Sikap Tidak Sopan Jadi Pertimbangan Jaksa Perberat Tuntutan Lukas Enembe
Selain hukuman pidana penjara selama 10 tahun 6 bulan, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi juga meminta majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan terhadap Lukas Enembe berupa pencabutan hak politik selama lima tahun.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe dengan pidana penjara 10 tahun 6 bulan. Jaksa menyatakan Lukas menerima suap dan gratifikasi Rp 46,8 miliar. Sikap tidak sopan Lukas selama persidangan menjadi salah satu poin pertimbangan jaksa dalam menuntut Lukas.
Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (13/9/2023), jaksa KPK, Wawan Yunarwanto, menuntut agar majelis hakim Pengadilan Tipikor menyatakan Lukas terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi menerima suap dan gratifikasi.
”Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 10 tahun 6 bulan dan denda sejumlah Rp 1 miliar, subsider pidana kurungan pengganti selama enam bulan,” kata Wawan.
Dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh beserta dua anggota majelis hakim lainnya, terdakwa Lukas hadir didampingi penasihat hukumnya, OC Kaligis dan tim.
Saat membacakan tuntutan, Wawan mengatakan, hal yang memberatkan Lukas adalah perbuatannya tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi, bersikap tidak sopan selama persidangan, serta dinilai berbelit-belit dalam memberikan keterangan.
Jaksa mengungkapkan, dalam persidangan terdakwa telah melakukan perbuatan-perbuatan diantaranya mengeluarkan kata-kata kotor disertai cacian, dan melemparkan mikrofon di depan hakim. Jaksa menilai, perbuatan terdakwa tersebut merupakan perbuatan tercela dan tidak pantas di Pengadilan, yang dengan maksud dan tujuan untuk merongrong kewibawaan lembaga peradilan. Hal tersebut menjadi alasan jaksa untuk memperberat hukuman terdakwa Lukas.
Selain hukuman pidana penjara selama 10 tahun 6 bulan, jaksa juga meminta majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan terhadap Lukas Enembe berupa pencabutan hak politik selama lima tahun. Tidak hanya itu, majelis hakim juga diminta menjatuhkan pidana tambahan kepada Lukas untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 47,8 miliar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dalam pertimbangan jaksa, selama kurun waktu menjabat sebagai Gubernur Papua pada periode 2013-2018 dan 2018-2023, Lukas bersama-sama dengan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Papua (2013-2017) Mikael Kambuaya serta Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Papua (2018-2021) Gerius One Yoman menerima hadiah atau janji dengan total nilai Rp 45,84 miliar. Uang puluhan miliar rupiah yang diduga diterima oleh Lukas berasal dari dua pihak.
Pertama, penerimaan sebesar Rp 10,4 miliar dari Piton Enumbi, direktur sekaligus pemilik PT Melonesia Mulia, PT Lingge-Lingge, PT Astrad Jaya, serta PT Melonesia Cahaya Timur. Kedua, Lukas menerima dana Rp 35,4 miliar dari Rijatono Lakka yang merupakan Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo dan PT Tabi Bangun Papua serta pemilik Manfaat CV Walibu.
”Hadiah itu diberikan agar perusahaan yang digunakan oleh Piton Enumbi dan Rijatono Lakka dimenangkan dalam proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemprov Papua tahun anggaran 2013-2022 yang bertentangan dengan kewajibannya,” ujar jaksa.
Piton Enumbi adalah tim sukses pada saat Lukas menjadi berkontestasi di pemilihan kepala daerah. Lukas kemudian menginstruksikan kepada Mikael Kambuaya selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua untuk memberikan proyek kepada Piton Enumbi. Setelah mendapatkan proyek dari Pemprov Papua, Piton Enumbi secara bertahap memberikan kesepakatan fee kepada Lukas.
Sama seperti Piton Enumbi, Rijatono juga merupakan tim sukses Lukas saat mengikuti Pemilihan Gubernur Papua 2018-2023. Setelah Lukas terpilih sebagai gubernur, Rijatono akhirnya meminta proyek yang didanai oleh APBD Provinsi Papua.
Selain suap, Lukas juga menerima gratifikasi Rp 1 miliar dari Budy Sultan selaku Direktur PT Indo Papua melalui Imelda Sun. Namun, Lukas tidak melaporkan penerimaan gratifikasi itu kepada KPK.
Oleh karena itu, jaksa meyakini, Lukas terbukti secara sah melanggar Pasal 12 Huruf a dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Setelah mendengarkan tuntutan jaksa, penasihat hukum Lukas Enembe, OC Kaligis bersama timnya, meminta kepada ketua majelis hakim untuk menjadwalkan pembacaan nota pembelaan pada Kamis, 21 September 2023. Permintaan tersebut dikabulkan Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh. Majelis memberi waktu delapan hari kepada penasihat hukum Lukas untuk menyusun nota pembelaan atas kliennya.
”Persidangan hari ini dinyatakan selesai dan akan dilanjutkan kembali pada hari Kamis, 21 September 2023, dengan acara pembacaan nota pembelaan,” kata Rianto.