Koalisi Perubahan Kembali Bersitegang soal Cawapres
Partai Demokrat, Nasdem, dan PKS belum satu suara soal penetapan bakal cawapres untuk Anies Baswedan. Lewat cuitan di Twitter, elite Demokrat dan Nasdem saling beradu tanggapan terkait dengan bakal cawapres tersebut.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketegangan kembali terjadi di internal Koalisi Perubahan untuk Persatuan lantaran belum ada penetapan sosok bakal calon wakil presiden untuk mendampingi Anies Baswedan, bakal calon presiden dari koalisi tersebut. Masing-masing partai di koalisi itu, yaitu Partai Demokrat, Nasdem, dan Partai Keadilan Sejahtera, belum satu suara soal penetapan bakal cawapres.
Lewat cuitan di Twitter, Ketua Bappilu Partai Demokrat Andi Arief mempertanyakan sikap Nasdem jika Anies akhirnya memilih Agus Harimurti Yudhoyono sebagai cawapresnya.
PKS melihat deklarasi dalam waktu dekat tidak berarti apa-apa jika cawapres yang ditetapkan tidak bisa membantu pemenangan pasangan capres-cawapres.
Nasdem menyatakan, penurunan elektabilitas Anies mengindikasikan bahwa konsolidasi parpol koalisi belum optimal untuk menyosialisasikan sosok tersebut.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Setelah melemparkan wacana akan mengevaluasi koalisi jika bakal cawapres tak segera ditetapkan, elite Demokrat mempertanyakan sikap anggota koalisi lainnya. Sementara itu, Partai Nasdem dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengingatkan bahwa deklarasi dalam waktu dekat tidak berarti apa-apa jika kandidat bakal cawapres yang dipilih tidak tepat.
Perseteruan di internal Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) itu masih berlanjut setelah elite Partai Demokrat meminta agar pengumuman bakal cawapres untuk mendampingi Anies itu dilakukan pada Juni 2023. Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrat Andi Arief melalui akunnya Twitter, Jumat (9/6/2023), menyampaikan tanggapan terhadap pernyataan Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali.
Ahmad menduga gertakan Demokrat merupakan upaya untuk memaksakan Agus Harimurti Yudhoyono, ketua umum partai berlambang mercy itu, untuk menjadi pendamping Anies. Demokrat juga diduga akan mencabut dukungannya terhadap KPP jika Agus tak menjadi bakal cawapres untuk Anies.
“Menurut Mat Ali (Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali), gertakan Demokrat hanya untuk memaksakan AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) menjadi cawapres Anies dan akan cabut dari koalisi bisa membuat kita berbalik tanya: pada Mat Ali jika Anies memilih AHY apakah Nasdem akan cabut dari koalisi,” tulis Andi.
Saat dihubungi pada Jumat siang, Andi mengungkapkan, gertakan Demokrat ihwal deklarasi bakal cawapres tidak berarti bahwa partai politik (parpol) tersebut akan menarik dukungannya terhadap Anies. Demokrat memandang, dibutuhkan waktu yang lebih panjang bagi bakal capres dan cawapres untuk menyosialisasikan dirinya sebelum tahapan kampanye dimulai. Waktu kampanye yang hanya 75 hari dinilai tak cukup bagi pasangan calon untuk berkeliling Indonesia. Terlebih, tingkat elektabilitas Anies mengalami tren penurunan dalam beberapa bulan terakhir.
Menurut Andi, sejumlah kondisi itu membuat percepatan deklarasi bakal cawapres kian mendesak. Deklarasi diyakini bisa menjadi momentum yang mendongkrak kenaikan elektabilitas Anies. ”(Alasan) Demokrat benar-benar soal kampanye karena waktu terbatas,” ujarnya.
Andi menegaskan, permintaan untuk mempercepat deklarasi itu pun tidak berarti Demokrat memaksakan sosok Agus untuk menjadi pendamping Anies. Sebelumnya, Demokrat mengusulkan beberapa nama sebagai pendamping Anies untuk dibahas di tim kecil KPP.
Sejumlah nama dimaksud adalah Agus, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, tokoh perempuan Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid, mantan Panglima TNI Andika Perkasa, Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Ahmad Heryawan, Presiden PKS Ahmad Syaikhu, Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al-Jufri, dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Andi menegaskan, permintaan untuk mempercepat deklarasi itu pun tidak berarti Demokrat memaksakan sosok Agus untuk menjadi pendamping Anies.
Meski mengusulkan Agus, kata Andi, Demokrat bisa menerima jika Anies mengambil keputusan berbeda. Sebab, KPP pun telah menyerahkan mandat penetapan bakal cawapres kepada Anies. ”Kita dukung (jika bakal cawapres bukan Agus) asal jelas alasannya untuk menang dan perubahan,” katanya.
Andi pun meyakini, dinamika ini merupakan hal yang wajar. Alih-alih memecah koalisi, masukan yang disampaikan di hadapan publik dapat menjadi pemicu partisipasi masyarakat dalam persoalan yang terjadi di koalisi. ”Ini hal biasa dalam koalisi. Membawa persoalan agar rakyat mengetahui dan ikut rembuk,” ucapnya.
Usulan Demokrat untuk mempercepat deklarasi bakal cawapres semula disampaikan Andi Arief melalui keterangan tertulisnya, Senin (5/6/2023). Menurut dia, jika pada Juni ini belum ada deklarasi berpasangan, kemungkinan Demokrat akan mengevaluasi koalisi. Menanggapi hal itu, sejumlah elite Nasdem mengingatkan bahwa KPP sudah menyerahkan kewenangan penetapan bakal cawapres kepada Anies. KPP juga telah membentuk tim kecil yang bertugas untuk membahas langkah-langkah strategis koalisi.
Berdasarkan catatan Kompas, upaya Demokrat mempercepat penetapan dan deklarasi bakal cawapres bukan kali ini saja terjadi. Sebelum menyatakan dukungan resmi terhadap Anies, Februari lalu, Demokrat juga berulang kali mendorong agar koalisi perubahan dideklarasikan sepaket dengan pasangan calon yang akan diusung. Tidak hanya bakal capres, tetapi juga sudah ada bakal cawapres.
Kandidat yang tepat
Dihubungi terpisah, Ketua DPP PKS Ahmad Mabruri mengatakan, upaya saling mengingatkan antar-anggota koalisi merupakan hal biasa. Kendati demikian, PKS melihat bahwa pertimbangan soal deklarasi bakal cawapres tidak hanya mengenai waktu, tetapi juga ketepatan kandidat yang dipilih. Deklarasi dalam waktu dekat tidak berarti apa-apa jika calon yang ditetapkan tidak bisa membantu pemenangan pasangan.
”Cawapres mesti punya daya ungkit elektabilitas capresnya,” kata Mabruri.
Menurut dia, momentum deklarasi bakal cawapres juga bukan satu-satunya faktor pendongkrak elektabilitas Anies yang terus turun. Berkaca pada bakal capres lain, elektabilitasnya bisa meningkat meski belum punya pendamping. “Yang dibutuhkan adalah sosialisasi masif, insya Allah PKS akan fasilitasi dengan struktur di daerah, agar Anies sering jalan,” ujar Mabruri.
Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali menambahkan, penurunan elektabilitas Anies mengindikasikan bahwa konsolidasi parpol koalisi belum optimal untuk menyosialisasikan sosok tersebut. Alih-alih melempar berbagai pernyataan ke publik, penguatan konsolidasi lebih mendesak untuk segera dilakukan. “Mengenai desakan deklarasi cawapres, Nasdem tidak mau menanggapi karena dalam piagam kerja sama yang ditandatangani tiga ketua umum (parpol) sudah memberikan kewenangan kepada Anies untuk mencari cawapesnya. Tidak ada limitasi waktu yang diberikan untuk menetapkan cawapres,” kata dia.
Ali menambahkan, proses penentuan bakal cawapres bukan hal mudah. Sosok yang dipilih nantinya harus bisa membantu pemenangan, sehingga penentuannya tak bisa terburu-buru. Salah satu hal yang dipertimbangkan adalah pemetaan kekuatan lawan. “Tetapi sampai saat ini saja kita belum tahu lawan kita siapa,” tuturnya.
Ali menambahkan, proses penentuan bakal cawapres bukan hal mudah. Sosok yang dipilih nantinya harus bisa membantu pemenangan, sehingga penentuannya tak bisa terburu-buru.
Dalam konteks itu, menurut Ali, desakan untuk mempercepat deklarasi bakal cawapres bisa saja memang dilakukan untuk menunjuk salah satu tokoh sembari menyatakan bahwa Anies tidak bisa maju tanpa tokoh dimaksud. Hal itu diakui sangat berpengaruh, karena jika ada satu partai yang keluar dari KPP, maka dua parpol lainnya tak bisa memenuhi ambang batas pencalonan presiden. Namun, ia mengingatkan bahwa KPP berkoalisi untuk kepentingan bangsa dan negara bukan untuk kepentingan parpol saja.
Adapun Juru Bicara Anies Baswedan, Hendri Satrio, mengatakan, masukan dari Demokrat untuk mempercepat deklarasi bakal cawapres merupakan hal positif. Hal itu menandakan baik Demokrat, Nasdem, maupun PKS solid untuk memenangi Pilpres 2024. Namun, waktu penetapan sosok dimaksud tetap berada di tangan Anies.
”Parpol di Koalisi Perubahan untuk Persatuan memberikan mandat kepada Mas Anies untuk menentukan bakal cawapres. Jadi, kita tunggu hari baik dan waktu yang baik untuk menunggu Mas Anies mengumumkan," ujarnya.
Intimidasi politik
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno memandang, pernyataan Demokrat untuk mengevaluasi dukungan politiknya jika bakal cawapres Anies tidak diumumkan pada Juni merupakan intimidasi politik secara terbuka. Bukan tidak mungkin, jika bakal cawapres Anies tak juga diumumkan, Demokrat akan mencoba untuk mencari poros koalisi baru. Menurutnya, hal itu yang membuat Nasdem berang, sehingga menuding Demokrat ingin memaksakan pencalonan Agus sebagai pendamping Anies.
Adi menambahkan, situasi itu semestinya bisa segera diatasi jelang pendaftaran peserta pilpres pada Oktober mendatang. Publik tak bisa menutup mata atas adanya kondisi yang tidak kondusif di internal koalisi tersebut.
“Jadi, ketimbang sibuk menuding sana sini ada yang mau menjegal Anies, semestinya poros perubahan ini fokus bahwa yang bisa memastikan Anies maju atau tidak, ya, partai-partai di internal poros perubahan ini sendiri,” ujarnya.