Penghapusan Kredit Macet UMKM Kembali Dibahas, Apa Solusinya?
Jumlah debitur yang masuk kategori kolektibilitas 2 sekitar 912.259. Sementara itu, jumlah debitur yang sudah masuk kolektibilitas 5 atau kredit macet ada sekitar 246.324 orang. Karena itu, perlu solusi jangka panjang.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas terkait restrukturisasi kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah atau UMKM. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, tagihan utang UMKM bisa dihapusbukukan di bank. Namun, tagihan utang yang macet tersebut harus direstrukturisasi terlebih dulu.
”Kita bahas mengenai restrukturisasi terkait kredit, termasuk penghapusbukuan dan tagihan. Perundangannya semua siap. UU-nya siap,” ujar Airlangga seusai ratas di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (17/7/2023).
Pemerintah juga telah menyiapkan ketentuan yang masuk dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). Dalam pasal 250-251 disampaikan mengenai pengaturan piutang macet. ”Utamanya UMKM, yaitu dapat dilakukan penghapusbukuan dan penghapusan tagihan,” kata Airlangga.
Selain itu, terdapat pula UU 10 tahun 1998 tentang Perbankan yang mengatakan penghapusbukuan kredit bisa dilakukan. Jika Bank kesulitan melakukan usaha, maka Bank dapat melakukan penghapusbukuan kredit. ”Kalau kesulitan lakukan usaha, bank bisa hapus bukukan kredit ini berlaku untuk seluruh perbankan,” tambah Airlangga.
”Kita bahas mengenai restrukturisasi terkait kredit, termasuk penghapusbukuan dan tagihan. Perundangannya semua siap. UU-nya siap"
Airlangga juga menyebut adanya Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum. Selain itu juga Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 40/POJK.03/2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum.
Persyaratan untuk penghapusbukuan kredit ini adalah bahwa tagihan utang yang macet harus direstrukturisasi terlebih dahulu. Apabila setelah penagihan optimal restrukturisasi, tagihan tetap tidak bisa dibayar maka bisa dihapusbukukan dan hapus tagih.
”Ini merupakan kerugian perbankan. Ataupun khusus BUMN bisa dilakukan, kalau ada kerugian itu bukan kerugian keuangan negara tetapi ini kerugian yang dapat dihapusbukukan dan diatur secara perundang-undangan," ucap Airlangga.
”Ini merupakan kerugian perbankan. Ataupun khusus BUMN bisa dilakukan, kalau ada kerugian itu bukan kerugian keuangan negara tetapi ini kerugian yang dapat dihapusbukukan dan diatur secara perundang-undangan. ”
Menurut Airlangga, berdasarkan data, jumlah debitur yang masuk kategori kolektibilitas 2 atau dalam pantauan ada sekitar 912.259. Sementara itu, jumlah debitur yang sudah masuk kolektibilitas 5 atau kredit macet ada sekitar 246.324 orang.
Hal lain yang perlu diselesaikan adalah dari segi perpajakan terkait UMKM. ”Aturan PP 110 tahun 2000 penghapusan itu tidak lebih dari 350 juta. Karena tentu KUR itu sudah 500. Jadi kita minta plafon dinaikkan di KUR," katanya.
Oleh karena itu, pemerintah akan mengatur lebih lanjut kriteria melalui PP turunan UU PPSK. ”Untuk itu perlu kriteria, itu akan dibahas dalam satu dua minggu ke depan, nanti akan diturunkan PP turunan PPSK," kata Airlangga.
Restrukturisasi kredit tetap berlanjut
Selain memanggil Airlangga Hartarto, Presiden Jokowi juga sekaligus berdiskusi dengan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar. Usai menghadiri ratas, Mahendra mengatakan bahwa restrukturisasi kredit tetap berlanjut sesuai jadwal bagi UMKM, pengusaha makanan minuman, maupun pengusaha padat karya
Sebelumnya, sejak 2020 sampai dengan 31 Maret 2023, OJK memberlakukan kebijakan restrukturisasi kredit untuk debitor terdampak pandemi Covid-19. Saat itu, semua debitor dari semua sektor dan segmen diikutsertakan dalam program ini. Hal ini tertuang dalam Peraturan OJK No 17/2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan OJK No 11/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan ”Countercyclical” Dampak Penyebaran Covid-19.
”Restrukturisasi kredit tetap berlanjut sesuai jadwal bagi UMKM, pengusaha makanan minuman, maupun pengusaha padat karya "
Adapun sejak 1 April 2023, restrukturisasi kredit hanya diberikan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), sektor padat karya (tekstil dan produk tekstil, alas kaki), akomodasi, serta makanan-minuman. Restrukturisasi juga tetap diberlakukan di sejumlah wilayah tertentu di Indonesia. Perpanjangan ini berlangsung hingga 31 Maret 2024.
Mahendra mengatakan bahwa restrukturisasi kredit terus menyusut. “Progresnya memang bagus bahwa dari minggu ke minggu sudah menurun terus dari kacamata mereka yang memerlukan restrukturisasi menunjukkan bahwa program restruktursasi itu membawa hasil yang baik, bagi penyehatan dari para perusahaan-perusahaan debitur-debitur yang memiliki program itu dengan bank-bank,” ujarnya.
Hingga Februari 2023, restrukturisasi kredit Covid-19 sebesar Rp 427,7 triliun. Nilai ini jauh lebih rendah dari puncak restrukturisasi yang sebesar Rp 829,71 triliun pada Desember 2020. Jumlah debitor menurun menjadi 1,93 juta nasabah setelah mencatat puncaknya pada Agustus 2020 yang sebanyak 6,84 juta nasabah. “Ya, pada saat tertentu hampir Rp900 triliun, sekarang besarannya di sekitar Rp350 triliun,” kata Mahendra tentang progres restrukturisasi kredit saat ini. (WKM)