Tim Percepatan Reformasi Hukum Diminta Susun Prioritas Jangka Pendek
Tim Percepatan Reformasi Hukum mulai bekerja hingga 31 Desember 2023. Namun, masa kerja tim bisa diperpanjang sesuai dengan keputusan yang baru.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim Percepatan Reformasi Hukum yang dibentuk Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menggelar rapat perdana, Jumat (9/6/2023). Mereka diberi waktu enam bulan untuk menyusun rekomendasi, baik jangka pendek maupun jangka panjang, guna membenahi kebobrokan situasi hukum di Tanah Air.
Seperti diberitakan sebelumnya, Tim Percepatan Reformasi Hukum dibentuk melalui payung hukum Surat Keputusan Menko Polhukam Nomor 63 Tahun 2023. Tim terdiri atas empat kluster perbaikan di bidang hukum, yaitu Tim Reformasi Lembaga Peradilan dan Penegakan Hukum, Reformasi Hukum Sektor Agraria dan Sumber Daya Alam, Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, serta Reformasi Sektor Peraturan Perundang-undangan. Tim tidak hanya berasal dari internal, tetapi juga eksternal pemerintah.
Mahfud menyebut, ia memilih langsung tim dengan pertimbangan figur yang memiliki kredibilitas, bisa dipercaya kemampuannya, dan kapabilitasnya sesuai dengan bidang kepakaran masing-masing. Sesuai SK, tim akan bekerja hingga 31 Desember 2023 dan bisa diperpanjang sesuai dengan keputusan yang baru.
”Latar belakang dibentuknya tim karena sekarang ini terdapat berbagai macam permasalahan hukum yang ditemukan di sektor peradilan dan penegakan hukum, seperti kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh oknum hakim agung. Permasalahan sektor agraria, sumber daya alam yang di dalamnya rentan ada penyelewengan hukum mafia pertanahan dan pertambangan seperti sertifikat ganda,” papar Mahfud.
Menurut Mahfud, kelindan permasalahan hukum di berbagai sektor itu menyebabkan terjadinya penurunan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) pada tahun 2022 yang merupakan penurunan tertinggi sepanjang sejarah Indonesia. Skor IPK turun dari 38 ke 34 pada tahun 2022. Dengan skor itu, Indonesia berada di peringkat ke-110 dari 180 negara yang disurvei.
IPK merupakan indikator komposit untuk mengukur persepsi korupsi sektor publik pada skala 0 (sangat korup) hingga 100 (sangat bersih). Capaian tahun 2022 ini sama dengan skor IPK Indonesia tahun 2014. ”Penurunan skor IPK Indonesia ini merupakan penurunan tertinggi sepanjang sejarah. Ini memerlukan perbaikan secara komprehensif,” lanjut Mahfud.
Tim Percepatan Reformasi Hukum akan melahirkan naskah akademik dan rancangan peraturan perundang-undangan. Hasil rekomendasi tim akan disalurkan ke institusi yang berwenang. Hasil akhirnya, kata Mahfud, bisa dikeluarkan dengan rancangan undang-undang yang bisa dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
”Yang agak mendesak dan harus segera dikerjakan dan memenuhi syarat tentunya bisa juga dengan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). Bisa juga cukup dengan PP (peraturan pemerintah) atau dengan peraturan presiden atau peraturan menteri. Nanti semua ini akan dicoba diidentifikasi agar ada jalan keluar terhadap masalah-masalah yang sekarang macet, yaitu penanganan secara hukum karena adanya mafia, transaksi politik, tumpang tindih peraturan perundang-undangan, dan sebagainya,” jelasnya.
Prioritas jangka pendek
Pada akhirnya, hasil kerja tim akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo sebagai rekomendasi dan pertimbangan arah kebijakan maupun lembaga untuk melakukan perbaikan. Rekomendasi itu di antaranya adalah quick wins atau program cepat yang selaras dengan program kementerian dan lembaga serta dilaksanakan hingga akhir tahun 2023. Program cepat itu diharapkan dapat diterapkan dan diimplementasikan hingga akhir pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
”Quick wins dibuat sebagai rekomendasi komprehensif yang kemudian akan menjadi kebijakan untuk diimplementasikan kepada pemerintah yang akan datang,” kata Mahfud.
Mahfud menegaskan, tim memang tidak ditugaskan menangani kasus konkret. Kasus konkret akan ditangani aparat penegak hukum dan lembaga berwenang. Misalnya, dalam kasus korupsi di lembaga peradilan tertinggi Mahkamah Agung, pemerintah tidak bisa masuk karena mereka adalah cabang kekuasaan yudikatif. Karena pemerintah tidak bisa masuk, tim diminta untuk membuat rekomendasi apa yang bisa dilakukan di level pemerintah.
”Ini tidak menangani kasus konkret, tetapi abstrak. Memberi payung atau rel bagi pekerjaan lembaga-lembaga negara,” ungkapnya.
Wakil Ketua Tim Percepatan Reformasi Hukum Laode M Syarif menambahkan, tim diberi waktu enam bulan, dengan target pada bulan pertama menentukan agenda prioritas. Agenda prioritas harus diturunkan dengan cara implementasinya kepada instansi yang dimaksud. Setelah itu, juga akan ada proses evaluasi dari Kemenko Polhukam.
”Namun, Pak Menko juga masih membuka opsi kalau dalam waktu enam bulan belum cukup, proses evaluasi, ada kemungkinan untuk ke depan termasuk tim hal-hal yang strategis dan bersifat jangka panjang. Itu juga dimungkinkan oleh kami,” katanya.
Dia menyebut, salah satu penyebab penurunan IPK adalah indeks World Justice Project yang rendah. Oleh karena itu, penting dirumuskan kebijakan strategis mengenai reformasi hukum dan peradilan.
Bivitri Susanti menambahkan, dalam SK Menko Polhukam disebutkan tugas tim adalah menyusun dan mengusulkan prioritas percepatan agenda reformasi hukum. Dia berharap publik dan media tidak berpikir tim ini akan menangani kasus-kasus tertentu atau menghasilkan RUU Prolegnas baru. Yang disusun oleh tim lebih ke langkah strategis.
”Kami baru bicara hal-hal yang sifatnya mekanisme kerja dan sebagainya. Bagi tim perundang-undangan, kami sudah menyepakati bahwa paradigma yang digunakan memang lebih banyak partisipasi publik,” terangnya.