Setelah Batas Usia Minimal, Muncul Gugatan Usia Maksimal Capres dan Cawapres 70 Tahun
Aliansi ’98 Pengacara Pengawal Demokrasi dan Hak Asasi Manusia menguji materi UU Pemilu. Mereka minta ada batasan usia maksimal bagi calon presiden dan calon wakil presiden.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·4 menit baca
KOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU
Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Jumat (24/5/2019).
JAKARTA, KOMPAS — Setelah sejumlah pihak ramai-ramai meminta agar batas minimal usia calon presiden dan calon wakil presiden diturunkan, kini muncul pengujian yang meminta Mahkamah Konstitusi mengatur batas maksimal usia calon presiden dan calon wakil presiden. MK diminta menetapkan calon yang akan maju dalam Pemilihan Presiden 2024 tidak boleh berusia lebih dari 70 tahun.
Permohonan ini diklaim pemohon bukan untuk menghalangi calon presiden tertentu untuk mengikuti kontestasi. Akan tetapi, pengujian konstitusionalitas Pasal 169 Huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tersebut dimaksudkan untuk menyamakan usia maksimal presiden dengan pejabat publik lain.
”Terkait opini adanya tendensi kepada beliau menurut saya terlalu prematur menyimpulkan, ya. Karena kita ikuti proses permohonan ini berdasarkan juga peraturan dari lembaga negara lainnya, seperti usia hakim agung, hakim konstitusi atau lembaga negara lainnya dengan batas usia 70 tahun,” ujar Halim Javerson Rambe, Koordinator Aliansi ’98 Pengacara Pengawal Demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM), saat dihubungi pada Minggu (20/8/2023).
Adapun, satu dari tiga nama yang mencuat untuk menjadi calon presiden pada Pemilu 2024 adalah Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan, yang juga Ketua Umum Partai Gerindra. Pada tahun ini, Prabowo sudah berusia 71 tahun.
KOMPAS/ALIF ICHWAN
Bakal Calon Presiden Prabowo Subianto
Pemohon pengujian UU Pemilu tersebut didaftarkan pada Jumat (18/8/2023). Menurut Halim, pihaknya menguji Pasal 169 Huruf d dan q UU Pemilu. Pasal tersebut mengatur, capres/cawapres tidak pernah mengkhianati negara serta tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya (huruf d) dan berusia paling rendah 40 tahun (huruf q).
Permohonan tersebut berlandaskan pada Pasal 6 UUD 1945 yang menghendaki capres dan cawapres yang mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wapres. Dengan demikian, menurut Halim, perlu ada persyaratan batas usia maksimal capres dan cawapres sehingga selama mengemban amanat sebagai Presiden dan Wakil Presiden tidak terganggu oleh masalah kesehatan rohani maupun jasmani.
Selain itu, para pemohon mencoba membandingkan usia capres dan cawapres dengan usia pimpinan lembaga negara lain yang rata-rata diatur batas usia maksimalnya. UU No 7/2020 tentang Mahkamah Konstitusi, misalnya, mengatur usia maksimal hakim konstitusi 70 tahun. Apabila sudah memasuki usia tersebut, yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat dari jabatannya. Selain hakim MK, ada pula jabatan Ketua Mahkamah Agung, Wakil Ketua MA, ketua muda MA serta hakim agung yang juga harus berhenti Ketika berumur 70 tahun. Hal ini tercantum di dalam Pasal 11 huruf b UU No 3/2009 tentang MA. Lalu, ada pula batas maksimal usia anggota Komisi Yudisial, yakni 68 tahun (Pasal 26 huruf d UU No 18/2011 tentang KY).
Selain pejabat di cabang yudikatif (kekuasaan kehakiman), pimpinan lembaga negara lain, yakni Badan Pemeriksa Keuangan, juga setinggi-tingginya berusia 67 tahun. Hal ini diatur di Pasal 18 huruf c UU No 15/2006 tentang BPK.
KOMPAS
Tiga Besar Bakal Capres Versi Survei Litbang Kompas
Untuk itu, Aliansi ’98 Pengacara Pengawal Demokrasi dan HAM meminta MK menambahkan norma baru tentang batas maksimal usia capres dan cawapres. Hal tersebut dilakukan agar sosok presiden yang terpilih merupakan pemimpin yang produktif dalam menjalankan kinerjanya. Mereka ingin memastikan bahwa presiden terpilih kelak adalah yang memiliki kemampuan, fisik, psikologis, dan moral yang stabil.
Dalam permohonan yang sama, Aliansi juga berkeinginan agar warga Indonesia memiliki presiden dan wakil presiden yang tidak memiliki rekam jejak dalam kasus pelanggaran HAM. Permohonan pengujian ini, menurut Halim, juga dimaksudkan agar rakyat terlindungi dari presiden dan wakil presiden yang bisa bertindak otoriter, bertangan besi, serta antidemokrasi.
Hingga Minggu sore, permohonan yang diajukan Aliansi tersebut belum mendapat nomor registrasi.
Makin muda
Berkaitan dengan syarat usia minimal capres dan cawapres, MK makin dibanjiri permohonan pengujian Pasal 169 huruf q UU Pemilu. Apabila sebelumnya ada tiga perkara yang sudah berjalan hingga tahap pembuktian, satu-satunya lembaga penafsir konstitusi tersebut kembali menerima pendaftaran pengujian syarat minimum usia capres dan cawapres. Setidaknya ada enam permohonan baru yang masuk dengan rincian empat sudah diregistrasi dan dua lainnya belum diregistrasi.
Dengan demikian, MK menerima total sembilan perkara pengujian syarat minimum usia calon pemimpin negeri yang biasa disebut RI1 dan RI2. Adapun tiga perkara yang sudah berjalan diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia, Partai Garda Perubahan Indonesia (Partai Garuda), dan sejumlah kepala daerah. Mereka meminta usia minimal capres dan cawapres diturunkan menjadi 35 tahun (PSI). Sementara Partai Garuda dan sejumlah kepala daerah tidak meminta usia minimal calon diturunkan, tetap 40 tahun/kepala daerah.
TANGKAPAN LAYAR SURVEI CSIS
Pendapat responden survei CSIS terkait karakter pemimpin yang diharapkan oleh pemilih muda berusia 17-39 tahun.
Dalam permohonan yang baru masuk, para pemohon—yang kebanyakan menguji UU Pemilu selaku perseorangan warga negara—meminta batas usia minimal capres dan cawapres diturunkan lagi menjadi 25 tahun atau bahkan 21 tahun.
Arkaan Wahyu Re A, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Surakarta yang juga warga Jebres, Solo, Jawa Tengah, misalnya, minta usia minimal menjadi capres dan cawapres adalah 21 tahun. Begitu pula dengan Guy Rangga Boro, warga Bekasi, Jawa Barat, yang juga meminta hal yang sama. Sementara yang meminta batas usia capres dan cawapres 25 tahun, selain PSI, ada juga Hite Badenggan Lumantoruan, Rika Andi Sinaga, dan Melisa Mylitiachristi Tarandung, yang masing-masing mengajukan uji materi sebagai individu perseorangan.