Moderasi Beragama Indonesia Jadi Contoh di Forum Lintas Agama G20 di India
Moderasi beragama di Indonesia jadi modalitas yang besar pengaruhnya. Untuk itu, Indonesia mendesak ke G20 agar kemajuan ekonomi tak mendegradasi kemanusiaan berupa kerusakan lingkungan hingga perdagangan orang.
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Praktik-praktik baik dalam moderasi beragama di Indonesia menjadi contoh dan bahasan di Forum Lintas Agama G20 tahun 2023. Lewat memperkenalkan praktik-praktik baik itu sekaligus mendesak pesan moral supaya kemajuan ekonomi tak melupakan nilai kemanusiaan dan pelestarian lingkungan.
Di Forum Lintas Agama G20 Tahun 2023 di New Delhi, India, Ahli Utama Kantor Staf Presiden Prof Siti Ruhaini Dzuhayatin menyampaikan bahwa ketangguhan sosial di Indonesia terbentuk dari moderasi beragama. ”Moderasi beragama di Indonesia dinilai (sebagai) modalitas yang sangat besar pengaruhnya. Jadi, Indonesia dinilai bisa mendesakkan pesan-pesan moral ke G20 agar kemajuan ekonomi tidak mendegradasi kemanusiaan seperti (kasus-kasus) human traficking (perdagangan orang) dan (kerusakan) lingkungan,” ujar Ruhaini dari New Delhi kepada Kompas, Kamis (11/5/2023).
Forum Lintas Agama G20 tahun 2023 ini berlangsung 8-10 Mei di Rumah Ibadah Baha’i, New Delhi. Forum ini juga berkonsentrasi pada tema Presidensi G20 India: Satu Bumi, Satu Keluarga, dan Satu Masa Depan. KTT G20 di India akan diselenggarakan September mendatang.
Ruhaini mengatakan, salah satu pendekatan yang dibangun oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan Leimena Institut adalah literasi beragama. Di sini, pemahaman mengenai agama lain berikut tradisinya dibagikan. Dengan demikian, seorang warga bisa tetap menganut agamanya dengan baik, tetapi mengetahui tradisi agama lain.
Dialog juga dibangun. Diskusi dan tanya jawab untuk lebih mengetahui tradisi agama lain juga menjadi salah satu cara untuk melahirkan saling menghargai, selain saling memahami dan saling percaya. Ini yang menjadi modal dan membuat bangsa Indonesia diyakini mampu berkolaborasi dengan baik.
Hal ini dilihat peserta forum sebagai modalitas keagamaan yang baik sehingga ke depan Indonesia perlu mendesak semangat untuk mewujudkan kemajuan ekonomi tanpa mendegradasi nilai-nilai kemanusiaan ataupun merusak alam. Apalagi, pesan untuk tidak merendahkan nilai kemanusiaan dan tidak merusak lingkungan juga satu pesan moral keagamaan.
Diskusi dan tanya jawab untuk lebih mengetahui tradisi agama lain juga menjadi salah satu cara untuk melahirkan saling menghargai, selain saling memahami dan saling percaya.
Ketangguhan sosial
Di forum itu, Ruhaini menjadi pembicara dalam dua sesi. Sesi pertama terkait proteksi sosial dan transformasi kemanusiaan, sedangkan sesi kedua terkait penghapusan perdagangan manusia. Di sesi pertama, Ruhaini menjelaskan, proteksi sosial dan proteksi warga negara merupakan prioritas pemerintahan Presiden Indonesia. Hal ini dilakukan melalui kemitraan kolaborasi dan konstruktif antara pemerintah dan masyarakat sipil.
”Modalitas resiliensi kolaboratif tersebut merupakan best practice yang banyak dipuji dunia, utamanya pada saat menghadapi pandemi Covid-19. Indonesia pulih dan bangkit secara cepat,” ujarnya.
Karena itu, ketangguhan sosial ini perlu terus dirawat melalui saling percaya dan menguatkan faktor-faktor yang paling mendasar, yakni keberagaman, agama, dan budaya. Salah satu yang dikerjakan adalah penguatan literasi beragama oleh Kementerian Hukum dan HAM bersama Leimena Institut.
Selain itu, penghargaan pada kemanusiaan juga ditegaskan melalui prioritas Indonesia untuk menghentikan praktik-praktik perdagangan manusia dari hulu ke hilir. Karena itu, diperlukan penegakan hukum yang tegas. Para tokoh agama dan lembaga agama bisa mencegah dengan memberikan pedoman moral. Penghargaan sesama manusia dinilai akan menghindari kemungkinan eksploitasi sesama warga negara.
Oleh sebab itu, menurut Ruhaini, tokoh agama dan lembaga agama memiliki peran sentral dan strategis untuk mendesakkan supaya nilai-nilai kemanusiaan dan pelestarian lingkungan tak ditinggalkan dalam kemajuan ekonomi.
Chief Executive of Interfaith Alliance for Safer Communities Dana Humaid Al Marzouqi menilai kerja sama lintas agama adalah medium yang sangat efektif untuk menyatukan manusia dari berbagai belahan dunia. Ke depannya, semua peserta forum diharapkan mampu menyuarakan rekomendasi.
Dalam pertemuan tersebut, hadir pula tokoh dan pegiat kerja sama antar-agama lainnya dari Indonesia. Mereka adalah anggota Dewan Pertimbangan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof Amin Abdullah, pimpinan Pesantren Tebuireng Jombang KH Halim Mahfudz, Dekan Fakultas Ushuddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Yogyakarta Prof Inayah Rohmaniyah, Direktur Eksekutif Leimena Institut Matius Ho, dan Wakil Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pengurus Pusat Muhammadiyah Alpha Amirrachman.