Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menegaskan, Nahdlatul Ulama tidak berada dalam posisi memberikan dukungan politik di Pemilu 2024.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Yahya Cholil Staquf menegaskan bahwa NU bukanlah partai politik. Terkait hal tersebut, dalam konteks perhelatan pemilihan umum atau pemilihan presiden, NU tidak berada dalam posisi memberikan dukungan politik.
”Semua yang diarahkan untuk kemaslahatan bangsa dan negara direstui oleh Nahdlatul Ulama,” kata Yahya Cholil Staquf saat menjawab awak media di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (9/6/2023).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Jawaban tersebut disampaikan Yahya saat ditanya apakah dukungan NU akan mengerucut atau tersebar saat banyak kekuatan politik meminta dukungan organisasi tersebut. ”Jawaban kami sama, kami bukan partai politik. Kami tidak dalam posisi untuk mengajukan calon. Silakan dipikir sendiri oleh parpol-parpol itu,” ujarnya menanggapi pertanyaan terkait sejumlah partai yang dikabarkan membuka komunikasi dengan NU.
Yahya juga mempersilakan ketika, misalnya, ada partai politik yang memilih salah satu tokoh NU sebagai calon. ”Silakan saja, silakan saja, tidak ada masalah. Silakan saja,” ujarnya.
Namun, ketika ditanya apakah NU akan memberi dukungan, Yahya balik bertanya mengenai jenis dukungan apa yang dimaksudkan. ”Ya, dukungannya dukungan apa? Wong NU ini bukan parpol. Saya, tuh, bolak-balik sampai teriak-teriak soal ini. NU bukan parpol. NU tidak dalam posisi untuk memberikan dukungan politik,” katanya.
Saya, tuh , bolak-balik sampai teriak-teriak soal ini. NU bukan parpol. NU tidak dalam posisi untuk memberikan dukungan politik.
Menurut Yahya, satu-satunya yang akan dilakukan NU terkait ini adalah berusaha sekuat tenaga ikut menjaga supaya masyarakat tetap tenteram dan harmonis serta tidak terjadi antagonisme dan permusuhan antarkelompok gara-gara agenda politik semacam pemilu. NU ingin menyampaikan kepada masyarakat bahwa pemilu cuma prosedur yang harus dilewati secara rutin untuk menentukan pemerintahan.
”Nah, kalau sudah selesai prosedur ini, siapa pun yang terpilih, siapa pun yang menjadi pemerintah itu adalah pemerintah dari seluruh rakyat Indonesia. Harus didukung, harus ditaati, dan kita tidak perlu menerus-neruskan antagonisme di antara pendukung yang berbeda-beda. Jadi, ini cuma prosedur, ini bukan jihad fisabilillah, bukan Perang Badar, bukan soal hidup mati. Ini cuma soal prosedur untuk menentukan pejabat pemerintah yang dalam hal ini adalah presiden dan juga legislatif,” kata Yahya.
Pemilih muda
Terkait perilaku politik kalangan muda NU, yakni apakah akan cenderung kritis independen atau patron klien, disandingkan dengan Pemilu 2024 yang didominasi pemilih usia muda, Yahya menyebutkan, NU belum membikin survei resmi terkait hal tersebut. ”Ah, kami belum bikin survei soal itu, ya, secara resmi atas nama NU. Tetapi, ada berbagai lembaga survei yang mungkin sudah melakukan secara umum tentang perilaku generasi muda ini,” katanya.
Menurut Yahya, hal tersebut harus diperhatikan oleh semua pihak sebagai aspirasi yang harus ditangkap dan dilayani oleh semua aktor politik atau semua yang punya wewenang untuk mengelola perpolitikan di negara ini.
Yahya juga menegaskan kembali posisi NU yang akan independen dan netral secara politik sebagaimana Khitah NU 1926. ”NU sebagai institusi masih di posisi itu karena itu keputusan resmi muktamar yang tidak pernah dianulir,” katanya.
Pada kesempatan itu Yahya juga ditanya soal pandangan NU berkaitan pembicaraan soal cawe-cawe Presiden Jokowi dengan para tokoh. ”Kita, sih, tidak melihat soal cawe-cawenya, ya. Ini soal upaya Presiden untuk melaksanakan tanggung jawab memelihara stabilitas. Kalau mau dilihat dari sudut lain, ya, ini presiden presiden koalisi, kan, (jadi) kalau ngomong dengan partai koalisinya, (kan), wajar saja soal cawe-cawe,” ujarnya.
Terkait dengan sikap PBNU yang menegaskan independen dan netral, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar tidak mempermasalahkannya. Di salah satu bagian wawancara khusus Strategi Pemilu 2024 bersama Kompas, yang diunggah di Kompas.id, Jumat (9/6/2023), Muhaimin menganggap sikap itu sebagai sesuatu yang biasa. Saat itu dia ditanya soal responsnya terhadap sikap Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf yang ingin menjaga jarak yang sama dengan semua partai politik.
”Biasa saja. Kiai Said Aqil Siroj (Ketua Umum PBNU 2010-2021) melakukan hal yang sama. Pengurus PBNU ada dari PDI-P, ada dari Golkar. Cuma tidak speak out seperti Gus Yahya. Wajar ketua umum baru speak out. Kira-kira eksistensi, redefinisi diaktualisasi dengan lebih serius. Bagi saya, periode Kiai Said dan Gus Yahya hari ini sama saja,” kata Muhaimin.