KPK Tetapkan Tiga Tersangka dalam Kasus Korupsi Sistem Proteksi TKI di Kemenaker
Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi Ali Fikri menuturkan, KPK tengah menyidik kasus terkait korupsi pengadaan sistem proteksi tenaga kerja Indonesia.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan tiga tersangka dalam dugaan korupsi sistem proteksi tenaga kerja Indonesia. Dua anggota aparatur sipil negara (ASN) dan satu orang pihak swasta itu diduga melakukan korupsi pada program pengolahan dan proteksi data yang digunakan untuk pengawasan dan pengendalian TKI.
Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi Ali Fikri kepada wartawan di Jakarta, Senin (21/8/2023), mengatakan, KPK saat ini tengah menyidik perkara terkait korupsi pengadaan sistem proteksi TKI. Dugaan korupsi itu terkait dengan Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berhubungan dengan tindakan yang merugikan keuangan negara.
”Butuh waktu untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut. Karena saat ini sedang proses penyidikan, kami sudah menetapkan tiga tersangka tetapi identitasnya masih kami pastikan. Jadi, ditunggu dulu. Kalau sudah cukup bukti, pasti kami segera umumkan kepada masyarakat,” katanya.
KPK saat ini juga terus mengembangkan perkara tersebut dengan memanggil saksi-saksi yang berkaitan. Saat ditanya, tentang berapa taksiran nilai kerugian keuangan negara, KPK masih menghitungnya. Nantinya, ketika proses penyidikan sudah selesai, hal itu akan segera dipublikasikan kepada media.
Sebelumnya, pada Jumat (18/8/2023), penyidik KPK juga sudah menggeledah kantor Kementerian Ketenagakerjaan dan sebuah rumah di Bekasi, Jawa Barat. Namun, terkait bukti-bukti apa yang dikantongi dalam proses penggeledahan itu, Ali belum bisa menjelaskan karena harus dikonfirmasi kepada para penyidik.
KPK juga akan mendalami dugaan korupsi sistem pengawasan dan perlindungan TKI dengan kasus-kasus TKI yang bermasalah di luar negeri. Dalam proses penegakan hukum, KPK bergerak simultan dalam proses penindakan dengan pencegahan dan pendidikan antikorupsi. ”Apakah ada dampak ke sana terkait dugaan korupsinya, nanti akan dikaji lebih lanjut,” ucapnya.
Aktivis Migrant Care, Siti Badriah, berpandangan penegakan kasus korupsi di Kemenaker seharusnya bisa memberikan efek kejut bagi pemerintah agar lebih melindungi buruh migran Indonesia. Dia mengakui sampai saat ini sistem perlindungan pekerja migran Indonesia belum maksimal. Seharusnya, perlindungan terintegrasi dari desa sampai pusat. Namun, sampai saat ini implementasinya belum terlaksana. Masih banyak calo yang melakukan perekrutan secara ilegal. Dia berharap hal ini harus bisa dipantau dan diawasi juga oleh KPK.
”Contohnya dulu saat ada kebijakan penutupan terminal 4 khusus TKI itu kan juga karena KPK menemukan ada banyak pungutan liar di sana. Ketika mendengar ada penggeledahan di Kemenaker untuk mengungkap kasus korupsi, kami senang karena ini bisa menjadi efek kejut bagi penegakan hukum dan perlindungan buruh migran,” ungkapnya.
Badriah juga mengakui sistem pelaporan daring yang dibuat pemerintah belum mampu memberikan pelayanan yang cepat dan mudah bagi TKI. Mereka sudah aktif melapor tetapi kasusnya tak kunjung ditindaklanjuti sehingga, menurutnya, sistem pengawasan dan perlindungan daring itu memang tidak maksimal.
Dampak ketika laporan itu ditangani secara berlarut, para buruh migran juga tidak bisa segera mendapatkan pertolongan dan kasus-kasus buruh migran menjadi meningkat dan semakin kompleks. Saat ini, banyak modus daring kejahatan terhadap buruh migran, yang tidak hanya menyerang korban dengan pendidikan rendah, tetapi juga mereka yang sarjana pun tertipu modus daring. Misalnya, masih banyak lowongan kerja ilegal ke luar negeri yang mencantumkan logo Kemenaker. Alhasil, banyak korban yang terjerat dalam modus tersebut. ”Ini harus ditertibkan ke depannya agar para buruh migran benar-benar terlindungi hak-haknya,” kata Badriah.