PDI-P tetap membuka komunikasi dengan tokoh dari koalisi partai politik berbeda. Sementara itu, Koalisi Perubahan untuk Persatuan akan menggelar konsolidasi besar usai peresmian Museum dan Galeri Seni SBY-Ani di Pacitan.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU, IQBAL BASYARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tetap akan mempertimbangkan dan membuka komunikasi dengan tokoh potensial bakal calon wakil presiden meski berasal dari partai politik yang berbeda sikap mengenai bakal calon presiden yang didukung. Apalagi jika sosok dimaksud tidak terafiliasi secara resmi dengan sebuah partai dan memiliki kompetensi kualitatif yang mumpuni.
Proses pembahasan sosok bakal calon wakil presiden (cawapres) untuk mendampingi Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah yang kini menjadi bakal calon presiden (capres) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), masih berlanjut. Sejauh ini ada lima sosok yang dipertimbangkan mendampingi Ganjar, antara lain Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Sandiaga Salahuddin Uno, Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, serta Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD. Selain itu, ada pula Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang juga Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar, serta Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P Said Abdullah ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (16/8/2023), mengatakan, kelima nama tersebut memang dipertimbangkan dan pernah diungkapkan Ketua DPP PDI-P Puan Maharani. Hingga saat ini, pertimbangan atas lima nama tersebut belum berubah meski tiga di antaranya berada di koalisi partai politik (parpol) yang berbeda. Ketiga tokoh dimaksud adalah Erick Thohir, Muhaimin Iskandar, dan Agus Harimurti Yudhoyono.
Meski bukan kader, Erick diusulkan sebagai cawapres oleh Partai Amanat Nasional (PAN) yang telah mendeklarasikan dukungan untuk Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai bakal capres 2024. Dengan demikian, PAN kini bergabung di Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) bersama Gerindra, Golkar, dan PKB. Adapun PKB, partai asal Muhaimin, merupakan perintis KKIR.
Sementara Agus Yudhoyono yang berasal dari Demokrat telah membentuk Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) bersama Partai Nasdem dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk mendukung mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, sebagai bakal capres.
Said melanjutkan, PDI-P akan tetap mempertimbangkan memilih para tokoh itu. Apalagi, di antaranya ada yang bukan kader parpol, yakni Erick. ”Bagi Ibu Ketua Umum (Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri), Pak Mardiono (Ketua Umum PPP), Pak Hary Tanoe (Ketua Umum Perindo), dan Ketua Umum Partai Hanura, persoalannya bukan Erick dari partai mana. Tetapi, kalau secara kualitatif dia bagus, kenapa PDI-P tidak ambil? Jangan dikotak-kotakkan, tetap kami pertimbangkan,” ujarnya.
Begitu pula dengan tokoh lain yang merupakan kader parpol. PDI-P tetap akan menjalin komunikasi. Sebab, ia meyakini situasi masih dinamis sehingga segala kemungkinan masih bisa terjadi. ”Kami menghormati pilihan-pilihan partai, tetapi kami akan tetap membuka saluran komunikasi,” ujarnya.
Said menekankan, PDI-P selalu menghindari pola transaksional dalam membangun kerja sama dengan parpol lain. Hal itu dihindari karena pada dasarnya dalam kontestasi Pilpres 2024, parpol datang untuk meminta izin kuasa atas daulat rakyat. Oleh karena itu, pihaknya akan terus membagikan diskursus mengenai Indonesia ke depan yang terkait langsung dengan kehidupan rakyat.
Selain itu, tambahnya, PDI-P tidak merasa ditinggalkan oleh Golkar dan PAN yang justru mendukung Prabowo meski sebelumnya sudah berkomunikasi secara intens dengan partainya. Bagi PDI-P, komposisi gabungan parpol pendukung Ganjar saat ini semakin ramping dan semakin efisien untuk berkontestasi.
”Toh, kalau kemudian terjadi tiga pasangan calon, yang akan diuji oleh publik adalah gagasannya, kebijakan-kebijakannya tentang Indonesia ke depan. Kan, bukan diuji seberapa banyak partainya. Kan, tidak ada debat politik di mana pun atau resmi oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum), eh banyak-banyakan yuk. Politik tidak seperti itu, tetap kuasa itu di tangan rakyat,” kata Said.
Faktor Jokowi
Menanggapi wacana PDI-P yang tetap akan mempertimbangkan dirinya menjadi bakal cawapres, Erick mengatakan bahwa ia bersyukur. Meski hasil survei sejumlah lembaga menyatakan beberapa tokoh bakal capres memiliki tingkat elektabilitas tinggi, faktor yang terkait dengan Presiden Joko Widodo akan menjadi pertimbangan utamanya. ”Seperti saya bilang, satu, saya tegak lurus dengan Bapak Presiden,” katanya.
Erick melanjutkan, tegak lurus dengan Presiden itu berarti koalisi parpol yang mendukungnya harus benar-benar bersedia melanjutkan program yang telah dirintis oleh Jokowi. Selain itu, calon yang akan ia dampingi juga harus memiliki kecocokan dengan dirinya. Yang tidak kalah penting adalah pasangan didukung tim pendukung yang solid.
Sebelumnya, Erick telah diusulkan oleh PAN untuk menjadi bakal cawapres, baik untuk Ganjar maupun Prabowo. Komunikasi dengan PDI-P dan Gerindra telah dibangun.
Bahkan, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan telah bertemu dengan Megawati khusus untuk membicarakan usulan tersebut. Namun, di tengah ketidakpastian dari PDI-P dan Gerindra, PAN mendeklarasikan dukungan untuk Prabowo.
Koalisi lain
Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno mengatakan, PAN tengah menunggu kriteria bakal cawapres yang diinginkan Prabowo. Sebab, ketiga parpol anggota KKIR, yakni Golkar, PKB, dan PAN, berharap mendapatkan kursi pendamping Prabowo itu. Melalui kriteria tersebut, ketua umum dari keempat parpol koalisi akan lebih mudah bermusyawarah dalam menentukan tokoh yang paling tepat diusung sebagai cawapres.
Ia menuturkan, ketiga parpol masih mendorong tokoh yang berbeda sebagai bakal cawapres. PAN masih konsisten mengusung Erick, PKB mengusung Muhaimin, sementara Golkar mengusung Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto. ”Kami perlu dengarkan juga apa kriteria Pak Prabowo dan ini saya kira pembahasannya di tingkat ketua umum parpol,” ujarnya.
Ketua DPP Golkar Dave Akbarshah Fikarno Laksono mengatakan, Golkar terus berdiskusi dengan koalisi untuk mendapatkan posisi bakal cawapres. Menurut dia, ada lebih dari satu opsi nama kader yang bisa diajukan sebagai cawapres mendampingi Prabowo. Selain Airlangga Hartarto, muncul nama Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang bisa diajukan sebagai cawapres.
Ia mengungkapkan, nama Kamil sebagai bakal cawapres masih dalam pembahasan di internal Golkar. Belum ada keputusan akhir karena kesepakatan belum tercapai. Namun, semua nama yang diusulkan kembali diserahkan pada kesepakatan bersama mitra koalisi untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
”Kamil masih terbuka. Pokoknya selain Pak Airlangga, ada beberapa opsi lain lagi, salah satunya Pak Ridwan Kamil,” kata Dave.
Wakil Ketua Umum Gerindra Budisatrio Djiwandono mengatakan, kriteria bakal cawapres pada saatnya nanti akan didiskusikan bersama empat parpol anggota koalisi. Pembicaraan dilakukan dengan semangat musyawarah mufakat untuk memutuskan sosok terbaik.
”Siapa pun pendamping Pak Prabowo, yakinilah itu adalah pilihan putra-putri terbaik bangsa,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua DPP Nasdem Willy Aditya mengungkapkan, KPP akan menggelar konsolidasi besar seusai peresmian Museum dan Galeri Seni SBY-Ani di Pacitan, Jawa Timur, yang akan diresmikan 17 Agustus 2023. Pada peresmian tersebut, perwakilan Nasdem akan turut hadir.
”Kita lihat setelah agenda Pacitan akan ada rapat besar. Kemungkinan akan ada keputusan yang penting,” katanya.
Lebih jauh, Willy tidak khawatir dengan dinamika koalisi yang terjadi akhir-akhir ini. Bergabungnya Golkar dan PAN ke KKIR sehingga membuat koalisi gemuk itu tidak menjadi jaminan kemenangan.