Wacana Duet Anies-Yenny Menguat, KPP: Keputusan Tetap di Tangan Anies
Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali menyampaikan, jika Yenny Wahid dipasangkan dengan Anies, mereka akan saling melengkapi.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO, IQBAL BASYARI
·4 menit baca
Sejumlah elite Partai Nasdem intens bertemu dengan Yenny Wahid, salah satu tokoh yang juga dipertimbangkan untuk mendampingi Anies Baswedan.
Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali mengusulkan kepada Anies agar mengambil tokoh NU yang mengakar di pesantren-pesantren NU.
Namun, seperti juga Demokrat dan PKS, Nasdem tetap menyerahkan keputusan untuk menentukan cawapres kepada Anies.
JAKARTA, KOMPAS - Wacana menduetkan bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan atau KPP, Anies Rasyid Baswedan, dengan Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid santer terdengar lantaran intensifnya sejumlah politisi Partai Nasdem bertemu dengan putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid tersebut. Meski begitu, tiga partai politik anggota KPP tetap menyerahkan keputusan mengenai sosok bakal calon wakil presiden kepada Anies. Ketiga partai politik itu juga berkomitmen akan tetap solid dan konsisten mendukung Anies meskipun nama bakal calon wakil presiden yang nanti dipilih Anies bukan berasal dari kader partai koalisi.
Tim 8 KPP telah menuntaskan penentuan satu nama bakal calon wakil presiden (cawapres) untuk Anies. Namun, nama bakal cawapres Anies itu masih dirahasiakan. Menurut rencana, nama bakal cawapres tersebut akan diumumkan setelah Anies selesai menunaikan ibadah haji.
Belakangan, elite Nasdem intens bertemu dengan Yenny Wahid. Yenny disebut sebagai salah satu figur yang patut dipertimbangkan sebagai pendamping Anies.
Salah satu elite Nasdem yang intens bertemu Yenny salah satunya Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali. Saat dihubungi Kompas di Jakarta, Jumat (23/6/2023), Ahmad Ali mengatakan, jika Yenny dipasangkan dengan Anies, mereka akan saling melengkapi. Pertama, Yenny merupakan tokoh perempuan Nahdlatul Ulama (NU) dan lahir dari seorang ibu, Sinta Nuriyah, yang memiliki sejarah kuat di pondok-pondok pesantren di Jawa Timur.
”Saya, kan, beberapa kali menyampaikan, kalau Mas Anies mau menang, maka ambil tokoh NU dan Jawa Timur. Kalau Mas Anies dengan Mbak Yenny yang nasionalis religius, Mas Anies yang selama ini dianggap didukung kelompok kanan akan kembali ke tengah,” ujarnya.
Lebih dari itu, lanjut Ahmad Ali, dilihat dari rekam jejaknya, Yenny juga memiliki kapasitas dan banyak pengetahuan. Yenny disebut memiliki pemikiran yang sangat terbuka dan berpikir global. Semangat pluralisme yang ada pada Abdurrahman Wahid atau Gus Dur diimplementasikan dengan begitu sempurna oleh Yenny.
Kalau Mas Anies mau menang, maka ambil tokoh NU dan Jawa Timur. Kalau Mas Anies dengan Mbak Yenny yang nasionalis religius, Mas Anies yang selama ini dianggap didukung kelompok kanan akan kembali ke tengah.
”Secara pribadi, saya akan sangat senang kalau Mas Anies memilih Mbak Yenny. Itu pendapat saya sendiri karena saya juga mengenal baik dengan Mbak Yenny. Tetapi, tentu karena mandat memilih bakal cawapres sudah diserahkan kepada Mas Anies, kami akan menunggu apa pun keputusan dia,” ucap Ahmad Ali.
Ia enggan mengungkapkan apakah keinginannya untuk menduetkan Anies dan Yenny itu sudah disampaikan kepada Ketua Umum Nasdem Surya Paloh. ”Yang pasti, karena ini adalah keyakinan Ahmad Ali, maka saya memperjuangkan keyakinan itu,” katanya.
Uji konsistensi
Ahmad Ali juga mengungkapkan bahwa penentuan bakal cawapres ini juga menjadi uji konsistensi dari partai politik pendukung Anies. Ia membeberkan, salah satu poin di piagam KPP adalah memberikan kewenangan kepada Anies untuk memilih bakal cawapres.
”Biar piagam itu menjadi pengikat bagi kami. Di sini akan terlihat, mana partai yang plinplan, mana partai yang konsisten. Ini, kan, ditonton oleh rakyat. Sekarang ketiga parpol sudah sepakat menyerahkan (penentuan bakal cawapres) kepada Mas Anies. Jadi, kalau tiba-tiba Mas Anies mengumumkan (nama bakal cawapres) dan ada yang tidak setuju, ya, enggak bisa begitu,” tuturnya.
Secara terpisah, Ketua Badan Pembina Organisasi Keanggotaan dan Kaderisasi DPP Partai Demokrat Herman Khaeron menyampaikan, Demokrat pada prinsipnya menyerahkan keputusan penentuan bakal cawapres kepada Anies sebagaimana tercantum pada piagam kerja sama koalisi. Ia enggan berandai-andai jika bakal cawapres yang sudah dikantongi Anies bukanlah berasal dari kader Demokrat, yakni Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono. “Kami sebetulnya menghindari berandai-andai gitu ya. Kita tunggu saja nanti sampai Mas Anies mengumumkannya,” ujarnya.
Siapa pun pilihan Anies, Herman Khaeron meyakini ketiga parpol akan menghormati pilihan tersebut. Ketiga parpol, bahkan Agus Harimurti Yudhoyono, akan menjaga etika politik dengan tetap mendukung Anies.
Ketua DPP PKS Al-Muzzammil Yusuf menegaskan, ketiga partai masih sangat solid. Ketiga partai juga telah bersepakat bahwa penentuan bakal cawapres diserahkan kepada Anies. ”Sepulang Mas Anies dari (menunaikan ibadah) haji, insya Allah, beliau akan umumkan (bakal cawapres),” katanya.
Tantangan ekonomi
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Didin S Damanhuri mengatakan, bakal capres yang sudah mengemuka idealnya memilih cawapres yang mampu menjawab tantangan ekonomi. Sebab, resesi global telah berdampak ke beberapa sektor ekonomi, di antaranya nilai tukar rupiah melemah, daya beli menurun, kenaikan harga, bisnis gulung tikar, kinerja invesatsi menurun, operasi bisnis terhambat, serta pengurangan karyawan di perusahaan.
”Selain untuk meningkatkan elektabilitas, keberadaan cawapres juga dibutuhkan untuk mengonsolidasi partai koalisi dan melengkapi kekurangan presiden,” ujarnya saat webinar bertajuk ”Teka-teki Cawapres dan Perannya Membangun Ekonomi Baru”, yang diselenggarakan Narasi Institute, Jumat (23/6/2023).
Didin menyebutkan, Indonesia pernah memiliki pasangan presiden dan wakil presiden yang ideal. Dimulai dari pasangan Soekarno-Mohammad Hatta, Soeharto-Soedarmono, dan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Sementara pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang dianggap sebagian publik sebagai pasangan ideal, peran Kalla dinilai justru tergantikan oleh Luhut Binsar Pandjaitan.
Untuk Pilpres 2024, lanjutnya, sejumlah bakal capres memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Hal itu bisa dilihat dari rekam jejak yang telah dibuat selama mereka berkarier di dunia politik. Oleh karena itu, bakal capres harus pandai-pandai memilih bakal cawapres yang bisa melengkapi kelemahannya. ”Cawapres harus bisa melengkapi, apalagi nanti harus bergelut dengan kondisi global resesi,” ucap Didin.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Majelis Pakar Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Prijono Tjiptoherijanto mengatakan, cawapres harusnya memiliki keunggulan yang bisa melengkapi apa yang tidak dimiliki capres. Oleh karena itu, cawapres jangan sampai menjadi pesaing capres.
Ia berharap, parpol dan bakal capres mestinya mulai melontarkan nama-nama alternatif yang tidak hanya muncul di berbagai lembaga survei. Sebab, masih banyak tokoh yang kompeten, tetapi tidak muncul di radar survei. ”Jangan sekadar mengikuti arus dalam mencari cawapres,” lanjutnya.
Pendiri Kedai Kopi, Hendri Satrio, mengatakan, cawapres memiliki dua peran penting, yakni menambah elektabilitas capres dan menjadi pasangan saat menduduki pemerintahan. Oleh karena itu, penentuan bakal cawapres oleh tiga bakal calon presiden, yakni Anies Rasyid Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto, menjadi lebih sulit.
Aktivis Syahganda Nainggolan menilai, semua bakal capres masih saling menunggu. Ketiganya menanti bakal capres lain menentukan bakal cawapres sehingga bisa mengukur kekuatan untuk pemenangan.