keputusan sebelumnya, Megawati tidak pernah terburu-buru karena mengutamakan kedalaman pertimbangan. ”Jadi, bukan karena manuver, konstelasi, dan sebagainya. Tetapi, memang perenungan, pendalaman yang sangat kuat. Besar kemungkinan akan injury time walaupun bukan tidak mungkin bisa lebih cepat,” ujarnya.
Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) yang merupakan bagian dari KIM, Zita Anjani, mengatakan, koalisinya juga belum mengubah keputusan untuk mengusung Prabowo sebagai bakal capres. Meski tidak memungkiri peluang terjadinya perubahan situasi dalam beberapa waktu ke depan, ia menegaskan, tidak pernah ada pembicaraan untuk menjadikan Prabowo sebagai bakal cawapres.
Zita pun melihat, wacana pembentukan dua poros sulit terwujud. Sebab, sudah ada tiga bakal capres yang dideklarasikan oleh parpol dan koalisi masing-masing. Setiap koalisi juga sudah mempersiapkan strategi pemenangan masing-masing. ”Menurut saya, lebih baik tiga poros karena potensi keterbelahan masyarakatnya juga lebih kecil,” ucapnya.
Politisi Partai Nasdem, Bestari Barus, mengatakan, pasangan yang diusung Koalisi Perubahan, yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), siap berkontestasi berapa pun pasangan calon yang akan maju di Pilpres 2024 nanti. Akan tetapi, ia mengingatkan bahwa berdasarkan perhitungan ambang batas pencalonan presiden yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dimungkinkan munculkan setidaknya tiga pasangan calon pada Pilpres 2024.
”(Upaya untuk) mencoba menguranginya menjadi dua poros adalah pengkhianatan pada demokrasi,” katanya.