ICW Laporkan 55 Pimpinan di DPR yang Tak Rutin Lapor Harta Kekayaan
Kewajiban melapor LHKPN merupakan mandat dari Undang-Undang No 28/1999. Mengacu pada Peraturan Kode Etik DPR, jika anggota DPR mengabaikan perintah undang-undang, berarti masuk kategori melanggar hukum.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO, KURNIA YUNITA RAHAYU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia Corruption Watch atau ICW melaporkan 55 anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang menjabat pimpinan alat kelengkapan dewan ke Mahkamah Kehormatan Dewan karena mereka tidak rutin melaporkan harta kekayaan mereka ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Ketidakpatuhan mereka ini dianggap melanggar hukum dan kode etik sebagai anggota dewan sehingga patut dijatuhi sanksi berat berupa pencopotan jabatan.
Berdasarkan hasil pemetaan Indonesia Corruption Watch (ICW) pada Maret 2023, dari 86 unsur pimpinan alat kelengkapan DPR (AKD), hanya 31 orang yang secara patuh melaksanakan kewajiban rutin tiap tahun menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebanyak 55 orang lainnya tidak patuh melaporkan LHPKN.
Dari 55 orang yang tidak patuh tersebut, mereka terdiri dari pimpinan DPR (4 orang), pimpinan Komisi (37 orang), pimpinan Badan Legislasi (2 orang), pimpinan Badan Anggaran (2 orang), pimpinan Badan Urusan Rumah Tangga (3 orang), pimpinan Badan Kerja Sama Antarparlemen (2 orang), pimpinan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (2 orang), dan pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan/MKD (3 orang).
Ketidakpatuhan melapor LHKPN itu pun beragam jenisnya, meliputi tidak melapor secara tepat waktu (22 orang); tidak melapor secara berkala (16 orang); tidak melapor secara tepat waktu dan tidak secara berkala (9 orang); serta tidak pernah melapor (8 orang).
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana saat ditemui seusai melapor ke sekretariat MKD di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (12/4/2023), mengatakan, kewajiban melapor LHKPN merupakan mandat dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yang diikuti Peraturan KPK No 2/2020 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan LHKPN. Dalam dua aturan itu, penyelenggara negara wajib melaporkan harta kekayaan dalam masa waktu satu tahun sekali dan paling lambat diserahkan pada 31 Maret.
Bukan hanya melanggar hukum, pengabaian LHKPN juga bersinggungan dengan etik. Dalam Pasal 2 Ayat 2 Peraturan DPR No 1/2015 tentang Kode Etik DPR disebutkan, setiap anggota DPR bertanggung jawab mengemban amanat rakyat, melaksanakan tugasnya secara adil, mematuhi hukum, menghormati keberadaan lembaga legislatif, dan mempergunakan fungsi, tugas, dan wewenang yang diberikan kepadanya demi kepentingan kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, jika anggota DPR mengabaikan perintah UU, mereka masuk kategori melanggar hukum.
”Atas konteks tersebut, 55 pimpinan AKD yang kami laporkan ke MKD ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga melanggar kode etik DPR. Tentu harapan kami MKD segera memanggil seluruh pimpinan AKD dan menyidangkan mereka secara terbuka,” ujar Kurnia.
Jika aduan ini terbukti, MKD harus mengategorikan perbuatan pelanggaran atas ketidakpatuhan melaporkan LHKPN sebagai pelanggaran berat, seperti diatur dalam Pasal 20 Ayat 4 huruf b Peraturan DPR No 1/2015. Aturan itu menyebutkan bahwa pelanggaran berat adalah pelanggaran kode etik dengan kriteria, antara lain, tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam UU.
”Sanksi berat dapat dijatuhkan kepada mereka, misal karena mereka adalah pimpinan AKD, mereka bisa dicopot sebagai pimpinan AKD. Jadi, ke depan memang jangan lagi koar-koar soal pemberantasan korupsi, tetapi dari individu DPR saja bermasalah,” tutur Kurnia.
Menurut Kurnia, DPR tidak bisa beralasan lupa melaporkan LHKPN. Sebab, semestinya, sebagai anggota dewan, mereka mengetahui kewajiban mereka, yaitu melaporkan harta kekayaan scara berkala kepada KPK.
Kesadaran dan integritas DPR
Anggota MKD dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Junimart Girsang, mengatakan, persoalan kepatuhan melapor LHKPN ini berkaitan erat dengan kesadaran dan integritas anggota DPR. Ia pun tidak mempersoalkan apabila ICW akhirnya melaporkan hal tersebut kepada MKD.
Menurut Junimart, sebagai warga negara yang taat aturan, kepatuhan melapor LHKPN merupakan kewajiban tiap penyelenggara atau pejabat negara. Ia berharap, KPK sebaiknya ikut mengingatkan secara tertulis kepada setiap penyelenggara negara untuk membuat pelaporan harta kekayaan dengan ditembuskan kepada pimpinan lembaga terkait.
Anggota MKD dari Fraksi Partai Gerindra, Imron Amin, mengaku MKD telah mengingatkan seluruh anggota dewan agar rutin melapor LHKPN. Bahkan, MKD juga sudah membuat edaran mengenai hal tersebut. Namun, semua kembali kepada pribadi masing-masing.
”Kami selaku anggota MKD memberikan edaran kepada seluruh anggota DPR agar tak lupa mengisi LHKPN sesuai aturan perundang-undangan,” tutur Imron.