Pasca-insiden Lift di Kualanamu, Presdir Angkasa Pura II Dilaporkan ke Bareskrim
Selain Presiden Direktur PT Angkasa Pura II, ada tiga orang lainnya yang dilaporkan ke polisi oleh suami korban terkait insiden jatuhnya seorang perempuan dari lift di Bandara Kualanamu, Deli Serdang, Sumut.
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ahmad Faisal, suami dari Asiah Shinta Dewi (43), perempuan yang tewas di bawah lift Bandara Kualanamu, Deli Serdang, Sumatera Utara, melaporkan Presiden Direktur PT Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin dan tiga orang lainnya ke Badan Reserse Kriminal Polri. Laporan telah diterima Bareskrim.
”Laporan Polisi Nomor: LP/B/81/V/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI terkait dugaan tindak pidana kelalaian/kealpaan sehingga mengakibatkan orang meninggal sebagaimana Pasal 359 KUHP,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad Ramadhan, di Jakarta, Kamis (4/5/2023).
Dalam Pasal 359 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), pelaku diancam pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana kurungan maksimal 1 tahun.Selain Awaluddin, tiga orang lainnya yang dilaporkan adalah Direktur Utama PT Angkasa Pura Solusi Maulidin Wahid Honre, Direktur Utama PT Angkasa Pura Aviasi Faik Fahmi, serta perwakilan CEO GMR Airports, GMR Airport Consorsium, dan Aeroports de Paris, Puvan Sripathy.
Penumpang beraktivitas di dekat lift yang dihentikan operasionalnya di Bandara Kualanamu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Senin (1/5/2023).
Seperti dikutip dari laman Humas Polri, Ahmad Faisal melaporkannya pada Rabu (3/5/2023). Namun, kala itu, penasihat hukum Ahmad, Indra Posan Sihombing, menyampaikan hanya perusahaan yang dilaporkan, yakni total enam perusahaan, yang terkait dengan pengelolaan Bandara Kualanamu. Laporan ke polisi ini disebutnya sebagai yang pertama dilakukan pihak keluarga setelah kejadian. Sebelumnya, Kepolisian Resor Deli Serdang telah menerbitkan laporan polisi tipe A yang berarti berdasarkan inisiatif polisi. Namun, pihak keluarga belum menerima panggilan untuk dimintai keterangan hingga kini.
Sementara itu, Awaluddin menyampaikan telah menonaktifkan lima personel yang terlibat pengelolaan lift di Bandara Kualanamu.
”Kami memohon maaf kepada keluarga korban dan masyarakat luas atas kejadian ini. Kami berupaya agar Bandara Kualanamu dapat menjadi lebih baik lagi. Atas hal ini pun, sebanyak lima personel Bandara Kualanamu dinonaktifkan,” ujarnya di Tangerang.
Kelima personel itu terdiri atas dua pejabat manajer senior bidang fungsi operasi dan teknik, serta tiga personel keamanan operasi.
Melalui CCTV di lift, Asiah diketahui memasuki lift B yang terdiri atas dua pintu, satu sisi untuk masuk, sedangkan sisi lain untuk keluar. Ia naik dari lantai satu ke lantai dua. Ia tak menyadari bahwa pintu belakangnya terbuka, sedangkan ia masih menghadap arah yang sama saat masuk. Dilanda panik, ia memaksa membuka pintu di depannya dengan tangan.
Pintu terbuka, tetapi Asiah terjatuh dari celah antara lift dan lantai selebar sekitar 50 sentimeter dengan ketinggian sekitar 12 meter. Ia ditemukan meninggal tiga hari setelah insiden di lantai dasar lift bawah kabin, Kamis (27/4/2023) sore. Petugas membongkar lift karena tercium bau busuk dari lokasi yang sama.
Ketika kejadian, keluarga telah meminta petugas bandara memeriksa CCTV. Namun, mereka enggan menelusuri rekaman lift setelah memperlihatkan CCTV area terminal. Alhasil, pihak keluarga menuntut kepolisian memeriksa dugaan kelalaian pihak bandara (Kompas.id, 2/5/2023).
Menurut pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia, Mudzakkir, pihak yang perlu dimintai pertanggungjawabannya dalam kasus Asiah adalah mereka yang bertugas memelihara fasilitas lift. Selain itu, pimpinannya juga perlu dimintai pertanggungjawaban. Begitu pula, atasan dari pimpinan tersebut perlu ditanya apakah telah mengevaluasi, mengontrol, dan memonitoring fasilitas-fasilitas publik di Bandara Kualanamu.
”Hal itu beruntun sampai di (tingkat) atas apakah sudah bertindak sesuai SOP,” ujar Mudzakkir.
Kepolisian sebaiknya segera melakukan pemeriksaan, tanpa harus menunggu laporan. ”Kematian orang itu ada pertanggungjawaban hukumnya karena ada pihak-pihak lain yang harus bertanggung jawab sesuai tugas, pokok, dan fungsinya,” kata Mudzakkir.