Survei ”Kompas”, Citra Positif KPU dan Bawaslu Meningkat
Survei ”Kompas” menunjukkan citra positif KPU dan Bawaslu di posisi ketiga dan keempat dari 12 lembaga yang disurvei. Kepercayaan publik menjadi modal sosial yang penting.
Oleh
IQBAL BASYARI, SUSANA RITA KUMALASANTI, DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Memasuki tahapan Pemilu 2024, persepsi positif publik terhadap Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu cenderung menguat. Capaian ini harus dijaga KPU dan Bawaslu dengan bekerja profesional, transparan, berintegritas, dan meningkatkan peran publik dalam penyelenggaraan pemilu. Sebab, kepercayaan terhadap lembaga penyelenggara pemilu juga berdampak pada kepercayaan serta proses dan hasil pemilu.
Survei Kepemimpinan Nasional (SKN) Kompas yang digelar berkala merekam citra 12 lembaga negara. Survei yang dilakukan 29 April hingga 10 Mei 2023 dengan melibatkan 1.200 responden itu menunjukkan citra Komisi Pemilihan Umum (KPU) di urutan ke-3 dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) ke-4. Urutan pertama ditempati TNI dan urutan kedua pemerintah daerah.
Dalam survei kali ini, 67 persen responden menilai citra KPU baik, sedangkan 11 persen menjawab buruk dan 23 persen tidak tahu. Dalam survei Januari 2023, ada 62 persen responden menjawab baik. Sementara itu, untuk Bawaslu, pada survei Mei 2023, ada 65 persen responden menilai baik citra lembaga itu, 10 persen menilai buruk, dan 25 persen menjawab tidak tahu. Capaian tersebut juga meningkat dibandingkan dengan survei sebelumnya pada Januari 2023 (62 persen).
Ketua KPU Hasyim Asy’ari, yang dihubungi pada Minggu (21/5/2023), mengatakan, peningkatan citra positif KPU disebabkan publik mulai menaruh perhatian terhadap pemilu. Sejak tahapan pemilu dimulai dan semakin hari kian mendekati tahun 2024, suasana pemilu semakin terasa.
Selain menaruh perhatian pada kontestasi pemilu presiden dan pemilu legislatif, perhatian publik itu juga berkonsekuensi pada perhatian kepada penyelenggara pemilu. Kerja-kerja KPU dalam melaksanakan tahapan dan jadwal pemilu disorot publik.
KPU, lanjutnya, juga mampu melaksanakan seluruh tahapan sesuai rencana. Dengan begitu, publik makin menyadari isu penundaan pemilu makin tak relevan. Publik mendapat kepastian Pemilu 2024 dilaksanakan tepat waktu. ”Ketepatan waktu dalam melaksanakan seluruh tahapan pemilu menjadikan kepercayaan publik kepada KPU meningkat,” ujarnya.
Hasyim menuturkan, KPU berkomitmen melanjutkan penyelenggaraan pemilu yang akuntabel. Sebab, akuntabilitas menjadi salah satu prinsip yang harus diterapkan dalam menjalankan tahapan pemilu. Indikator yang bisa digunakan antara lain hasil survei dari lembaga survei ataupun media serta penghargaan keterbukaan dari lembaga lain.
Di sisi lain, KPU menepis isu-isu negatif yang tidak benar dalam penyelenggaraan pemilu. Salah satunya munculnya potongan video yang menyatakan seolah-olah hasil Pemilu 2024 sudah dirancang KPU untuk memenangkan tokoh dan partai tertentu. Pihaknya langsung memberi klarifikasi.
”Sebagai penyelenggara pemilu, KPU terus menjaga kepercayaan publik. Kalau publik memercayai KPU, berarti kepercayaan kepada proses dan hasil pemilu juga muncul,” kata Hasyim.
Anggota Bawaslu, Lolly Suhenty, mengatakan, citra Bawaslu yang terus meningkat menjadi modal kuat dalam melaksanakan kerja-kerja pengawasan tahapan pemilu. Capaian itu juga menjadi modal untuk berkolaborasi lebih luas bersama masyarakat dalam melakukan pencegahan melalui pengawasan partisipatif.
”Kami akan menjaga kepercayaan publik dengan berdiri tegak lurus pada regulasi dalam melakukan pengawasan agar proses ataupun hasil pemilu sesuai asas demokrasi yang kita jaga,” kata Lolly.
Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa mengingatkan, untuk menjaga citra lembaga, pimpinan KPU dan Bawaslu juga harus bisa menjaga perilaku individu. Mereka harus sadar independensi penyelenggara pemilu dipertaruhkan kepada pengisi jabatan tertinggi di lembaga itu. Jika individu mampu menjaga nilai-nilai profesionalitas, kredibel, berintegritas, mandiri, adil, dan taat terhadap aturan, citra kelembagaan akan ikut meningkat.
Mantan Ketua KPU Arief Budiman berharap KPU dan Bawaslu menjaga kepercayaan dengan kerja-kerja profesional yang berintegritas, transparan, dan berkualitas agar citra baik terus meningkat. Penyelenggara pemilu harus memperhatikan dengan serius catatan dan masukan dari berbagai pihak untuk perbaikan dan menjamin terselenggaranya pemilu yang free and fair.
”Idealnya citra positif kepada penyelenggara pemilu mencapai 80 persen agar kepercayaan publik pada proses dan hasil pemilu dipercaya rakyat dan mendapatkan legitimasi yang tinggi,” katanya.
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat Nurlia Dian Paramita menilai hasil survei ini seharusnya dijadikan kesempatan bagi KPU dan Bawaslu untuk meningkatkan peran publik dalam penyelenggaraan pemilu. Partisipasi publik ini menjadi lebih penting di tengah gempuran isu penyelenggara yang terkesan tidak independen, intervensi parpol, serta kurangnya kualitas kinerja kelembagaan akibat padatnya tahapan seleksi KPU daerah yang berimpitan dengan tahapan pemilu.
”Tren peningkatan citra tentu berkaitan dengan harapan masyarakat kepada lembaga penyelenggara pemilu agar mampu menyelenggarakan tahapan dengan adil, mandiri, dan berpihak kepada kebutuhan masyarakat pemilih,” tuturnya.
Meskipun demikian, Nurlia mengingatkan agar KPU dan Bawaslu terus meningkatkan citra baik ke publik. Hal itu bisa dilakukan oleh penyelenggara pemilu melalui kerja-kerja yang menghadirkan tiga perspektif utama. Pertama, keadilan bagi semua pihak dengan tidak tebang pilih dalam melakukan pendekatan hukum apabila terjadi potensi ataupun tindak pelanggaran.
Kedua, penyelenggara pemilu harus terus mendorong parpol agar mampu menghasillkan calon anggota legislatif yang berkualitas. KPU harus berani memublikasikan apabila ada daftar calon anggota legislatif yang dobel atau yang memiliki rekam jejak buruk, seperti bekas terpidana, bandar narkotika, atau pelaku kejahatan seksual.
Ketiga, penyelenggara pemilu harus mampu menempatkan diri sebagai wadah aspirasi publik. Salah satu contohnya program pendidikan pemilih yang belum terlihat secara jelas mampu meningkatkan kualitas pemilih. Sosialisasi yang dilakukan KPU hingga 267 hari menjelang pemungutan suara 14 Februari 2024 dinilai belum optimal.
”Juga dengan isu keterwakilan perempuan yang justru malah mengingkari janji terhadap kualitas afirmasi yang senantiasa gempita diperjuangkan,” kata Nurlia.
Ujian kemandirian
Dalam konferensi pers yang digelar Masyarakat Sipil Peduli Keterwakilan Perempuan, Minggu, disuarakan agar KPU segera merevisi Pasal 8 Ayat (2) Peraturan KPU No 10/2023 tentang Pencalonan DPR dan DPRD agar sejalan dengan Undang-Undang No 7/2017 tentang Pemilu.
”KPU harus konsisten melaksanakan apa yang diperintahkan konstitusi Pasal 22E UUD 1945 bahwa pemilu dilaksanakan oleh sebuah komisi pemilihan umum yang mandiri. Independensi KPU sekarang diuji. KPU harus lulus ujian, jangan sampai tidak lulus,” kata Valina Singka Subekti, akademisi yang juga mantan anggota KPU.