Wapres: Perbedaan Pilihan Politik Jangan Sampai Merusak Ikatan Kebangsaan
”Agenda Pemilu 2024 jangan sampai memecah ikatan kebangsaan karena perbedaan dalam memilih calon presiden ataupun partai politik,” kata Wapres Ma’ruf Amin di hadapan diaspora Indonesia di Tashkent, Uzbekistan.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·4 menit baca
TASHKENT, KOMPAS — Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengingatkan, proses Pemilu dan Pilkada 2024 selayaknya diletakkan sebagai proses untuk melahirkan para pemimpin yang transformatif. Karena itu, diharapkan perbedaan pilihan politik, baik partai maupun calon presiden-calon wakil presiden, dalam pesta demokrasi lima tahunan tersebut tak sampai merusak ikatan persaudaraan sebagai sesama anak bangsa.
Harapan itu disampaikan Wapres Amin dalam dialog kebangsaan Indonesia bersama perwakilan diaspora Indonesia di Uzbekistan dan Kirgistan yang berlangsung secara daring dan luring di Hotel Intercontinental Tashkent, Uzbekistan, Selasa (13/6/2023). ”Agenda Pemilu 2024 jangan sampai memecah ikatan kebangsaan karena perbedaan dalam memilih calon presiden maupun partai politik,” tutur Wapres seperti dilaporkan wartawan Kompas, Mawar Kusuma Wulan, dari Tashkent, Uzbekistan.
Pertemuan dengan diaspora Indonesia itu merupakan salah satu agenda yang dijalankan Wapres Amin dalam lawatannya ke Uzbekistan. Selain Perdana Menteri (PM) Uzbekistan Abdulla Nigmatovich Aripov, Wapres juga diagendakan bertemu dengan Gubernur Samarkand Turdimov Erkinjon Aqbotayevich. Samarkand merupakan salah satu kota bersejarah dalam peradaban Islam di Asia Tengah.
Mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu menegaskan, perbedaan pilihan politik merupakan hal yang biasa dalam pesta demokrasi. Karena itu, diharapkan perbedaan tersebut tidak menjadi sumber pertengkaran, apalagi sampai memecah ikatan kebangsaan.
Agenda Pemilu 2024 jangan sampai memecah ikatan kebangsaan karena perbedaan dalam memilih calon presiden ataupun partai politik.
Masyarakat semestinya merayakan Pemilu 2024 dengan kegembiraan dan jauh dari permusuhan. ”Kalau agama, kan, lakum dinukum waliyadin, bagimu agamamu bagiku agamaku. Jadi, kalau berbeda partai, lakum partaikum walana partaiuna, partai anda partai anda dan partai saya partai saya, tidak usah bertengkar. Kalau capresnya berbeda, lakum capresukum walana capresuna, lha, itu istilahnya itu,” kata Wapres.
Seluruh rakyat Indonesia juga diajak untuk terus memilih dan memilah informasi yang tepat serta mencegah hoaks atau berita bohong. Dengan demikian, diharapkan benturan keras di masyarakat bisa dihindari. ”Musim ini banyak hoaksnya, hati-hati kita, ya,” ucap Wapres.
Wapres mengingatkan bahwa pemilu mengajak masyarakat untuk memilih sesuai pilihan masing-masing. Dengan demikian, perbedaan pilihan menjadi sesuatu yang wajar. Namun, perbedaan pilihan ini jangan sampai menimbulkan perpecahan serta keretakan.
Wapres menambahkan bahwa berita-berita bohong biasanya disebarkan menggunakan media sosial yang tersebar hingga mancanegara. ”Gunakan dunia digital untuk mengabarkan pesan yang benar, penuh kebaikan dan santun. Bisa itu berita asalnya dari dalam negeri, bisa juga dari luar negeri yang masuk ke Indonesia. Itu tidak jarang, dicari di Indonesia tidak ada, ternyata di luar negeri,” tuturnya.
Pemimpin transformatif
Dalam kesempatan itu, Wapres menegaskan bahwa proses Pemilu dan Pilkada 2024 harus diletakkan sebagai proses lahirnya pemimpin-pemimpin transformatif. Para pemimpin ini akan mengelola proses pembuatan kebijakan negara, baik di level nasional maupun daerah. Apalagi, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikelola dan diselesaikan oleh pemerintah.
”Pemimpin transformatif harus mampu menjaga komitmen kebangsaan yang diamanatkan para pendiri bangsa, yakni NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bineka Tunggal Ika,” ujarnya.
Apalagi, pada 2045 Indonesia akan berusia 100 tahun. Visi Indonesia Emas yang berdaulat, maju, adil, dan makmur pada 2045 hanya akan terwujud, salah satunya, apabila Indonesia memiliki pemimpin yang transformatif. ”Yakni pemimpin yang terus melakukan perbaikan secara berkelanjutan,” ucap Wapres Amin.
Selain mengelola transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, para pemimpin mendatang juga diharapkan mampu membawa Indonesia menuju visi Indonesia-sentris. Berbagai langkah redistribusi pembangunan harus diupayakan untuk mempercepat pemerataan kesejahteraan daerah di luar Jawa.
Menurut Wapres, pemerintah telah mendesain agar daerah-daerah tumbuh dan berkembang sesuai potensi sumber daya alam yang dimiliki. Daerah yang maju adalah fondasi bagi ekonomi nasional yang lebih inklusif dan merata.
Tidak hanya dari sisi keadilan ekonomi, tetapi Indonesia-sentris juga meneguhkan Indonesia yang majemuk, baik suku, agama, ras, identitas sosial, maupun budaya. Indonesia harus menjadi implementasi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam semua aspeknya.
”Saya selalu menyampaikan, Indonesia adalah negara darul mitsaq atau negara kesepakatan. Masyarakat Indonesia yang majemuk ini memiliki kesadaran kolektif untuk mendirikan negara Indonesia, ini kesepakatan para bangsa,” kata Wapres.
Sementara dalam sambutannya, Duta Besar Republik Indonesia untuk Uzbekistan merangkap Republik Kirgistan Sunaryo Kartadinata menegaskan bahwa dialog kebangsaan menjadi pencerahan untuk diaspora Indonesia di luar negeri agar bisa tetap mempertahankan jati diri sebagai WNI. Diaspora juga bertekad untuk membawa nama baik Indonesia di luar negeri.
Sebagai warga Indonesia di luar negeri, para diaspora ini bangga sebagai bangsa Indonesia karena memiliki pemerintahan yang aman dan demokratis, kekayaan alam melimpah, dan keragaman budaya. Saat ini, hubungan diplomatik antara Indonesia dan Uzbekistan ataupun Kirgistan telah berlangsung selama 30 tahun.
Diaspora Indonesia di dua negera tersebut berjumlah 157 orang yang 99 orang di antaranya berdomisili di Uzbekistan. ”Mereka memiliki kecintaan dan loyalitas pengabdian tinggi. Duta bangsa yang mempromosikan Indonesia melalui bidang pekerjaannya masing-masing,” kata Sunaryo.