Presiden Joko Widodo hari ini memulai penerapan rekomendasi pemulihan hak korban HAM berat di Rumoh Geudong, Aceh. Kasus ini hanya salah satu dari 12 kasus pelanggaran HAM berat yang harus diberikan kompensasi.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI, ZULKARNAINI, SUSANA RITA
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS - Presiden Joko Widodo, Selasa (27/6/2023), dijadwalkan memulai implementasi rekomendasi Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat Masa Lalu atau Tim PPHAM di Rumoh Geudong, Desa Bili, Kecamatan Glumpang Tiga, Pidie, Aceh. Rumoh Geudong dipilih karena jadi simbol kekerasan vertikal atau struktural saat Aceh ditetapkan sebagai daerah operasi militer atau DOM.
Selain Presiden, hadir pula Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD selaku Ketua Pengarah Tim Pemantau Implementasi PPHAM dan pejabat dari 19 kementerian dan lembaga yang menerapkan pemulihan hak korban.
Acara itu, antara lain, dihadiri 99 korban dari 12 kasus pelanggaran HAM berat beserta keluarga, termasuk dua eksil korban peristiwa 1965 yang tinggal di Rusia dan Ceko, yaitu Sudaryanto dan Ing Jaroni. Hadir pula Penjabat Gubernur Aceh Achmad Marzuki dan jajarannya.
Berdasarkan hasil rekomendasi Tim PPHAM, ada 11 rekomendasi yang disampaikan kepada Presiden Jokowi terkait penyelesaian HAM berat. Dari hasil rekomendasi itu, pemerintah berupaya mencegah terulangnya pelanggaran HAM berat di masa datang dan berjanji memulihkan hak-hak para korban.
Tim PPHAM sebelumnya mencatat 12 kasus HAM berat, yakni peristiwa 1965-1966, penembakan misterius 1982-1985; Talangsari, Lampung, 1989; Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh, 1989; penghilangan orang secara paksa 1997-1998; kerusuhan Mei 1998; Trisakti; dan Semanggi I-II 1998-1999. Kasus lain, pembunuhan dukun santet 1998-1999; Simpang KKA, Aceh, 1999; Wasior, Papua, 2001-2002; Wamena, Papua 2003; dan Jambo Keupok, Aceh, 2003.
"Rumoh Geudong dipilih karena jadi simbol kekerasan vertikal atau struktural saat Aceh ditetapkan sebagai daerah operasi militer atau DOM"
Tangga dan sumur
Kemarin, selain mengunjungi Rumoh Geudong, Mahfud juga mendatangi bekas Pos Satuan Taktis dan Strategis (Pos Sattis) di Sektor A-Pidie. Saat DOM, pos ini dijadikan tempat eksekusi.
”Persiapan fisik (acara) sudah sangat baik, mungkin 98 persen oke dan siap. Pasti akan muncul tanggapan dari masyarakat. Ada yang bilang ini terlambat karena peristiwanya 34 tahun lalu. Namun, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM baru lahir tahun 2000. Komnas HAM pun baru menetapkan kasus pelanggaran HAM berat tahun 2018. Jadi, ini termasuk cepat (ditangani),” kata Mahfud.
”Persiapan fisik (acara) sudah sangat baik, mungkin 98 persen oke dan siap.
Terkait perataan Rumoh Geudong, Mahfud menampik. Pasalnya, tangga beton dan dua sumur masih utuh. ”Bangunannya memang telah lama hancur karena dibakar warga seusai pencabutan DOM 1998. Namun, sebuah monumen yang dibangun warga dan terletak di luar lahan Rumoh Geudong masih utuh. Di lokasi Rumoh Geudong nanti juga akan dibangun living park,” kata Mahfud.
Juru Bicara Pemprov Aceh Muhammad MTA menuturkan, pihaknya berterima kasih kepada Presiden karena memilih Aceh sebagai lokasi peluncuran program pemenuhan hak korban kekerasan masa lalu. Pemerintah dinilai peduli menyelamatkan dan merawat sejarah Rumoh Geudong.
Penegakan Hukum
Namun, tersisanya hanya tangga dan dua sumur di Rumoh Geudong disayangkan sejumlah pihak. Direktur LBH Banda Aceh Syahrul mengatakan, Rumoh Geudong tempat paling penting dalam sejarah konflik Aceh sehingga harus diselamatkan. Menurut dia, itu bukan hanya memori, melainkan juga penegakan hukum.
Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Wahyudi Djafar menyatakan perlunya pelurusan sejarah yang dapat dikembangkan lewat upaya memorialisasi atau pembangunan monumen atau prasasti. ”Bukan dihancurkan,” katanya.
Hal senada disampaikan Putu Elvina, komisioner Bidang Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM, juga Mariana Amiruddin dari Komnas Perempuan.