MK Diminta Tolak Turunkan Syarat Minimal Usia Capres/Cawapres
Peneliti Perludem, Kahfi Adlan Hafiz, menilai, tidak ada isu konstitusionalitas dalam syarat usia minimal seorang untuk menjadi capres dan cawapres. MK diminta untuk menolak uji materi Pasal 169 huruf q UU No 7/2017.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Konstitusi diminta menolak permohonan untuk menurunkan syarat usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden dari 40 tahun seperti diatur dalam Undang-Undang Pemilu menjadi 35 tahun. Persoalan batas minimal usia pejabat publik bukanlah persoalan konstitusionalitas yang harus diputus MK, melainkan menjadi kewenangan pembentuk undang-undang untuk mengaturnya.
MK diminta untuk menolak uji materi Pasal 169 huruf q UU No 7/2017 tentang Pemilu yang diajukan oleh tiga pihak. Mereka adalah Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dkk (perkara 29/PUU-XXI/2023), Partai Garuda (perkara 51/PUU-XXI/2023), serta sejumlah kepala daerah, seperti Wali Kota Bukit Tinggi Erman Safar (Partai Gerindra), Pandu Kesuma Dewangsa, dan Emil Elestianto Dardak (perkara 55/PUU-XXI/2023).
Hal tersebut diungkapkan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang menjadi pihak terkait dalam pengujian yang diajukan oleh PSI. Selain Perludem, MK juga mendengarkan keterangan dari Partai Gerindra yang juga menjadi pihak terkait dalam perkara yang diajukan sejumlah kepala daerah. Sidang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman.
Peneliti Perludem, Kahfi Adlan Hafiz, menilai, tidak ada isu konstitusionalitas dalam syarat usia minimal seorang untuk menjadi capres dan cawapres. Pemohon mendalilkan, terjadi diskriminasi yang tidak dapat ditoleransi dalam pengaturan syarat usia minimal mencalonkan diri sebagai capres/cawapres dan meminta syarat tersebut diturunkan dari 40 tahun menjadi 35 tahun. Pemohon mengutip pengelompokan usia menurut Departemen Kesehatan bahwa antara usia 36 tahun hingga 40 tahun merupakan kelompok usia dewasa akhir.
Namun, Perludem melihat, pengaturan batas usia 35 tahun seperti diminta pemohon juga merupakan bentuk diskriminasi atau ageism jika menggunakan logika yang sama. Dengan demikian, soal syarat minimal pencapresan bukanlah masalah diskriminasi usia.
Pengaturan batas usia 35 tahun seperti diminta pemohon juga merupakan bentuk diskriminasi atau ageism jika menggunakan logika yang sama. Dengan demikian, soal syarat minimal pencapresan bukanlah masalah diskriminasi usia.
Perludem juga mengingatkan putusan-putusan MK sebelumnya terkait persoalan serupa (usia minimal pejabat publik). Misalnya, putusan MK dengan nomor 15/PUU-XV/2017 terkait syarat usia calon kepala daerah. MK menilai UUD 1945 tidak menentukan batasan usia minimum tertentu. Dengan demikian, UUD 1945 menyerahkan penentuan batas usia tersebut kepada pembentuk undang-undang untuk mengaturnya atau sebagai kebijakan hukum yang terbuka (open legal policy).
Putusan serupa juga ada dalam putusan nomor 37/PUU-VIII/2010 yang mengatur syarat usia pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, putusan nomor 49/PUU-IX/2011 terkait syarat usia minimal menjadi hakim konstitusi, serta terakhir putusan nomor 58/PUU-XVII/2019 tentang syarat minimal usia calon gubernur/wakil gubernur, calon bupati/wakil bupati, dan calon wali kota/wakil wali kota.
”Berdasarkan perbandingan beberapa putusan tersebut, mahkamah dalam menilai batas usia memandang tidak terdapat pelanggaran hak konstitusional dalam tiap dalil terkait dengan batas usia minimum. Sebab, UUD 1945 tidak mengatur usia tertentu dalam pengisian jabatan publik. Karena itu, syarat usia yang diaplikasikan dalam pencalonan presiden dan wakil presiden dapat dilihat pula sebagai syarat yang diberikan untuk jabatan publik, sama seperti syarat-syarat sebelumnya yang diuji dalam putusan-putusan yang diperbandingkan sebelumnya,” ujar Kahfi.
UUD 1945 tidak mengatur usia tertentu dalam pengisian jabatan publik.
Menilik sisi original intent terkait persyaratan usia minimal capres dan cawapres dalam perubahan UUD 1945, pemohon mengutip pendapat Soewarno dari Fraksi PDI-P serta perwakilan Parisada Hindu Dharma Indonesia, Ida Bagus Gunada, dalam Rapat PAH 1 BP MPR ke-24 yang mengusulkan Pasal 6 Ayat (1) supaya presiden dan wapres adalah WNI yang telah berumur sekurang-kurangnya 35 tahun.
Namun, menurut Kahfi, selain dua tokoh tersebut, ada beberapa perwakilan lain yang mengusulkan syarat minimal usia presiden dan wapres. Irma Alamsyah, misalnya, mengusulkan agar usia minimal 40 tahun dan maksimum 65 tahun. Hamdan Zoelva dari Fraksi Partai Bulan Bintang dan Sudiarto dari Fraksi Utusan Golongan juga mengusulkan usia minimal yang sama. Selain itu, ada pula usulan dari Lukman Hakim Saifuddin dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan agar syarat-syarat tersebut diatur di tingkat undang-undang saja, bukan UUD. Hingga akhirnya, disepakati bunyi Pasal 6 Ayat (2) UUD 1945 sebagai berikut: ”Syarat-syarat untuk menjadi presiden dan wakil presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang”.
Pemilih muda
Sementara itu, Partai Gerindra yang diwakili oleh Raka Gani Pissani meminta untuk mengabulkan permohonan pengujian Pasal 169 UU Pemilu. Penurunan batas usia minimal capres/cawapres akan bermanfaat bagi kepentingan luas, khususnya dalam mengakomodasi suara rakyat agar generasi muda dapat mencalonkan diri dalam pemilu mendatang.
Menurut Raka Gani, MK perlu mengikuti perkembangan situasi demografis dan perpolitikan di Indonesia saat ini. Seperti diketahui, jumlah pemilih muda meningkat secara signifikan. Oleh karena itu, peran serta dan keterlibatan generasi muda merupakan keniscayaan dan kebutuhan untuk mengikuti perkembangan zaman. Ini juga sekaligus untuk mempersiapkan generasi muda sebagai penerus yang akan menjalankan roda pemerintahan di masa mendatang.
Salah satunya adalah dengan mengakomodasi generasi muda untuk menjadi calon presiden atau calon wakil presiden untuk maju dalam satu pemilihan umum.
”Salah satunya adalah dengan mengakomodasi generasi muda untuk menjadi calon presiden atau calon wakil presiden untuk maju dalam satu pemilihan umum,” kata Raka Gani.
Hal tersebut juga sesuai dengan dengan penelitian Center for Strategic and International Studies (CSIS) yang menyebutkan, proporsi pemilih muda (generasi Z dan milenial) mendekati angka 60 persen pada pemilu mendatang. Kondisi ini, tambahnya, mengharuskan partai politik beradaptasi sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi yang ada.
Hakim Konstitusi Saldi Isra menanggapi keterangan Partai Gerindra yang disampaikan Raka Gani. Ia meminta penjelasan yang lebih konkret tentang upaya-upaya yang sudah dilakukan Partai Gerindra dalam memberikan perhatian kepada generasi muda dalam konteks alih kepemimpinan.
”Tadi dikatakan ini bukti komitmen Gerindra kepada generasi baru, generasi Z dan segala macamnya. Tolong kami juga diberikan… apa namanya… penjelasan terkait dengan itu sehingga nanti kami bisa tahu, oh, ini rupanya upaya-upaya yang dilakukan oleh Gerindra untuk menampung aspirasi generasi muda,” kata Saldi.
Dalam persidangan sebelumnya, pemerintah dan DPR sudah memberikan keterangan yang intinya mendukung perubahan batas usia minimum untuk menjadi capres dan cawapres. Kedua lembaga pembentuk undang-undang itu menyerahkan sepenuhnya pengaturan tentang hal tersebut kepada MK.