Ketidakpastian Posisi Cawapres Picu Keretakan Koalisi
Partai Demokrat kembali persoalkan lambatnya penentuan calon wakil presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan. Setelah lebih dari enam bulan mendukung Anies Baswedan, gabungan parpol belum serahkan pendamping Anies.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU, NIKOLAUS HARBOWO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketidakpastian dalam penentuan sosok bakal calon wakil presiden memicu keretakan di sejumlah koalisi. Partai-partai politik yang mengusulkan kadernya untuk diusung membuka opsi untuk berpindah haluan jika usulan tak kunjung dipenuhi. Hal ini berpotensi menghambat langkah pemenangan, baik yang dilakukan oleh partai maupun kandidat.
Partai Demokrat kembali mempersoalkan lambatnya penentuan calon wakil presiden (cawapres) dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP). Setelah lebih dari enam bulan menyatakan dukungan kepada Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden (capres), gabungan partai politik (parpol) yang terdiri dari Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu belum menyerahkan usulan nama pendamping kepada Anies. Anies pun mengklaim bahwa nama bakal calon pasangannya telah dikantongi. Namun, hingga saat ini belum ada pengumuman mengenai hal tersebut.
”Dugaan saya ada nama yang sedang diuji disurvei oleh salah satu pimpinan partai Koalisi Perubahan sebagai cawapres. Jika benar nama itu Pak Surya Paloh, maka harus dijelaskan saat ini oleh Pak Anies Baswedan,” tulis Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Andi Arief melalui cuit di akun Twitternya, Rabu (9/8/2023).
Dugaan saya ada nama yang sedang diuji disurvei oleh salah satu pimpinan partai Koalisi Perubahan sebagai cawapres. Jika benar nama itu Pak Surya Paloh, maka harus dijelaskan saat ini oleh Pak Anies Baswedan.
Saat dihubungi dari Jakarta, Andi menjelaskan, dirinya mendapatkan informasi pada Selasa malam bahwa Partai Nasdem tengah menguji elektabilitas ketua umumnya, Surya Paloh, untuk dipertimbangkan menjadi bakal cawapres pendamping Anies. Hal itu pula yang ditengarai menjadi penyebab Nasdem ingin mengumumkan bakal cawapres pada waktu akhir jelang pendaftaran capres dan cawapres pada Oktober mendatang.
Sebab, sejauh ini tiga besar kandidat pendamping Anies telah banyak dibicarakan publik. Mereka adalah Zannuba Ariffah Chafsoh, putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid yang kerap disapa Yenny Wahid, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono.
Jadi, tidak mungkin ada yang ditunggu lagi. Yang sangat mungkin ditunggu itu adalah Surya Paloh kalau memang berkeinginan menjadi cawapresnya Anies.
”Jadi, tidak mungkin ada yang ditunggu lagi. Yang sangat mungkin ditunggu itu adalah Surya Paloh kalau memang berkeinginan menjadi cawapresnya Anies,” ujarnya.
Menurut Andi, tidak ada yang salah jika Surya berkeinginan untuk berkontestasi di Pilpres 2024 sebagai cawapres. Hanya saja, ia mempertanyakan apakah dalam waktu sebulan ke depan tingkat elektabilitas tokoh pendiri Nasdem itu bisa naik secara signifikan. Selain itu, Anies juga diharapkan menjelaskan hal tersebut secara terbuka kepada parpol-parpol koalisi.
Andi tidak memungkiri, Demokrat masih konsisten untuk mendorong Anies mengumumkan bakal cawapres secepatnya. Tidak tertutup kemungkinan, Demokrat bakal mengevaluasi dukungannya jika penentuan pendamping Anies terlalu lama dilakukan. ”Sudah saatnya Pak Anies mendengar masukan Demokrat dan PKS yang mewakili rakyat,” ujarnya.
Tak hanya di KPP, ketidakpastian dalam penetapan bakal cawapres juga mendorong gejolak di internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani mengungkapkan, saat ini telah berkembang wacana untuk menentukan sikap yang lain jika usulan bakal cawapres dari PPP tidak diterima Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). PPP mengusulkan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang sejak Mei lalu menjadi Ketua Bappilu PPP, Sandiaga Salahuddin Uno, untuk mendampingi bakal capres dari PDI-P, Ganjar Pranowo.
Sudah saatnya Pak Anies mendengar masukan Demokrat dan PKS yang mewakili rakyat.
Arsul mengakui, meski saat ini PPP secara resmi mendukung Ganjar, tidak bisa dimungkiri pilihan kader parpol berlambang Kabah tersebut masih terbelah. Sebagian kader juga mendukung bakal capres dari parpol lain, yakni Prabowo Subianto, ketua umum sekaligus bakal capres dari Partai Gerindra, serta Anies dari KPP. ”Teman-teman di PPP juga mendengar ada kemungkinan Pak Sandi juga dipilih (oleh PDI-P),” ungkapnya.
Secara terpisah, Sandiaga mengakui, potensi berakhirnya kerja sama antara PPP dan PDI-P di Pilpres 2024 jika dirinya tak dipilih sebagai bakal cawapres banyak ditanyakan oleh para kader yang ditemuinya. Sejumlah kader yang ditemui di Bitung, Kota Manado, Minahasa Utara, mempertanyakan bagaimana rencana ke depan karena sudah memasuki dua bulan menjelang pendaftaran capres dan cawapres.
Meski demikian, ia menekankan bahwa keputusan akhir ditentukan pimpinan parpol. Ia meyakini, harus memperjuangkan slogan PPP, yakni harga murah, kerja mudah, dan hidup berkah, agar kontestasi Pilpres 2024 dapat menggerakkan roda perekonomian, membuka lapangan kerja, dan membuka peluang usaha bagi masyarakat.
Jadi, tidak ada hal yang nantinya tidak dibahas, namun itu semua akan dibicarakan bersama.
Menanggapi dinamika di PPP, Ketua DPP PDI-P Puan Maharani mengatakan, partainya terbuka dan menerima usulan bakal cawapres dari PPP. Usulan itu akan dibahas bersama antara Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, Pelaksana Tugas Ketua Umum PPP Mardiono, dan Ganjar. Meski keputusan akhir ditentukan Megawati, aspirasi parpol dan bakal capres akan diperhatikan. ”Jadi, tidak ada hal yang nantinya tidak dibahas, itu semua akan dibicarakan bersama,” ucapnya.
Tak mati langkah
Sama halnya dengan Demokrat dan PPP, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang sudah berkoalisi dengan Gerindra sejak pertengahan Agustus 2022 juga terus mendorong Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB, untuk menjadi bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto. Meski kerap disebut sebagai calon terkuat untuk mendampingi Prabowo, hingga saat ini Muhaimin tak ditetapkan sebagai bakal cawapres. Di tengah konteks itu, Muhaimin sempat disebut menjadi salah satu tokoh yang dipertimbangkan untuk menjadi calon pasangan Ganjar dan diajak bergabung oleh PDI-P.
Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid mengatakan, pihaknya saat ini masih menunggu keputusan Prabowo dan Muhaimin yang sudah diberi mandat untuk menentukan sosok capres dan cawapres yang akan diusung Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR). Adapun wacana bekerja sama dengan PDI-P disebut masih sekadar wacana. Meski demikian, itu tidak akan berdampak pada kebuntuan langkah PKB untuk mewujudkan amanat Muktamar PKB 2019, yakni mengusung Muhaimin sebagai capres atau cawapres di Pilpres 2024.
Pokoknya PKB tidak akan pernah mati langkah. PKB selalu menghitung, mengalkukasi, kita, kan, sudah berkali-kali membangun koalisi dan kerja sama dengan partai-partai. Proposal PKB memang hanya satu, Gus Muhaimin masuk di kertas pilpres, itu saja.
“Pokoknya PKB tidak akan pernah mati langkah. PKB selalu menghitung, mengalkukasi, kita, kan, sudah berkali-kali membangun koalisi dan kerja sama dengan partai-partai. Proposal PKB memang hanya satu, Gus Muhaimin masuk di kertas pilpres, itu saja,” ujarnya.
Wakil Ketua Umum Gerindra Habiburokhman mengatakan, penentuan bakal capres dan cawapres KKIR merupakan kewenangan Prabowo dan Muhaimin. Meski sosok bakal cawapres belum ditetapkan dan PKB mendapatkan tawaran untuk bergabung dengan parpol lain, pihaknya tak khawatir. ”Kami dan PKB saling percaya dan saling tahu bahwa tidak akan ada yang meninggalkan satu sama lain,” ujarnya.
Hambat pemenangan
Kepala Departemen Poliitk dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes melihat, ketidakpastian dalam penentuan bakal cawapres terjadi karena ada banyak tokoh yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Negosiasi di antara sejumlah parpol pun buntu karena memiliki kekuatan yang relatif sama.
Selain itu, ada pula faktor lain, misalnya, tokoh yang diusulkan tak mampu mendongkrak suara. Beberapa partai pun dinilai menunggu preferensi Presiden Joko Widodo mengenai arah pembentukan koalisi.
Menurut Arya, ketidakpastian ini kontraproduktif karena dapat memicu keretakan koalisi dan mendorong perpindahan parpol ke koalisi lain yang lebih pasti. Itu juga bisa memicu stagnasi suara bakal capres karena pemilih melihat tidak ada kepastian soal pasangan yang akan berkontestasi. Selain itu, ketidakpastian juga bakal menghambat langkah pemenangan, baik yang dilakukan oleh parpol maupun kandidat.
”Implikasinya akan membuat partai koalisi kesulitan atau menunda memulai sosialisasi calon karena belum ada kepastian pasangan calon. Kandidat capres juga akan tersandera karena tidak bisa maksimal bersosialisasi karena belum definitif sebagai calon,” tutur Arya.