Tujuan penghapusan jabatan disebut untuk efisiensi dan efektivitas organisasi. Di sisi lain, ada rencana pembentukan 22 kodam yang bisa memboroskan anggaran.
Oleh
EDNA CAROLINE PATTISINA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — TNI Angkatan Darat berencana merestrukturisasi organisasinya, di antaranya dengan menghapus 121 jabatan untuk perwira tinggi. Sebagian dari perwira tinggi yang tengah menjabat bakal dimutasi ke 22 komando daerah militer baru yang akan dibentuk.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigadir Jenderal Hamim Tohari mengatakan, TNI AD berencana mengefisiensikan kinerja organisasi yang sudah ada dan mengoptimalisasikan tugas pembinaan teritorial dengan pembentukan komando daerah militer (kodam) baru.
Berdasarkan catatan Kompas, banyak jabatan bagi perwira tersebut ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2019 tentang Susunan Organisasi TNI. Saat ini, total ada 338 jabatan bagi perwira tinggi (pati) TNI AD. ”Setelah dievaluasi, memang ada beberapa yang kurang efisien,” kata Hamim, Selasa (14/2/2023).
Oleh karena itu, menurut Hamim, ada 121 jabatan bagi pati TNI AD yang akan dihapus. Hal ini tidak berarti pati tersebut bakal diturunkan pangkatnya. Akan tetapi, mereka akan dibiarkan menjabat hingga pensiun. Lebih lanjut terkait hal itu, menurut Hamim, masih dalam pengkajian, termasuk mekanisme transisinya.
”Misalnya kepala RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto) saat ini bintang tiga. Kalau jabatan kepala RSPAD jadi bintang dua, berarti pejabat sekarang menjabat sampai pensiun, tetapi penggantinya nanti akan berpangkat bintang dua,” kata Hamim.
Rencana penghapusan 121 jabatan itu juga beriringan dengan rencana pembentukan kodam baru, seperti pernah disampaikan Kepala Staf TNI AD Jenderal Dudung Abdurachman seusai rapat pimpinan TNI, beberapa waktu lalu. Sebagian dari perwira tinggi yang tengah menjabat akan dimutasi ke 22 kodam baru yang direncanakan berdiri di hampir setiap provinsi. Saat ini, TNI AD telah memiliki 15 kodam.
Dalam kesempatan berbeda, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengatakan, penambahan kodam berkaitan dengan sistem pertahanan Indonesia yang menitikberatkan pada pertahanan rakyat semesta. Hal ini berarti harus selalu ada kebersamaan antara TNI dan pemerintah daerah (pemda). Ia lalu mencontohkan kepolisian daerah (polda) yang telah hadir di setiap provinsi.
”Kita godok terus, kita mulai sedikit demi sedikit,” kata Prabowo, Sabtu (11/2).
Terkesan mendadak
Dosen Paramadina Graduate School of Diplomacy, Anton Aliabbas, mengatakan, banyak pihak yang melihat keputusan pembangunan kodam baru tersebut mendadak. Pasalnya, jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Menteri Pertahanan seharusnya terlebih dulu mengeluarkan Buku Putih Pertahanan. Untuk menyusunnya, harus ada komunikasi tidak saja dengan pemangku kepentingan nasional, tetapi juga negara-negara sahabat tentang intensi pembangunan kekuatan pertahanan Indonesia.
”Ini kesannya mendadak dan tidak terencana. Wajar kalau publik bertanya-tanya ada apa tiba-tiba mau menambah banyak kodam,” kata Anton.
Adapun terkait penghapusan 121 jabatan pati dilihatnya sebagai perbaikan menuju efisiensi dan efektivitas TNI AD. Namun, ketika hal ini dikompensasi oleh adanya kodam baru, sangat disayangkan.
”Kita jadi bertanya, bagaimana rencana strategis pembangunan kekuatan kita,” kata Anton.
Ia juga mempertanyakan relevansi pembentukan kodam dengan ancaman masa depan. Sebab, menurut dia, karakter ancaman di masa depan didominasi oleh tingginya potensi gejolak (volatibility), ketidakpastian (uncertainty), kompleks (complexity), dan ambigu (ambiguity).
Oleh karena itu, TNI ke depan seharusnya membentuk satuan-satuan tempur yang spesialis dengan kemampuan dan penguasaan teknologi tinggi. Karakter militer yang perlu dimiliki ke depan adalah satuan-satuan tempur yang kecil, adaptif, dan gesit.
Pembentukan kodam malah dinilainya bertentangan dengan profil ancaman tersebut. Di sisi lain, pembentukan kodam justru akan meningkatkan biaya rutin, mulai dari pembangunan infrastruktur hingga pembentukan satuan-satuan kewilayahan.
Padahal, selama ini salah satu hambatan dari modernisasi adalah tingginya biaya rutin. Akibatnya, anggaran pertahanan yang tinggi pun terserap oleh kebutuhan biaya rutin.
Problem personalia
Di sisi lain, ada masalah personalia di tubuh TNI AD. Memang ada struktur yang gemuk di tingkat kolonel dan brigadir jenderal. Oleh karena itu, sudah lama ada upaya untuk menyalurkan para pati dan perwira menengah tersebut agar mengemban jabatan. Namun, problem yang muncul kemudian, struktur di bawahnya kosong alias kekurangan di level prajurit.
Dengan demikian, kodam nantinya dikhawatirkan akan menjadi organisasi yang kosong alias hanya terisi di level atas, sedangkan tingkatan bawahnya tidak terpenuhi.
Ditanyakan terkait potensi problem personalia itu, Hamim tak menampiknya. Sebagai solusinya, nanti akan ada pergeseran prajurit ke kodam.
Ia juga sependapat dengan pandangan terkait ancaman di masa depan. Bahkan, untuk mengantisipasi hal itu, TNI AD menambah kodam. Pasalnya, ke depan, akan lebih banyak ancaman yang sifatnya nirmiliter daripada militer.