Perempuan Jadi Pemimpin, Wapres Bilang Tergantung Partai dan Perempuan Itu Sendiri
Wapres Amin menyebutkan sistem perpolitikan Indonesia tidak mempermasalahkan pemimpin perempuan.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·2 menit baca
TUBAN, KOMPAS — Wakil Presiden Ma'ruf Amin menuturkan, tidak ada masalah dalam sistem perpolitikan Indonesia terkait perempuan yang menjadi pemimpin. Hal yang penting adalah keberadaan partai pengusungnya dan kesediaan yang bersangkutan untuk memimpin.”Kita sudah pernah punya wakil presiden perempuan, bahkan presiden perempuan,” kata Wakil Presiden Ma'ruf Amin saat menjawab pertanyaan awak media seusai peresmian Masjid KH Hasyim Asy'ari di Ma'had Bahrul Huda, Tuban, Jawa Timur, Kamis (10/8/2023).
Wapres Amin menunjuk saat Ketua Umum PDI-Perjuangan hasil pemilihan MPR Megawati Soekarnoputri menjadi wapres mendampingi Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pada periode 1999-2001. Setelah Presiden Gus Dur diganti, Wapres Megawati naik menjadi presiden ke-5 RI pada periode 2001-2004.
Terkait calon pemimpin perempuan, menurut Wapres Amin, hal yang mesti ada adalah partai atau gabungan partai yang mengusulkan. Demikian pula kesediaan calon yang bersangkutan untuk dicalonkan.”Saya kira tinggal lagi, pertama, tentu ada partai atau gabungan partai yang mengusulkan untuk jadi calon wakil presiden dan juga ada calon yang jadi wakil presiden,” ujar Wapres Amin.
Menurut Wapres Amin, tidak ada masalah dalam sistem perpolitikan Indonesia mengenai pemimpin perempuan. Hal yang ditunggu adalah adanya partai atau gabungan partai yang mengusulkan”Tinggal lagi menunggu partai mana atau gabungan partai mana atau calon wakil presiden (perempuan) mana yang akan menerima,” katanya.
Baca juga: Presiden Megawati Soekarnoputri: Kabinet Demisioner (Arsip Kompas)Artinya, tinggal menunggu partai atau gabungan partai mengusulkan wakilnya itu dari perempuan. ”Dan, si calon wakil presiden perempuan juga bersedia jadi wakil presiden. Saya kira itu prosesnya. Kalau salah satu itu tidak, (maka) tidak mungkin ada calon wakil presiden (dari perempuan),” kata Wapres Amin.
Keterwakilan perempuan
Seperti diberitakan Kompas.id (31/3/2023), pemenuhan target keterwakilan perempuan di parlemen yang tidak pernah mencapai 30 persen pun menjadi tantangan yang dihadapi setiap pemilu, termasuk pada Pemilu 2024. Persoalannya tidak hanya pada sulitnya mencari calon anggota legislatif perempuan, tetapi juga stereotip dari pemilih dan diskriminasi yang kerap muncul setelah menjabat sebagai wakil rakyat sehingga akhirnya membuat perempuan berpikir dua kali untuk menjadi anggota parlemen.
”Baik dari partai politik maupun pemilih sering kali bias jender secara pragmatik. Mereka menilai kesempatan perempuan untuk menang dalam kontestasi politik itu kecil, jadi secara pragmatik memilih laki-laki,” kata Program Officer International NGO Forum on Indonesian Development (Infid) Rizka Antika dalam diskusi bertajuk ”Menguak Minimnya Capres dan Cawapres Perempuan”, di Jakarta, Kamis (30/3/2023).