Berani Ungkap Kebenaran, Richard Eliezer Divonis Jauh Lebih Ringan
Majelis hakim di PN Jakarta Selatan memberikan status "justice collaborator" kepada Richad Eliezer. Majelis menganggap kejujuran dan keberanian mengungkap kebenaran membuat Richard layak divonis jauh lebih ringan.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR, DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Sorak-sorai pengunjung sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengiringi vonis satu tahun enam bulan bagi Bharada E alias Richard Eliezer Pudihang Lumiu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2023). Vonis ini jauh lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum, yaitu 12 tahun penjara.
Meskipun terbukti bersalah karena turut serta dalam pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, majelis hakim menilai kejujuran Richard lah yang dapat mengubah arah kasus yang gelap karena barang bukti dirusak dan dihilangkan. "Richard Eliezer telah memberikan keterangan yang jujur, konsisten, dan berkesuaian sehingga membuat terang perkara. Meskipun, itu menempatkan terdakwa dalam posisi dan situasi yang membahayakan dirinya dan praktis berjalan sendirian," kata hakim Alimin Ribut Sujono.
Hakim juga menyebut bahwa kejujuran, dan keberanian Eliezer untuk berbalik arah 180 derajat mengungkapkan kebenaran membuatnya layak mendapatkan vonis hukuman yang lebih ringan dari tuntutan. Eliezer menyadari perbuatannya menembak Nofriansyah jahat. Namun, dia menyesal, meminta maaf kepada keluarga Nofriansyah, dan memperbaiki kesalahannya dengan mengungkapkan kebenaran.
Dalam amar putusan tersebut, hakim menyebut hal yang memberatkan Eliezer adalah hubungannya yang akrab dengan korban tidak dihargai sehingga akhirnya korban Nofriansyah meninggal dunia. Adapun yang meringankan, dia menjadi saksi pelaku yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum (justice collaborator), bersikap sopan selama persidanhan, belum pernah dihukum, masih muda dan diharapkan mampu memperbaiki kelak di kemudian hari.
Eliezer juga diharapkan mampu memperbaiki perbuatannya di kemudian hari, menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya lagi. Keluarga korban juga telah memaafkan perbuatan terdakwa.
"Menyatakan terdakwa atas nama Richard Eliezer Pudihang Lumiu terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan," ucap Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santosa.
Eliezer menangis mendengar vonis yang dibacakan oleh majelis hakim itu. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya menahan tangis haru karena divonis ringan oleh majelis. Tangan itu kemudian ditangkupkan, menjura, seolah-olah ingin mengucapkan terima kasih atas putusan hakim.
Saksi pelaku yang bekerja sama
Dalam pertimbangannya, majelis hakim tidak sependapat dengan nota pembelaan penasihat hukum Richard yang mendalilkan Richard hanya sebagai alat. Sebab, tindakan Richard untuk berdoa sebanyak dua kali, yakni ketika masih di rumah Jalan Saguling maupun sesaat sebelum penembakan terjadi di rumah dinas bekas Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo Duren Tiga, Jakarta, memperlihatkan bahwa Richard mampu berpikir sepenuhnya bahwa perintah Ferdy Sambo itu salah.
Demikian pula dengan pertimbangan penasihat hukum Richard yang menyatakan bahwa ada situasi keterpaksaan batin yang dialami Richard, majelis hakim menilai hal itu terlalu berlebihan. Sebab, rencana Sambo ditujukan semata-mata kepada Nofriansyah, bukan yang lain. Hal itu tampak dari penolakan yang disampaikan Ricky Rizal kepada Sambo dan tidak berakibat adanya tindakan Sambo kepada Ricky.
Majelis hakim juga mengesampingkan pertimbangan penasihat hukum mengenai kondisi Richard yang hanya dilatih untuk mentaati perintah atasan dan tidak mempertanyakannya. Menurut majelis, sebagai penegak hukum, Richard seharusnya hanya taat kepada hukum. "Ketika terdakwa berdoa itu menunjukkan adanya dilema yang dihadapi terdakwa bahwa perintah yang diberikan tidak sesuai dengan peraturan," kata hakim Alimin.
Majelis hakim mengakui adanya tekanan psikis terhadap Richard atas perintah Sambo tersebut. Namun, di sisi lain, terdapat tekanan untuk melakukan hal yang benar karena Nofriansyah adalah teman dekat yang pernah tidur di satu kamar, sesama ajudan, serta tidak ada masalah di antara keduanya. Berdasarkan pertimbangan tersebut, majelis hakim mengesampingkan nota pembelaan penasihat hukum.
Namun, majelis hakim mempertimbangkan rekomendasi dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang memohon agar Richard ditetapkan sebagai saksi pelaku yang bekerja sama. Terkait hal itu, majelis hakim pertama-tama mempertimbangkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4/2011, saksi pelaku yang bekerja sama bukan merupakan pelaku utama. Selain itu, jenis tindak pidananya adalah tindak pidana korupsi, terorisme, pencucian uang, atau tindak pidana terorganisasi lainnya.
Kemudian, majelis hakim juga memperhatikan Undang-Undang Nomor 31/2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Majelis hakim menyebut, pihaknya mencermati keadilan masyarakat berkembang dan tidak hanya terbatas pada tindak pidana tertentu. Oleh karena itu, majelis hakim memutuskan bahwa tindak pidana yang dihadapi terdakwa dapat dikategorikan sebagai tindak pidana dalam kasus tertentu sebagaimana dalam UU tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Terkait dengan hal itu, majelis hakim kemudian memutuskan Richard bukan sebagai pelaku utama, melainkan pelaku yang turut serta melakukan. Dalam penembakan Nofriansyah, masing-masing pihak memiliki peran dengan kehendak yang sama, yakni menghilangkan nyawa Nofriansyah.
"Dalam hal ini, terdakwa berperan sebagai penembak korban, saksi Ferdy Sambo sebagai pencetus, tapi dipandang sebagai pelaku utama. Sedang terdakwa betul pelaku, tapi bukan dipandang sebagai pelaku utama," kata hakim.
Selain itu, majelis hakim juga mempertimbangkan surat Sahabat Pengadilan (Amicus Curiae) yang telah disampaikan beberapa pihak, baik kelompok masyarakat sipil maupun kelompok akademisi kepada majelis hakim dengan menekankan pentingnya kejujuran sebagai awal dari keadilan.
Majelis hakim memandang dukungan kepada Richard tersebut sebagai bentuk kecintaan kepada bangsa dan negara sejaligus merepresentasikan harapan masyarakat. Oleh karena itu, Richard dinilai layak mendapatkan status saksi pelaku yang bekerja sama dan mendapat penghargaan.
Sesaat setelah pembacaan putusan, ketua majelis hakim segera menutup sidang. Kemudian, Richard segera dikeluarkan dari ruang sidang oleh petugas dari LPSK dan petugas keamanan.