Alih-alih mereda, desakan agar Golkar segera menggelar Munaslub untuk mengganti ketua umum Golkar justru bereskalasi. Ada risiko besar yang mesti ditanggung jika perseteruan tak kunjung diselesaikan.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU, NINA SUSILO
·5 menit baca
Tensi konflik di Partai Golkar belum menurun meski dewan etik partai berlambang pohon beringin itu telah memanggil sejumlah kader senior yang mengemukakan wacana penyelenggaraan musyawarah nasional luar biasa untuk memberikan klarifikasi. Alih-alih mereda, desakan agar Golkar segera menggelar forum pengambilan keputusan tertinggi untuk mengganti ketua umum justru bereskalasi. Ada risiko besar yang mesti ditanggung jika perseteruan tak kunjung diselesaikan.
Tak seperti biasanya, kantor Dewan Etik Partai Golkar yang berada di kompleks kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar di Jalan Anggrek Neli Murni, Jakarta, dipenuhi sejumlah orang sepanjang Senin—Selasa (17-18/7/2023). Selama dua hari berturut-turut, dewan etik memanggil dua kader senior, yakni Lawrence TP Siburian, Wakil Ketua Dewan Pimpinan Nasional Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (Soksi), salah satu organisasi pendiri Golkar, serta Ridwan Hisjam, anggota Dewan Pakar Golkar. Kedua politisi itu dipanggil untuk dimintai klarifikasi ihwal wacana penyelenggaraan musyawarah nasional luar biasa (munaslub) yang mereka kemukakan.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Lima hari sebelumnya, Lawrence bersama sejumlah politisi lain yang menamakan diri Pemrakarsa Penggerak Kebangkitan Partai Golkar menggelar pertemuan sekaligus jumpa pers terkait usulan penyelenggaraan Munaslub untuk mengganti Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto. Usulan dalam bentuk surat terbuka 17 halaman itu diserahkan kepada dewan pakar, yang hari itu diwakili oleh Ridwan. Sebelumnya, Ridwan secara pribadi juga sempat mengemukakan urgensi penyelenggaraan munaslub kepada awak media.
Baik kelompok Pemrakarsa Penggerak Kebangkitan Partai Golkar maupun Ridwan sama-sama melihat, munaslub perlu untuk dilakukan. Hal itu terkait dengan ketidakpastian sikap Golkar dalam menghadapi Pilpres 2024. Airlangga yang terpilih sebagai ketua umum hasil Munas 2019 juga mendapat mandat untuk menjadi calon presiden (capres) dan menentukan langkah strategis menuju 2024. Namun, hingga saat ini Airlangga tak kunjung mendeklarasikan diri atau menetapkan rekan koalisi.
Ditambah lagi, ada tren penurunan elektabilitas partai berlambang beringin itu selama setahun terakhir berdasarkan hasil survei sejumlah lembaga. Kedua persoalan itu dipandang bisa berbuntut pada penurunan perolehan suara dan kursi Golkar pada Pemilu 2024. “Para senior dari organisasi pendiri menilai, mendiskusikan, mengevaluasi ini soal leadership, ketidakmampuan untuk memimpin partai,” kata Lawrence di Jakarta, Selasa (25/7/2023).
“Para senior dari organisasi pendiri menilai, mendiskusikan, mengevaluasi ini soal leadership, ketidakmampuan untuk memimpin partai”
Keresahan itu disebut tidak muncul tiba-tiba. Hal yang sama telah menjadi perbincangan di kalangan kader senior sejak setahun lalu, serta disampaikan kepada para ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) tingkat I dan II. “Saya sudah bertemu Akbar Tandjung, Luhut Binsar Pandjaitan, Agung Laksono, Aburizal Bakrie, dan kami sudah berulang kali membahasnya. Ini tidak ujug-ujug, saya tidak sendiri,” ungkap Lawrence.
Dari pertemuan demi pertemuan itu, menurut Lawrence, muncul ide untuk menyelenggarakan munaslub pada Juni atau Juli 2022. Akan tetapi, gagasan tersebut tak ditindaklanjuti karena para senior memberikan kesempatan bagi Airlangga. Namun, hingga setahun setelahnya, kinerja partai dianggap masih jauh dari harapan. “Karena itu, kami memutuskan (untuk mendorong) agar munaslub diselenggarakan Juli ini,” ujarnya.
Di tengah dorongan munaslub yang terus mengemuka, Airlangga terindikasi terlibat persoalan hukum. Ia diperiksa oleh Kejaksaan Agung terkait kasus korupsi ekspor minyak sawit, Senin (24/7/2023). Seusai pemeriksaan selama 12 jam, Airlangga mengaku menjawab 46 pertanyaan terkait.
“Karena itu, kami memutuskan (untuk mendorong) agar munaslub diselenggarakan Juli ini”
Meski tetap menjunjung asas praduga tak bersalah, kata Ridwan, dugaan keterlibatan pada kasus hukum bisa berdampak pada citra Golkar. Pada tingkatan selanjutnya, itu bisa berdampak pada perolehan suara partai. “Airlangga harus mengundurkan diri untuk menyelamatkan Partai Golkar, karena fokus kita, Golkar harus jadi pemenang Pemilu 2024,” ujarnya.
Usulkan Luhut
Usulan untuk menyelenggarakan Munaslub dalam waktu dekat tidak terlepas dari tahapan pemilu yang tengah berjalan. Parpol telah mendaftarkan bakal calon anggota legislatif dan menunggu penetapan daftar calon pada Oktober mendatang. Pada Oktober pula, pendaftaran capres dan cawapres akan dimulai. Karena itu, partai dianggap masih memiliki waktu tiga bulan untuk memperbaiki hal-hal terkait pileg dan pilpres.
Di tengah konteks itu, setidaknya ada empat tokoh yang dianggap mampu memimpin Golkar. Tokoh dimaksud adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, dan Ketua MPR Bambang Soesatyo. Kendati demikian, para pengusul munaslub mengerucutkan empat nama itu menjadi satu, yakni Luhut. “Luhut sosok yang bisa memimpin dalam situasi sulit dan waktu yang singkat jelang pemilu,” kata Lawrence.
“Luhut sosok yang bisa memimpin dalam situasi sulit dan waktu yang singkat jelang pemilu”
Hal yang sama bahkan pernah disampaikan langsung oleh Ridwan kepada Luhut. Ridwan mengaku, pernah menemui Luhut di kediamannya di Jakarta, Mei lalu, untuk menyampaikan usulan agar tokoh yang kini menjadi Ketua Dewan Penasihat Partai Golkar itu. “Saat itu, Luhut menyatakan tidak bersedia, karena sudah banyak pekerjaan yang lain,” kata Ridwan saat ditemui di Jakarta, Selasa.
Namun demikian, sikap Luhut berubah. Dalam wawancara di acara bincang-bincang Rosi di Kompas TV, Kamis pekan lalu, ia menyatakan siap memimpin Golkar jika diusulkan oleh banyak kader. Ia juga bersedia jika pencalonan itu tak berujung perseteruan di internal partai.
Tak hanya Luhut, Bahlil pun menyatakan hal yang sama. Saat menjawab pertanyaan wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, ia mengaku masih kader Golkar meski tidak ada dalam struktur kepengurusan. Ia akan mengikuti mekanisme partai untuk bersaing meraih kursi ketua umum.
Fokus pemilu
Meski didera dorongan munaslub, pengurus DPP dan DPD Golkar menegaskan tetap solid. Ketua DPP Golkar Christina Aryani mengatakan, dorongan penyelenggaraan munaslub merupakan wacana yang mendadak mengemuka, tidak mungkin DPP harus menjalankan keinginan hanya beberapa orang saja. Mekanisme munas dan munaslub pun diatur dalam anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART), yakni setidaknya harus disetujui 2/3 dari total DPD.
“DPP dan DPD-DPD solid mendukung ketua umum kami dan tidak pernah ada wacana soal ini,” kata dia.
Christina menambahkan, sangat menyayangkan kejadian ini. Sebab, ketika semua fungsionaris fokus bergerak menghadapi pileg, justru ada pihak yang memiliki agenda yang tak sejalan dengan hal-hal yang tengah diupayakan partai.
“DPP dan DPD-DPD solid mendukung ketua umum kami dan tidak pernah ada wacana soal ini”
Ketua DPD Golkar Nusa Tenggara Timur Melkiades Laka Lena menambahkan, tidak ada komunikasi antara kader senior dan dirinya yang membahas soal munaslub. Menurut dia, para Ketua DPD I Golkar pun lebih berkonsentrasi untuk mengonsolidasikan organisasi sampai tingkat desa/kelurahan untuk pemenangan Pileg, Pilpres, dan Pilkada 2024. Para kader senior juga didorong untuk duduk bersama dan bersinergi untuk memenangi Pemilu 2024.
“Pembahasan tema lain, semisal isu munaslub, tidak menjadi atensi ketua-ketua DPD provinsi,” katanya.
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengatakan, dinamika internal Golkar merupakan hal wajar. Dibandingkan partai lain, Golkar memiliki struktur elite dengan kekuatan politik yang relatif sama. Selain menjadi penyebab dinamika, hal itu juga bisa menjadi modal untuk tetap solid karena ada kecenderungan untuk mengakomodasi kepentingan setiap faksi. Oleh karena itu, setiap menghadapi konflik, umumnya para elite Golkar bisa bersatu kembali.
“Persoalan elektabilitas semestinya jadi evaluasi untuk badan pemenangan pemilu partai, para kader bisa mendorong forum-forum untuk evaluasi kinerja secara keseluruhan, bukan munaslub”
Kendati demikian, Arya mengingatkan, konflik internal jelang pemilu sebaiknya segera diatasi. Perpecahan bisa membawa risiko yang lebih besar pada perolehan suara di pemilu, karena fokus para elite bakal terpecah. Selain itu, munaslub dinilai bukan solusi atas kinerja partai yang tak optimal.
“Persoalan elektabilitas semestinya jadi evaluasi untuk badan pemenangan pemilu partai, para kader bisa mendorong forum-forum untuk evaluasi kinerja secara keseluruhan, bukan munaslub,” kata dia.
Pascareformasi, konflik internal Golkar memang kerap mengemuka, terutama terjadi karena perbedaan sikap terkait pilpres. Struktur elite dengan kekuatan yang relatif menyebar sama kuat menyimpan potensi konflik, ibarat bara. Namun, bara tak akan membesar jadi api, jika tak ada yang memanas-manasi.