12 Kabupaten di Papua Rawan Konflik Pemilu, Upaya Pencegahan Ditingkatkan
Polda Papua memetakan 12 daerah yang rawan gangguan keamanan dalam Pemilu 2024. Penyalahgunaan data pemilih dinilai sebagai salah satu pemicu konflik dalam pemilu.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Kepolisian Daerah Papua menyatakan terdapat 12 kabupaten yang rawan konflik dalam Pemilihan Umum 2024. Pihak kepolisian bersinergi dengan jajaran Badan Pengawas Pemilu dan Komisi Pemilihan Umum setempat dalam menyiapkan langkah pencegahan pelanggaran pemilu yang berpotensi memicu konflik di 12 daerah tersebut.
Kepala Polda Papua Inspektur Jenderal Mathius Fakhiri, saat ditemui di Jayapura pada Senin (10/7/2023), mengatakan, 12 kabupaten ini tersebar di dua provinsi yang baru dimekarkan dari Papua pada akhir tahun 2022, yakni Papua Tengah dan Papua Pegunungan.
Ke-12 kabupaten ini adalah Intan Jaya, Dogiyai, Deiyai, Puncak, Nduga, Lanny Jaya, Puncak Jaya, Yahukimo, Pegunungan Bintang, Jayawijaya, Tolikara, dan Yalimo. Analisis kerawanan ini berdasarkan latar belakang konflik yang sering terjadi di 12 daerah ini.
”Kami telah memetakan daerah-daerah yang rawan terjadi gangguan keamanan ketika pelaksanaan pemilu. Tujuannya agar kami bisa menyiapkan strategi pengamanan secara lebih dini,” kata Mathius.
Mathius menuturkan, salah satu faktor utama pemicu konflik dan pelanggaran dalam tahapan pemilu adalah data pemilih. Sering kali terjadi aksi massa dari pihak tertentu yang diduga mengubah jumlah pemilih yang tidak sesuai dengan daftar pemilih tetap (DPT).
Salah satu pelanggaran yang menonjol adalah ketika Mahkamah Konstitusi memutuskan pemungutan suara ulang untuk semua TPS dalam pilkada di Nabire pada 19 Maret 2021. Alasannya, jumlah pemilih tetap 178.545 orang, melebihi jumlah penduduk, yang berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri per 30 Juni 2020 tercatat 172.190 jiwa.
Mathius pun mengungkapkan, salah satu modus penambahan jumlah suara yang tidak sesuai DPT ketika pemungutan suara dilakukan dengan sistem noken. Sistem ini merupakan metode pemungutan suara di sejumlah daerah di Papua melalui musyawarah bersama warga untuk menentukan pilihan pemimpin.
”Kami akan bertemu dengan perwakilan Bawaslu dan KPU di Papua, Papua Pegunungan, Papua Tengah, dan Papua Selatan. Upaya ini sebagai sinergi dalam pengawasan DPT dan menyosialisasikan penggunaan sistem pemungutan suara yang seperti biasanya, yakni one man one vote,” kata Mathius.
Sementara itu, Koordinator Pencegahan dan Pengawasan Bawaslu Papua Tengah Meki Tebay, saat dihubungi dari Jayapura, mengatakan, pengawasan data pemilih juga menjadi fokus utama pihaknya. Hal ini untuk mencegah kasus pemungutan suara ulang untuk seluruh TPS dalam Pilkada Nabire pada 2021 lalu terulang lagi.
”Bawaslu akan bersinergi dengan KPU Papua Tengah dalam setiap tahapan Pemilu 2024. Kami akan berupaya maksimal agar DPT Papua Tengah tak lagi bermasalah,” kata Meki.
Komisioner KPU Papua Pegunungan Melkianus Kambu berharap aparat keamanan memberikan perlindungan yang optimal bagi penyelenggara pemilu, mulai dari tingkat kampung, distrik (kecamatan), hingga kabupaten. Hal ini agar penyelenggara dapat bertugas di TPS hingga proses rekapitulasi berjalan dengan lancar dan aman.
Ia menambahkan, terdapat sejumlah tahapan pemilu yang patut menjadi perhatian aparat keamanan karena rawan gangguan. Tahapan itu, antara lain, kampanye, distribusi logistik pemilu, pemungutan di TPS, serta rekapitulasi dan penetapan hasil rekapitulasi. ”Kami pun telah menetapkan DPT Papua Pegunungan, yakni 1.306.414 pemilih, pada Juni lalu. Data ini akan berubah karena masih adanya DPT tambahan,” ucap Melkianus.